Alkitab di Dunia Modern

oleh Professor James Barr

Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

II. KESIMPULAN UMUM

1. Keilhaman: Skriptura diilhamkan, namun berstatus "mungkin salah" juga

Dengan demikian, penyelidikan kita ini telah membawa kita mempertimbangkan-kembali istilah-istilah seperti "pengilhaman kalamiah." Maka tepat juga kalau sebagai penutup penyelidikan kita ini, kita ingat kembali kepada diskusi semula tentang istilah-istilah seperti "keilhaman" dan "kewibawaan." Pengertian saya tentang arti yang dapat diberikan masa kini kepada konsep keilhaman, sudah diuraikan di atas (pasal 7 bagian 15). Dan dari segi-segi tertentu, istilah "keilhaman?' adalah sesuai juga dengan posisi-dasar yang saya ambil dalam buku ini. Tetapi kalau begitu, kita menghadapi suatu persoalan pokok, yaitu suatu pertimbangan praktis: apakah istilah keilhaman memanglah dapat diisi pada masa kini dengan makna yang saya gariskan dalam buku ini? --mengingat bahwa secara tradisional istilah keilhaman itu dikaitkan erat dengan konsep ketak-mungkinan-salah. Memang ada kemungkinan bahwa pengertian umum tentang istilah keilhaman dapat berubah sebagai akibat program pendidikan, yang menekankan bahwa Alkitab memang merupakan "skriptura yang diilhamkan, namun mungkin mengandung kesalahan juga." Konsep yang demikian itu tentang Alkitab akan secara tidak-langsung mempengaruhi pandangan orang beriman tentang tabiat Allah. Ada banyak yang berpegang kepada pendapat bahwa Allah, justru karena Dia memang Allah, tak mungkin mengucapkan sesuatu yang kurang sempurna. (Bandingkan pendapat bahwa tak mungkin Allah berubah, karena menurut definisi, Allah adalah "Dia yang tak berubah"). Kalau konsep populer tentang Allah ini dapat diatasi, agama Kristen akan mengalami keuntungan dari beberapa segi. Karena ternyata bahwa pandangan yang begitu statis tentang Allah adalah bertentangan dengan konsep Alkitabiah, yakni bahwa Allah adalah "Allah yang hidup." Konsep yang begitu statis, menghalang-halangi pengertian teologis tentang kejadian-kejadian di dunia medern, pula menghambat apresiasi Alkitab menurut pola-pola pemikiran modern. Dari pada menerima rumusan statis itu, lebih baiklah kita mendesak --walaupun rumusan yang saya usulkan ini mungkin disalahpahami-- bahwa "Allah mempunyai suatu sejarah," (--tentulah sejarah Allah tidak identik dengan sejarah manusia).

Ringkasnya: akan ada banyak keuntungan, kalau rumusan di atas dapat diterima umum, yaitu: "skriptura diilhamkan, namun mungkin juga mengandung kesalahan." Tetapi memang meragukan, apakah konsep yang demikian itu dapat laku secara umum.

2. Firman Allah: Alkitab adalah kristalisasi tradisi umat Allah dan sarana penyampaian Firman Allah

Istilah "Firman Allah" tidak sempat kita bicarakan secara mendetail. Dalam beberapa gereja, pembacaan Alkitab didahului oleh kalimat seperti: "Marilah kita mendengarkan Firman Tuhan." Secara teologis, istilah itu diartikan sbb.: bahwa Alkitab merupakan kristalisasi tradisi umat Allah; dan oleh Allah dijadikan sarana pembicaraanNya sendiri dengan angkatan-angkatan-turunan dalam umat Tuhan itu. Akan tetapi pengertian yang demikian adalah agak samar. Sebab itu mereka yang menggunakan istilah "Firman Allah" biasanya terpaksa menjelaskannya melalui istilah "keilhaman," atau melalui struktur-struktur yang agak kompleks yang disusun oleh mazhab; Barth. Saya merasa bahwa istilah Firman Allah tidak begitu berguna dalam suasana diskusi bebas pada masa kini.

3. Kewibawaan: konsep kewibawaan kurang sesuai dengan cara berfungsinya struktur teologia modern

Kalau kita ingin menentukan derajat skriptura, dibandingkan dengan standard-standard lain yang ikut menentukan pemikiran gereja modern, mungkin istilah kewibawaan adalah paling tepat. Tetapi sebagaimana kita lihat di atas, dapat diragukan, apakah istilah "kewibawaan" betul-betul sesuai dengan struktur teologia modern dalam prakteknya. Istilah kewibawaan dapat dipakai terus, jikalau diberi arti yang lebih lunak. Tetapi konsep itu kurang berfaedah, kalau didefinisikan secara ketat, atau dikenakan secara mengikat kepada segala jenis pemikiran teologia modern.

4. Fungsi: Konsep fungsi dapat membina saling-pengertian, dan sesuai juga dengan kemajemukan teologia modern

Konsep satu lagi yang disebutkan pada pasal I, yaitu konsep "fungsi," memanglah dapat digunakan dengan berbagai cara. Tak dapat dikatakan bahwa Alkitab mempunyai suatu fungsi begitu saja, tanpa uraian yang lebih konkrit. Karena dibandingkan dengan konsep "keilhaman" atau "kewibawaan" Alkitab, konsep fungsi nampaknya agak kosong. Mungkin kekosongan itu malah merupakan unsur keuntungan. Akan tetapi kalau kita mau memberi isi kepada konsep fungsi ini, kita harus memikirkan satu persatu bidang-bidang di mana Alkitab berperan --sejarah, kesusasteraan, teologia, pengkhotbahan, dan sebagainya. Berbicara tentang fungsi-fungsi Alkitab dalam berbagai bidang itu memanglah tidak menciptakan kesan yang menyolok, dibandingkan dengan kesan yang diperoleh dari konsep kewibawaan. Tetapi ada dua keuntungan dalam hal itu:

a. Proses-proses yang kita sebut di atas (penyelidikan sejarah, pengritikan bahan kesusasteraan, berteologia, berkhotbah, dan sebagainya) memang dilangsungkan oleh tiap-tiap aliran teologis. Maka oleh karena itu, pendekatan melalui konsep 'fungsi' mungkin meningkatkan saling-pengertian antara aliran-aliran tersebut. Dan sebagaimana saya katakan di atas, yang menuntut perhatian kita pada masa kini ialah pengertian dan bukan kewibawaan.

b. Keuntungan kedua ialah bahwa konsep "fungsi" ini bersifat aneka-ragam. Keaneka-ragaman tersebut adalah sesuai dengan kenyataan bahwa manusia memakai berbagai ragam pemikiran dalam proses penyelidikan Alkitab. Tetapi lebih dari itu, keaneka-ragaman konsep "fungsi" berarti bahwa kita tidak usah bergumul lagi untuk mempersatukan segala pemikiran kita tentang status Alkitab menjadi satu konsep-pembimbing yang mutlak. Dan ternyata bahwa dalam proses mengarang buku ini kita tidak perlu memilih secara definitif antara konsep-konsep pembimbing yang sudah ditampilkan. Pembahasan dan pemecahan masalah-masalah konkret satu per satu tampak lebih penting dan lebih berfaedah.

5. Landasan Kesatuan Alkitab

Dalam alinea terakhir ini, kita kembali kepada konsep "kesatuan Alkitab." Di satu pihak, kita melihat bahwa Alkitab boleh dipandang sebagai kesatuan. Kesatuannya itu dapat menjadi nampak kalau kita menyelidiki bentuk-definitif Alkitab sebagai bahan kesusasteraan atau kalau kita berhasil menemukan dalam Alkitab suatu kerangkaian-dasar berupa jaringan konsep-konsep yang saling mendukung. Di pihak lain, kita telah menekankan kepelbagaian dan kekhasan-kekhasan yang nampak dalam Alkitab. Kita melihat bahwa Alkitab tidak merupakan suatu saluran berisi informasi teologis yang benar, melainkan suatu lapangan pergumulan, persengketaan, dan konfrontasi, di mana manusia saling menyerang dalam membela pengertian masing-masing tentang Allah. Namun demikian, kita harus menyadari unsur-unsur kesamaan yang mengikat bagian-bagian Alkitab itu menjadi suatu kesatuan. Dan kemungkinan memang ada bahwa pada masa mendatang, penyelidikan terhadap Alkitab akan menghasilkan suatu pengertian yang lebih mendalam lagi tentang kesatuannya itu. Akan tetapi kesatuan yang terdalam tidak terdaFat pada Alkitab sendiri, (--yaitu, unsur-unsur kesamaan yang nampak di antara pola-pola pemikirannya, atau keseimbangan yang nampak di antara berbagai tekanannya), melainkan terdapat pada Allah yang Esa. Kesatuan (keesaan) Allah juga merupakan suatu kesatuan di tengah-tengah kepelbagaian, dan -- bolehkah kita katakan demikian? --suatu kesatuan yang mempunyai proses sejarah. Adalah menarik bahwa Alkitab yang begitu beraneka-ragam itu dapat dipakai dalam gereja. Agaknya kenyataan itu mencerminkan suatu keyakinan bahwa keaneka-ragaman bahan Alkitab itu tidak akan memecah-belah gereja menjadi pihak-pihak yang saling bertentangan. Akan tetapi keyakinan dasariah itu tak perlu ditangkap secara akaliah, atau dirumuskan dalam bentuk buku dan dokumen. Karena pada prinsipnya, keyakinan akan kesatuan Alkitab itu berlandaskan iman dan harapan.

(sebelum, SELESAI)


Alkitab di Dunia Modern (The Bible in the Modern World) Prof. James Barr Terjemahan Dr. I.J. Cairns BPK/8331086/7 Penerbit BPK Gunung Mulia, 1979 Kwitang 22, Jakarta Pusat  

Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team