Alkitab di Dunia Modern

oleh Professor James Barr

Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

PASAL I: LATARBELAKANG SITUASI MASA KINI

  1. KONSENSUS PADA PERIODE SESUDAH PERANG
    1. Gerakan Neo-orthodox
    2. Ditekankannya Alkitab di luar gerakan neo-orthodox
    3. Akibat-akibat gerakan kritik-historis
    4. Ciri-ciri keneo-orthodoxan
      1. Unsur polemik terhadap fundamentalisme
      2. Alkitab dipandang sebagai keseluruhan
      3. Ditekankannya exegesis
      4. Keneo-orthodoxan dan gerakan oikumenis
      5. Keneo-orthodoxan dan soal-soal sosio-politis
    5. Kesimpulan
  2. BEBERAPA TANDA-TANYA YANG DIAJUKAN BELAKANGAN INI
    1. Persoalan-persoalan kritik-historis belum terpecahkan
    2. Betulkah Alkitab harus dibaca sebagai keseluruhan?
    3. Reaksi terhadap berkhotbah secara exegetis
    4. Persoalan-persoalan tentang exegesis di kalangan "oikumenis"
      1. Reaksi terhadap pendapat bahwa "Alkitab merupakan landasan Kesatuan"
      2. Diskusi tentang metode-metode hermeneutik
    5. Kesimpulan Sementara
    6. Reaksi merupakan fenomena yang terbatas
      1. Fenomena tampak terutama di kalangan yang berbahasa Inggris
      2. Terbatas pada minoritas
      3. Terutama berpengaruh di antara generasi muda
      4. Bukan penolakan terhadap Alkitab
    7. Pokok-pokok ketegangan yang dirasakan
      1. Persoalan tentang relevansi (perlunya) Alkitab
      2. Persoalan tentang pengkomunikasian berita Alkitab
      3. Persoalan tentang keterbatasan Alkitab
      4. Persoalan tentang "pengisolasian" bahan Alkitab
      5. Persoalan tentang tanggung-jawab kita
    8. Kesimpulan

PASAL II. BEBERAPA KONSEP YANG BERPENGARUH

  1. PENGILHAMAN
    1. "Pengilhaman" diartikan "bebas dari kesalahan"
      1. Ditekankannya asal-mula Alkitab
      2. Ketak-mungkinan-salah Alkitab
    2. Pengilhaman kalamiah/harfiah
      1. Di kalangan fundamentalis
      2. Di kalangan Katholik
        1. Alkitab dan tradisi
        2. Kekonservatifan Katholik
    3. "Pengilhaman" tidak identik dengan "Ketak-mungkinan-salah"
    4. Pengilhaman di bidang kesusasteraan
    5. Keberatan-keberatan terhadap konsep pengilhaman
    6. Kesimpulan
  2. FIRMAN ALLAH
    1. Konsep Firman Allah menurut Karl Barth
      1. Firman Allah = Yesus Kristus
      2. Alkitab sebagai laporan historis dan kesaksian-iman
      3. Firman yang berbentuk tiga
      4. Alkitab "menjadi" Firman Allah
      5. Alkitab bersifat ilahi dan manusiawi
    2. Keuntungan-keuntungan dalam memakai istilah Firman Allah
    3. Keberatan-keberatan terhadap istilah Firman Allah
      1. Konsep Firman Allah terlalu berbau dogmatis
      2. Kesulitan-kesulitan hermeneutis
      3. Keberatan-keberatan teologis
    4. Kesimpulan
  3. KEWIBAWAAN
    1. Konsep "kewibawaan" menunjukkan "hubungan"
      1. Hubungan Alkitab dengan kita
      2. Hubungan Alkitab dengan tradisi
    2. Keuntungan-keuntungan dalam memakai konsep kewibawaan
      1. Mengalihkan perhatian dan soal "asal-mula" Alkitab
      2. Memusatkan perhatian kepada karya-karya Allah dalam proses penyelamatan
      3. Mengalihkan perhatian dari "laporan historis" kepada "kesaksian iman"
      4. "Kewibawaan" tidak diidentikkan dengan "ketak-mungkinan salah"
    3. Keberatan-keberatan terhadap konsep kewibawaan
      1. Krisis kewibawaan di dunia modern
      2. "Kewibawaan" disamakan dengan "keotoriteran"
      3. Konsep kewibawaan yang "lunak" dan yang "keras"
        1. Konsep yang "keras"
        2. Konsep yang "lunak"
      4. Istilah "kewibawaan" biasanya diartikan secara keras atau hukumiah
      5. Akar-akar konsep kewibawaan
      6. Konsep kewibawaan tidak sesuai dengan kerangkaian/struktur pemikiran teologis modern
      7. "Kewibawaan. Alkitab" sebagai pengalaman perorangan dan sebagai prinsip umum
  4. FUNGSI
    1. Keuntungan-keuntungan dalam memakai konsep fungsi"
      1. Memungkinkan pendekatan yang konkret atau mendetail/terperinci
      2. Memusatkan perhatian kepada proses-proses penafsiran dan penerapan
      3. Memungkinkan penilaian yang lebih flexibel terhadap berbagai jenis bahan Alkitab
      4. Konsep "fungsi" lebih flexibel daripada konsep "kewibawaan"
    2. Keberatan-keberatan terhadap konsep "fungsi"
      1. Konsep "fungsi" menghasilkan pendekatan yang bersifat deskriptif melulu
        1. Ada keuntungan dalam pendekatan "netral"
        2. Pendekatan melalui "fungsi" tidaklah bersifat deskriptif melulu
      2. Konsep "fungsi" agaknya tidak membantu penentuan norma
      3. Kurang nampak adanya perbedaan prinsipial antara konsep "fungsi" dan konsep "kewibawaan"
  5. PENUTUP

PASAL III. RELATIVISME-ANTAR-KEBUDAYAAN DAN KERADIKALAN BARU

  1. PENDAHULUAN
    1. Tandatanya-tandatanya yang radikal
    2. Sikap keradikalan baru terhadap keneo-orthodoxan
  2. CIRI-CIRI KERADIKALAN BARU
    1. Ditekankannya situasi modern
    2. Penolakan terhadap konsep struktur kewibawaan extern
    3. Relativisme-antar-kebudayaan
    4. Penolakan terhadap ide kekonstanan tabiat manusia
    5. Perbandingan relativisme-antar-kebudayaan dengan teologia Bultmann
    6. Kepekaan terhadap keganjilan-keganjilan yang implisit dalam konsep kewibawaan Alkitab
    7. Kepekaan terhadap unsur kebetulan dalam proses pembentukan kanon
  3. LANGKAH-LANGKAH PERTAMA DALAM MENDISKUSIKAN KERADIKALAN BARU
    1. Ditekankannya situasi modern
      1. Unsur-unsur kekuatan
      2. Unsur-unsur keberat-sebelahan
    2. Pertimbangan-pertimbangan tentang relativisme antar-kebudayaan
      1. Kecenderungan untuk mengisolasikan manusia modern
      2. Pendefinisian masa-berlakunya kebudayaan secara terlampau sempit
      3. Kecenderungan untuk mem-pasifkan iman atau teologia Kristen berhadapan dengan kebudayaan modern
    3. Ide tentang kekonstanan tabiat manusia
      1. Pandangan tradisional Kristen mendukung konsep kekonstanan tabiat manusia
      2. Perobahan tabiat dan perobahan situasi
      3. "Analogi situasi" sebagai prinsip penafsiran atau penerapan bahan Alkitab
    4. Beberapa pertimbangan-tambahan tentang keradikalan baru
      1. Aspek falsafi keradikalan baru
      2. Perbandingan relativisme-antar-kebudayaan dengan keneo-orthodoxan
      3. Perbandingan lanjutan antara relativisme-antar-kebudayaan dan teologia Bultmann
      4. Prinsip bahwa konsensus pemikiran gereja sendiri menjadi standard untuk gereja
  4. TANGGAPAN SEMENTARA TERHADAP KERADIKALAN BARU
    1. Unsur kekuatan: protes terhadap keganjilan-keganjilan yang implisit termaktub dalam konsep kewibawaan Alkitab
    2. Unsur yang kurang kuat: ditekankannya relativisme-antar-kebudayaan
    3. Apakah ada alternatif terhadap keradikalan baru itu?
    4. Sanggupkah keradikalan baru itu menghasilkan suatu teologia yang positif?

PASAL IV. ALKITAB SEBAGAI BAHAN KESUSASTERAAN

  1. ALKITAB SEBAGAI MITOS-DASAR AGAMA KRISTEN
    1. Definisi "mitos" sebagai kategori kesusasteraan
    2. Unsur faktualitas dan unsur kesusasteraan dalam Alkitab
    3. Ditekankannya unsur kesusasteraan tidak timbul dari ketidak-percayaan
    4. "Mitos-mitos kesusasteraan": Terjadinya dunia, Kelahiran Tuhan Yesus, Kebangkitan Tuhan Yesus
    5. Pemakaian bahan Alkitab secara liturgis dan secara meditatif
    6. Typologi dan alegorisasi
    7. Pendekatan "apresiasi kesusasteraan" sebagai milik-bersama gereja dan masyarakat
    8. Pendekatan teologis dan pendekatan "apresiasi kesusasteraan" saling melengkapi
  2. TIGA KEMUNGKINAN PENDEKATAN TERHADAP PENYELIDIKAN ALKITAB
    1. Tiga sasaran: keterangan-obyektif; pikiran pengarang; apresiasi kesusasteraan
    2. Integrasi tradisionil antara ketiga faktor itu
    3. Keterpisahan ketiga faktor itu pada masa kini
      1. Ditekankannya kewibawaan Alkitab
      2. Ditekankannya aspek-aspek kesusasteraan
  3. PEMAKAIAN ALKITAB SECARA LITURGIS DAN MEDITATIF
    1. Titik-titik persamaan dengan pendekatan "apresiasi kesusasteraan"
    2. Titik-titik perbedaan dengan pendekatan "apresiasi kesusasteraan"
    3. Nisbah antara liturgi, faktualitas, den teologia
  4. ALKITAB SEBAGAI BAHAN PUITIS-SIMBOLIS
  5. PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PENGAPRESIASIAN KESUSASTERAAN UMUM
    1. Pendapat D.E. Nineham
    2. Beberapa tanggapan terhadap pendapat D.E. Nineham
      1. "Tafsiran yang paling tepat atas karangan kesusasteraan ialah karangan kesusasteraan itu sendiri"
      2. "Tiap-tiap karangan kesusasteraan mengandung kemajemukan makna"
      3. Keberatan terhadap penentuan "makna definitif" karangan kesusasteraan
      4. Jalan tengah: Kemajemukan makna dalam batas-batas tertentu
      5. Hubungan "makna untuk masa lampau" dan "makna untuk masa kini"
  6. KESIMPULAN-KESIMPULAN
    1. Keuntungun-keuntungan dalam pendekatan "apresiasi kesusasteraan"
    2. Bahaya bahwa "apresiasi kesusasteraan" mengaburkan hasil-hasil penyelidikan kritis-historis
    3. Kenetralan-teologis pendekatan "apresiasi kesusasteraan"
      1. Segi-segi positif
      2. Segi-segi negatif

PASAL V. PERISTIWA DAN PENAFSIRAN: ALKITAB SEBAGAI BAHAN KETERANGAN

  1. PENDAHULUAN
  2. ALKITAB SEBAGAI BAHAN KESAKSIAN UTAMA TENTANG "PERISTIWA-PERISTIWA PENYELAMATAN"
    1. Penyataan bukanlah terletak dalam Alkitab, melainkan dalam peristiwa-peristiwa yang dilaporkan Alkitab
    2. Unsur-unsur ketidak-telitian dalam laporan-laporan Alkitab
    3. Unsur-unsur subyektif dalam laporan-laporan Alkitab
    4. Kesimpulan
  3. KEBERATAN-KEBERATAN TERHADAP PENDAPAT BAHWA ALKITAB MERUPAKAN "KESAKSIAN TENTANG PERISTIWA-PERISTIWA PENYELAMATAN"
    1. Konsep "Alkitab = Kesaksian" tidak membuktikan kedefinitifan kanon Alkitab
    2. Konsep tentang rentetan "peristiwa penyelamatan" mempersempit lapangan karya Allah dalam sejarah atau dunia
    3. Status Alkitab sebagai sumber historis tidak menjamin kewibawaannya sebagai norma teologis
      1. "Kewibawaan sumber sejarah" lain dan pada "kewibawaan norma teologis"
      2. Kadang-kadang ada jarak-waktu antara peristiwa dan laporan
      3. Bahan dapat digeser dari statusnya sebagai sumber yang utama atau unik
      4. Ada bahan sekunder dalam Alkitab
      5. Kesimpulan
    4. Nisbah antara peristiwa dan penafsirannya
      1. Tiga jenis "peristiwa"
        1. Karya Allah melalui tindakan manusia-agen/pelaku
        2. Peristiwa berupa "mujijat"
        3. "Peristiwa" yang bersifat legenda
      2. Kekaburan dalam pemakaian istilah "karya penyelamatan"
        1. Karya Allah yang obyektif? atau "Pola pemikiran yang memakai konsep "Allah berkarya/bertindak, berbuat"?
        2. Hubungan "Karya Allah" dengan bahan legenda
        3. Titik-titik persamaan antara "peristiwa-penyelamatan" dan "mitos-dasar"
    5. Konsep "peristiwa penyelamatan" dan penentuan skriptura
    6. Konsep "peristiwa penyelamatan" tidak membuktikan kedefinitifan kanon
      1. Banyak bahan Alkitab yang bukan laporan peristiwa
      2. Ada tafsiran-tafsiran alternatif tentang peristiwa-peristiwa tersebut, disamping tafsiran Alkitabiah
      3. Bukan "peristiwa beserta penafsirannya" yang merupakan norma, melainkan teologia Alkitab
      4. Argumentasi tentang "peristiwa-peristiwa penyelamatan" bersifat a priori
  4. KESIMPULAN

PASAL VI. PERANAN ALKITAB DALAM BIDANG TEOLOGIA

  1. TEOLOGIA ALKITAB SEBAGAI TEOLOGIA STANDARD
    1. Alkitab mengandung unsur teologia
      1. Alkitab tidak merupakan text-book dogma
      2. Alkitab bukanlah hanya "bahan agamawi"
      3. Teologia explisit dan implisit dalam Alkitab
    2. Pusat perhatian beralih dari "Alkitab sebagai sumber keterangan" kepada "cara-pemikiran pengarang Alkitab"
    3. Nisbah antara teologia dan rekonstruksi sejarah
      1. Hubungan antara laporan peristiwa-peristiwa Alkitabiah, dan cara-pemikiran pengarang Alkitab
      2. Motivasi baru dalam usaha merekonstruksikan peristiwa-peristiwa Alkitabiah
    4. Apakah teologia wajib dibangun atas dasar Alkitabiah?
      1. Pendirian mazhab neo-orthodox
      2. "Kewibawaan" dan kebebasan pemikiran falsafi
    5. Berbagai kemungkinan tentang bentuk atau kerangkaian teologis
    6. Teologia sebagai perumusan iman Kristen dalam bahasa dan kategori-kategori pemikiran modern
    7. Pengenaan norma (Alkitab) dalam proses berteologia
    8. Hubungan hermeneutis antara skriptura dan teologia
      1. Metoda penafsiran ditentukan oleh Alkitab sendiri
      2. Alkitab sebagai "mahkamah tertinggi"
      3. Interaksi bolak-balik antara Alkitab dan metoda penafsiran
    9. "Kekhasan" pola-pola pemikiran Alkitabiah
      1. "Kekhasan" itu relatif
      2. "Kekhasan" dan perbandingan agama
      3. "Kekhasan" dan Kanon
    10. Keseluruhan Alkitab dan bagian-bagiannya
      1. Kewibawaan itu terletak dalam keseluruhan Alkitab
      2. Kekhasan tiap-tiap bagian Alkitab
      3. "Kesatuan Alkitab" bukan landasan, melainkan sasaran
    11. Pemakaian Alkitab secara "agamawi" dan relevansinya untuk teologia
      1. Penjelasan David Kelsey
      2. Pembahasan penjelasan Kelsey
        1. Pengaruh-agamawi skriptura
        2. Pandangan-pandangan agamawi perlu disoroti secara kritis
      3. Contoh-kesimpulan
  2. BEBERAPA POLA TENTANG PENGARUH ALKITAB TERHADAP TEOLOGIA
    1. Penggolongan cara-cara pemakaian Alkitab dalam argumentasi, menurut "pola-pola logis"
    2. Penggolongan menurut konteks-konteks aktual di mana Alkitab dipakai
      1. Konteks teologia
      2. Konteks etika
      3. Konteks prakteka
    3. Penggolongan menurut isi bahan Alkitab
      1. Rumusan-rumusan teologis dan non-teologis
      2. Rumusan-rumusan yang berdasarkan pengetahuan-langsung, dan yang bukan demikian
      3. Pembedaan maksud-umum dan detail-detail perõkop
      4. Pembedaan inti-maknawi perikop dan bentuk-lahiriahnya
      5. Pembedaan "ipsissima verba" Allah atau Yesus dan FirmanNya yang dilaporkan
        1. Ipsissima verba Yesus dalam penyorotan kritik-historis
        2. Patutkah ipsissima verba Yesus mendapat prioritas?
          1. "Patut"
          2. Tidak patut
          3. Posisi menengah
        3. Nisbah antara ipsissima verba dan pribadi Yesus
          1. Ipsissima verba mempunyai kewibawaan yang khas
          2. Hubungan pengajaran dan pribadi atau karya Yesus
          3. Keunikan Yesus terletak dalam hubungan antara pengajaranNya dalam pengalaman-hidupNya
        4. Pembedaan antara "Firman Tuhan" dan "sabda Paulus" dalam surat-surat kiriman
        5. Kesimpulan: Keutamaan ipsissima verba tidak perlu dimutlakkan
  3. PENUTUP
    1. Analisa C.D. Kaufman
    2. Perlunya suatu penjelasan logis-akaliah tentang status Alkitab dalam gereja

PASAL VII. DASAR UNTUK MEMBANGUN

  1. FAKTOR-FAKTOR SITUASI MASA KINI BERKENAAN DENGAN MASALAH STATUS ALKITAB
    1. Hambatan-hambatan terhadap pemakaian: Alkitab secara lebih luas di gereja masa kini
    2. "Neurosis kewibawaan" sudah mereda
    3. Norma-teologis bukanlah titik-tolak proses, melainkan buah proses berteologia
    4. Teologia-modern bersifat majemuk
    5. Konteks-oikumenis teologia modern
  2. PRINSIP-PRINSIP DASAR TENTANG STATUS ALKITAB DALAM TEOLOGIA MODERN
    1. Masalah struktur atau dasar teologia dianggap persoalan terbuka
    2. Dua pra-syarat dalam menyusun teologia yang khas Kristen
    3. Status Alkitab adalah implisit dalam struktur agama Kristen atau Yahudi
  3. PROSES PEMBENTUKAN SKRIPTURA
    1. "Pola-klasik" merupakan buah proses pertumbuhan tradisi
    2. Akibat-akibat terbentuknya skriptura
      1. Pembekuan tradisi
      2. Penyempitan tradisi
      3. Lahirnya tradisi lisan di samping skriptura
      4. Munculnya masalah kanon
    3. Bertahannya proses pembentukan skriptura
      1. Pengertian kita didasarkan atas peninjauan terhadap proses yang sudah selesai
      2. Pertautan periode-Alkitabiah dan periode post-Alkitabiah
      3. Tradisi semakin merupakan penafsiran skriptura
  4. PENGARUH PROSES PEMBENTUKAN SKRIPTURA TERHADAP STATUS ALKITAB
    1. Prinsip-prinsip umum
      1. Status Alkitab berlandaskan keputusan sejarah
      2. Alkitab sebagai "pola-klasik" iman-keagamaan Kristen atau Yahudi
    2. Pokok-pokok yang mendetail
      1. Mutu-kesusasteraan Alkitab
      2. Pembentukan skriptura adalah proses manusiawi
      3. Unsur ketak-sempurnaan dan distorsi dalam Alkitab
      4. Hubungan konsep "penyataan" dan konsep "pola-klasik"
      5. Alkitab sebagai "sabda Israel" atau "sabda tokoh-tokoh gereja-awal"
      6. Hubungan "pola-klasik" dan berakhirnya proses penyataan
        1. "Kristus menjadi puncak proses penyataan"
        2. Beberapa kejanggalan dalam konsep "puncak penyataan" itu
          1. "Peristiwa Kristus" bukanlah "puncak" melainkan penyataan unik
          2. Obyektivitas atau historisitas Yesus, dibandingkan dengan "peristiwa-peristiwa penyataan" yang mendahuluiNya
          3. Jurang yang tak dapat dijembatani antara tradisi dan "peristiwa-peristiwa penyataan" yang melandasi tradisi
        3. Pendekatan "eskatologis": Alkitab bukanlah hasil proses, melainkan landasan proses penyataan
      7. Pandangan Alkitab sendiri tentang status Alkitab
      8. "Penyataan berbentuk pengalimatan" dan "penyataan perorangan"
        1. "Penyataan Diri Allah" dan status-logis pengalimatan Alkitab perlulah dibedakan
        2. Pemisahan yang salah
        3. Penyerangan-penyerangan terhadap konsep "penyataan berbentuk rumusan-rumusan informatoris"
          1. "Rumusan informatoris" dianggap identik dengan "kebenaran abadi"
          2. "Rumusan informatoris" dianggap identik dengan "rumusan abstrak"
        4. Masalah pokok: fungsi "rumusan-rumusan informatoris" yang sebenarnya
        5. "Penyataan berbentuk pengalimatan" dan fundamentalisme
        6. Kesimpulan
      9. Nisbah skriptura dan tradisi
        1. Pengertian Katholik: skriptura dan tradisi saling melengkapi
        2. Pengertian Protestan: tradisi dapat menyeleweng
        3. Pengertian modern: Baik skriptura maupun tradisi mengandung ketidak-sempurnaan
        4. Untung-ruginya pembekuan/membekukan tradisi menjadi skriptura
      10. Efek-efek negatif ide "kewibawaan Alkitab"
        1. Kesembronoan dalam menafsir
        2. Legalisme Alkitab
        3. Penyamaan pandangan pribadi dengan pandangan Alkitab
      11. Alkitab perlu dibaca secara kritis, karena mengandung unsur distorsi
      12. Masalah "pengilhaman tradisi"
        1. Pembentukan tradisi atau skriptura sebagai akibat samping dari tugas-kepemimpinan
        2. Allah menyertai pemimpin "melalui RohNya"
          1. Roh menerangkan makna penyertaan Allah itu
          2. Roh mendampingi reflexi dan karya manusia

PASAL VIII. TEOLOGIA DAN PENAFSIRAN

  1. PEMIKIRAN TEOLOGIS HARUS BERSIFAT KONSTRUKTIF
    1. Bahan-bahan yang dimanfaatkan dalam menyusun teologia: Alkitabiah dan non-Alkitabiah
      1. Bahan teologia yang implisit dalam Alkitab perlu dirangkaikan
      2. Keaneka-ragaman bahan Alkitab menuntut penyeleksian dan pengaturan
      3. Penyusun teologia patutlah memanfaatkan bahan Alkitab secara kritis
      4. Peranan kredo-kredo dalam penyusunan teologia
    2. Peranan "teologia-teologia Alkitabiah" dalam proses penyusunan teologia yang menyeluruh
    3. Unsur-unsur falsafi dan Alkitabiah saling melengkapi
  2. PERANAN ALKITAB DALAM HOMILETIKA
    1. Alkitab menjadi "pola-klasik" dalam pelaksanaan tugas homiletik
    2. Keutamaan "mitos-dasar" atas "kerangkaian teologia" dalam pengkhotbahan
    3. Pemanfaatan distorsi-distorsi Alkitab dalam pengkhotbahan
    4. Perlukah khotbah berlandaskan Alkitab?
      1. Pada prinsipnya, sebaiknyalah demikian
      2. Bahan Alkitabiah dalam liturgi itu perlu diuraikan dalam khotbah
      3. Dalam uraian berdasarkan situasi kontemporer, dasar Alkitabiah adalah implisit
      4. Kemajemukan metoda homiletik sejajar dengan kemajemukan corak teologia
      5. Dua pertimbangan praktis mengenai uraian-uraian berdasarkan situasi kontemporer
        1. Kesan "imperialisme kristiani (kristen)" perlu dicegah
        2. Kesanggupan atau bakat pengkhotbah perlu dipertimbangkan
  3. PENERAPAN BAHAN KUNA KEPADA JAMAN MODERN
    1. Relevansi Alkitab untuk manusia modern
      1. Kekunaan Alkitab
      2. Alkitab tidak langsung relevan, melainkan membangun iman yang relevan
      3. Hubungan konsep "relevansi Alkitab" dan konsep "Alkitab sebagai buku referensi"
      4. Alkitab: dokumen kuna yang ditangani manusia modern
    2. Masa lampau - masa kini - masa depan
      1. Ditekankannya "kenormatifan Alkitab" menempatkan norma gereja di masa lampau
      2. Pengambilan keputusan berlangsung pada masa kini
      3. Penggenapan perjanjian-perjanjian Alkitab terletak di masa depan
    3. Konsep "penyataan progresif"
      1. Pendefinisian istilah
      2. Beberapa ciri-negatif konsep "penyataan progresif"
        1. Ditekankannya "puncak-puncak" penyataan Alkitabiah
        2. Pemakaian konsep secara apologetis
        3. Penerapan konsep secara selektif
      3. Segi-segi positif konsep "penyataan progresif"
  4. KEORTHODOXAN DAN KEBIDATAN
    1. Alkitab sebagai "standard keorthodoxan"
    2. Pergumulan-teologis yang tergambar dalam Alkitab
    3. Teologia dan "anti-teologia" dalam Alkitab
    4. Sumbangan antiteologia-antiteologia kepada teologia-teologia Alkitab

PASAL IX. PEMBATASAN DAN PENYELEKSIAN

  1. PENDAHULUAN
  2. PEMBENTUKAN DAN PEMBATASAN-JUMLAH KITAB-KITAB DALAM ALKITAB
    1. Latarbelakang pembentukan kanon
      1. Cara-cara pengolahan bahan, sampai menjadi kitab-kitab definitif
      2. Flexibilitas yang mula-mula dalam daftar kitab-kitab definitif
      3. Kitab-kitab Apokrif
        1. Batas-batas kategori "Apokrif"
        2. Tiga cara penurun-alihan kitab-kitab Apokrif
    2. Masalah-masslah pokok
      1. Pertautan kategori "kanonik" dan "apokrif"
      2. Unsur kebetulan dalam penentuan batas-batas kanon tidaklah menjadi soal
      3. Bolehkah gereja mengubah kanon?
      4. Perbedaan konsep "skriptura" dan konsep "kanon"
    3. Kesimpulan
  3. PENYELEKSIAN DAN PENGATURAN BAHAN ALKITAB SECARA INTERN
    1. Pengaruh tradisi gerejani atau akademis terhadap penilaian dan penafsiran bahan Alkitabiah
    2. Ketidak-rataan bahan-bahan Alkitabiah
    3. Pengakuan-iman-pengakuan-iman sebagai sarana pengaturan bahan Alkitabiah
    4. Usaha "teologia Alkitabiah" untuk mengatur bahan Alkitab
      1. Usaha mencari "teologia-inti" yang disodorkan oleh Alkitab sendiri
      2. Kesulitan-kesulitan yang menghambat usaha tersebut
      3. Hasil positif yang dicapai melalui usaha itu
    5. Pengutamaan tema-tema tertentu dalam Alkitab
    6. "Kanon-inti" dan "bahan-inti"
      1. Pendefinisian istilah-istilah
      2. Keberatan-keberatan terhadap konsep-konsep tersebut
      3. "Tema-tema inti" tak boleh diutamakan secara permanen
      4. "Tema-tema inti" tak boleh dikecualikan dari penyorotan kritis
  4. "Titik-titik penyambung"
    1. "Titik-titik penyambung" boleh bersifat Alkitabiah atau nonAlkitabiah
    2. Adanya "Titik-titik penyambung" tidak menghambat proses penyeleksian dan pengaturan
  5. Pengaruh kritik-historis terhadap proses penyeleksian
    1. Kemajemukan lapis-lapis bahan Alkitabiah
    2. Penafsiran lapis-lapis tersebut
    3. Keutamaan teks-definitif
  6. Nisbah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
    1. Kecenderungan modern untuk menurunkan derajat Perjanjian Lama
    2. Kaitan kecenderungan tersebut dengan sikap "fundamentalis"
    3. Pada prinsipnya, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sederajat, dan berdiri sendiri-sendiri
    4. Perbedaan fungsi antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
    5. "Allahnya Israel" dan "Yesus dari Nazaret"
    6. Apakah sepatutnya riwayat Yesus dihisabkan kepada Perjanjian Baru atau kepada Perjanjian Lama?

PASAL X. KATA DAN MAKNA, HURUF DAN ROH

  1. PENAFSIRAN HARFIAH
    1. "Harfiah" tidak identik dengan "fundamentalis"
      1. Fundamentalisme lebih mementingkan ketak-mungkinan-salah daripada keharfiahan
      2. Fundamentalisme melawan kritik-sumber-sumber Alkitabiah, yang berakar dalam pendekatan harfiah
    2. Penafsiran harfiah yang langsung menyelidiki obyek-obyek yang disinggung dalam nats (Sudut A dalam segitiga)
      1. "Harfiah" lawan "alegoris"
      2. "Harfiah" berarti "mendetail"
      3. Dua catatan tambahan
        1. Alegori juga sering terikat kepada detail-detail nats
        2. Alasan-alasan memilih pendekatan harfiah atau non-harfiah
    3. Pendekatan harfiah, bila Alkitab dianggap naskah-teologia kesusasteraan (Sudut B dan C dalam segitiga)
      1. Bentuk-harfiah nats membuka pengertian tentang latar belakang atau pemikiran pengarang
      2. Ditekankannya "pemikiran pengarang" meningkatkan peranan detail-detail nats
      3. Detail-detail menyõnggung pemikiran pengarang secara langsung, dan menyinggung obyek nats secara tidak-langsung
    4. Masalah pokok bukanlah "penafsiran harfiah" melainkan "penafsiran yang mendetail"
      1. Keuntungan-keuntungan dalam penafsiran yang mendetail
        1. Ciri-ciri tiap pengarang mendapat perhatian
        2. Kemajemukan lapis-tradisi mendapat perhatian
        3. Keanekaragaman bahan Alkitab menjadi sumber makanan rohani
        4. Kesimpulan-kesimpulan umum sepatutnyalah berdasarkan pembahasan detail-detail
        5. Pembedaan detail yang bermakna dan detail yang kurang
      2. Alkitab tidak mengutarakan
      3. Pembahasan prinsip: "Huruf mematikan, roh menghidupkan"
      4. Kesimpulan: "rumusan-kalamiah" tidak bertentangan dengan "makna"
  2. KESIMPULAN UMUM
    1. Keilhaman: Skriptura diilhamkan, namun berstatus "mungkin salah" juga
    2. Firman Allah: Alkitab adalah kristalisasi tradisi umat Allah dan sarana penyampaian Firman Allah
    3. Kewibawaan: konsep kewibawaan kurang sesuai dengan cara berfungsinya struktur teologia modern
    4. Fungsi: Konsep fungsi dapat membina saling-pengertian, dan sesuai juga dengan kemajemukan teologia modern
    5. Landasan Kesatuan Alkitab

CATATAN KAKI


Alkitab di Dunia Modern (The Bible in the Modern World) Prof. James Barr Terjemahan Dr. I.J. Cairns BPK/8331086/7 Penerbit BPK Gunung Mulia, 1979 Kwitang 22, Jakarta Pusat

Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team