|
ANOTASI-ANOTASI
Ayat Cahaya
Ayat Cahaya dalam al-Qur'an sendiri (Q.s. an-Nur:
35) menyatakan bahwa ia adalah sebuah kiasan dan bahwa makna
batinnya harus dipahami secara metaforis.
Ide iluminisme dan khususnya analogi Pelita dalam Sufisme
dan turunannya, berasal dari ayat ini. Itulah pemindahan
makna alegoris pelita yang membentuk sebagian pengalaman
esoteris Sufi, karena Pelita harus dialami, segera setelah
kesadaran individual mampu memahaminya.
Bunyi Ayat Cahaya itu sebagai berikut:
"ALLAH adalah Cahaya langit dan bumi.
Cahaya-Nya laksana sebuah lampu di dalam ceruk. Pelita
itu berada di dalam kristal, cahayanya laksana sebuah
Bintang yang berkilauan. Pelita itu menyala dari minyak
sebuah pohon berkah, yaitu pohon zaitun yang tidak
(tumbuh) di Timur dan di Barat. Minyaknya menyala dengan
sendirinya meskipun tidak disentuh api. Cahaya di atas
cahaya."
Ayat ini menunjukkan esensi Sufisme dan
mengungkapkan watak kognisi dari dimensi ekstra kesadaran
manusia yang berasal dari luar intelek.
Itulah pokok kajian dari karya agung al-Ghazali,
Misykat al-Anwar, seorang Sufi klasik.
Bahasa-bahasa
Meskipun mendalami dengan baik bahasa Arab, banyak
Manusia Bijak Sufi menolak untuk menggunakannya kecuali
ketika mereka ingin menggunakannya untuk tujuan khusus.
Secara tradisional, mereka mematuhi praktik ini, bahkan
dalam lingkungan-lingkungan tempat sebuah pengetahuan
tentang bahasa Arab yang dianggap sebagai hal sangat penting
bagi seorang yang berbudaya dan terpelajar. Akibatnya,
beberapa guru terbesar dari waktu ke waktu dianggap kurang
berpendidikan oleh para pengamat sastra. Ada banyak kisah
tentang hal ini. Alasan-alasan tidak menggunakan bahasa Arab
itu adalah: (1) Jika Sufi mengikuti "langkah
tercela" pada saat tertentu, maka ia menganggap hal itu
penting untuk menguji perasaan yang berlawanan dari para
pendengarnya. Ini adalah hal terbaik untuk suatu kesadaran
bahasa yang tinggi dari orang-orang seperti bangsa Arab,
tanpa berbicara dengan bahasa mereka --dari sudut pandang
mereka yang mempunyai kelemahan serius. (2) Karena supremasi
gagasan baku dari bahasa Arab, Sufi harus membebaskan
individu dari asumsi bahwa setiap tokoh harus berbicara
dengan bahasa Arab. (3) Sufi tidak bisa dipaksa mengikuti
pola budaya skolastik yang dirancang orang lain tanpa
menyesuaikan ajarannya sendiri. (4) Tidak ada
keadaan-keadaan yang sangat berbeda ketika komunikasi tidak
diindikasikan secara verbal melalui metode biasa.
"Keadaan" Sufi itu menunjukkan kepadanya tentang
hal ini. Untuk manusia biasa, pemurnian persepsi itu tidak
mungkin. Oleh karena itu, ia berlaku serampangan untuk
mengomunikasikan informasi dan gagasan dengan asumsi bahwa
ketika orang-orang bertemu, kemampuan linguistik mereka
adalah sesuatu yang baik dan penting.
Menurut sebuah riwayat,1
Sufi dan Syekh besar dari Khurasan, Abu Hafs al-Haddadi
tidak mengetahui bahasa Arab. Ia berbicara melalui para
penerjemah. Namun ketika ia pergi ke Baghdad mengunjungi
sejumlah tokoh seperti Junaid, ia berbicara dengan bahasa
Arab secara sangat fasih sehingga dirinya tidak tersamai.
Ini adalah kisah tipikal. Karena Sufisme lebih penting
daripada hal lainnya, Sufi akan menerapkan teknik tersebut
untuk pengembangan dirinya sendiri dan mengombinasikannya
dengan dampak yang dihasilkan dengan cara lain. Bantuannya
tidak pernah ditujukan untuk mencapai reputasi akademis.
Mereka yang memandang Sufisme sebagai sebuah kultus Persia
dengan penganutnya yang menunjukkan kebencian kepada
orang-orangArab dan berupaya mereduksi arti penting bahasa
Arab sebagai salah satu teknik mereka, sebenarnya keliru
memahami peran bahasa dalam Sufisme. Sementara beberapa
teknik serupa ternyata menggunakan bahasa selain bahasa
Arab.
Bahasa Sakral
Bahasa Arab klasik adalah ragam bahasa Arab yang
digunakan oleh suku Quraisy, para penjaga Ka'bah
turun-temurun dan yang Nabi Muhammad saw termasuk
keturunannya. Jauh sebelum bahasa Arab dianggap sebagai
kalam suci karena ia adalah wacana al-Qur'an, ragam
bahasa ini adalah bahasa kelompok agamawan Mekkah, sebuah
kelompok keagamaan yang mempunyai sejarah keagamaan sejak
Adam dan Hawa. Sebagai bahasa paling jelas dan primitif
diantara bahasa Semit, bahasa Arab mempunyai ciri-ciri
konstruksi bahasa yang orisinal. Ia dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip matematis --suatu fenomena yang tidak
berkaitan dengan bahasa lainnya. Analisa Sufi dari konsep
dasarnya menunjukkan bahwa gagasan-gagasan khas di awal atau
keagamaan, maupun psikologis, secara kolektif berkaitan
sekitar sebuah aliran dalam ragam yang tampaknya logis dan
membebaskan serta hampir tidak bisa dilacak. Bahasa Arab
adalah bahasa paling dekat yang masih bertahan dengan bahasa
Semit, karena dari segi filologis, ia adalah bahasa milenium
yang lebih kuno (archaic) dibandingkan, misalnya, bahasa
Ibrani. Oleh karena itu, tata bahasa Ibrani didasarkan pada
analisa dari bahasa Arab, melalui suatu kajian berbagai
makna orisinal dari kata-kata Ibrani yang dinodai selama
penggunaan secara literal yang lama, namun diklaim kembali
oleh para sarjana Yahudi.
Barakah
Akar kata dan kata turunan (Bahasa Arab).
BaRK b- = berdiri, tinggal.
BaRK 'ala = duduk.
BaRRaK l- = ucapan selamat. (Dialek Syria).
BaRRaK 'ala = memberkati.
TaBARaK = mendapat berkah.
TaBaRRaK b- = menjadi tanda yang baik dari ...
BaRaK-at = anugerah, keleluasaan.
BiRK-at = kolam, telaga.
BaRIK = bahagia, hari-hari ceria.
BaRRAK = penggiling.
MuBARaK = diberkati.
BaRRaK = berlutut.
Carbonari Italia, asalnya suatu persaudaraan mistik,
menggunakan koinsidensi antara kata Arab barakah dan kata
Italia baracca. Kata yang terakhir ini artinya "sebuah
tempat perlindungan tanpa dinding-dinding, sebuah barak,
gudang, usaha". Mereka menggunakannya seperti istilah
Lodge (pondok). Pada bulan Juli 1957, John Hamilton
mempublikasikan sebuah makalah dalam Hibbert Journal dimana
ia mengusulkan bahwa kata barakah digunakan dalam bahasa
Inggris untuk mendenotasikan beberapa sifat orang atau
benda, seperti "kebajikan yang dipancarkan oleh Yesus
atau tabib besar lainnya". Profesor Robert Graves
secara independen mengatakan pendapat yang sama dalam sebuah
kuliah penting di Amerika. Presiden De Gaulle dari Prancis,
dalam perkataannya, "Saya mempunyai barakah,"
menggunakannya dalam pengertian kemampuan personal yang
dibutuhkan, karena pengertian kebutuhan mengacu pada
pelaksanaan misi atau tugas.
Bedil
Mirza Abdul Qadir Bedil yang hidup pada masa Raja India
Aurangzeb, secara luas diakui sebagai seorang guru Sufi di
India dan Asia Tengah. Kumpulan 31.000 syairnya yang luar
biasa dan orisinal telah dipublikasikan sekelompok
cendekiawan Afghanistan pada tahun 1962.
Berbagai Hubungan Saracen-Barat
Hubungan antara para penguasa Barat dan orang-orang
Saracen dalam berbagai bidang tertutup selama masa perang
antara dua kelompok itu. Charlemagne, pahlawan Kristen,
berperang sebagai sekutu dengan seorang penguasa Muslim.
Abdurrahman II dari Spanyol (821-852) mengutus seorang duta
--Yahya al-Ghazali-- menghadap Raja Norman. Richard the
Lionhearted (dalam bahasa Arab qalb an-nimr, keduanya adalah
istilah Sufi) menurut riwayat mengusulkan agar saudara
perempuannya sebaiknya menikah dengan saudara laki-laki
Saladin. Ia sendiri adalah janda Raja Sicilia yang
menggunakan ungkapan-ungkapan Sufi dalam berbagai
peraturannya. Saudara laki-laki the Lionhearted, John
(diasingkan pada tahun 1209) mengirim seorang duta dari
Inggris ke Khalifah Spanyol-Maroko dengan tujuan menawarkan
untuk memeluk agama Islam. Richard sendiri menikahi (pada
tahun 1191) Berengaria of Navarre yang mempunyai saudara
laki-laki, yaitu Sancho the Strong, seorang sekutu rahasia
dari Raja Spanyol Arab. Pada tahun 1211, John mempersiapkan
dukungan militer kepada orang-orang Albigensian yang tentu
saja dipengaruhi budaya Sufi. Isabella of Castile yang
dinikahi Edmund of Yorke, adalah keturunan Muhammad II dari
Sevilla. Pengaruh Sufi yang berasal dari Spanyol pada masa
ini termasuk tarian Morris. John of Gaunt yang mungkin
membawa para penari itu, adalah pendukung Chaucer yang
menerapkan ajaran-ajaran Sufi. Sementara istri Chaucer,
Philippa mungkin adalah istri ketiga Gaunt yang dinikahinya
pada tahun 1396. Penguasa Aragon adalah keturunan langsung
Raja Muslim Granada. Kini tercatat 50.000 orang Inggris
keturunan Bani Umayyah dari garis keturunan Pedro the Cruel.
Thomas Becket (1119-1170) sebagai Kanselor dan Dewan Agama
dari Canterbury, yang pekerjaan dan kematiannya dikaitkan
dengan spekulasi dari komitmen spiritualnya dan telah
mengangkat berbagai teori, menurut riwayat ia mempunyai
seorang ibu dari Saracen (Hitti, op. cit., hlm. 652, catatan
7). Syams ad-Duha adalah nama Arab dari seorang Putri
Inggris atau Skotlandia yang menikah dengan penguasa Maroko
Abu al-Hasan (1330-1380), the Mirinid. Kedua tokoh ini
dimakamkan di reruntuhan Shilla, dekat Rabat. Raja Yunani,
John Cantacuzenus memberikan putrinya kepada penguasa Turki,
Orkhan pada tahun 1346. Orkhan mengorganisasikan kalangan
Janissari (prajurit infantri Turki pada tahun 1329-1826),
sebuah pasukan elit yang mempunyai persekutuan dengan Guru
Sufi Haji Bektash. Dari sudut pandang Islam, tidak boleh
menawarkan perempuan Muslim kepada orang kafir, dan
perkawinan semacam itu adalah konfirmasi dari tradisi Timur
bahwa ada suatu pemahaman awal antara Muslim dan Kristen
dengan keluarganya yang mempunyai persekutuan rahasia. Namun
propaganda agama yang berhati-hati dan sinambung dari kedua
aliran itu telah memutuskan hubungan publik ini.
Dzikir
Kata dzikir (dilafalkan dalam bahasa non-Arab dengan
zikr) mengacu pada latihan tertentu yang dilakukan sejak
permulaan pendidikan darwis. Pada dasarnya kata ini berarti
"mengingat", dan maknanya adalah mengingat,
memperingati, berdoa. Maka "mengingat" sekarang
juga didefinisikan sebagai istilah dasar untuk aktivitas
religius para darwis. Tahap pertama adalah mengingat diri
setelah fungsi perubahan untuk satu keselarasan dengan
kesadaran yang lebih agung. Murid harus berdzikir dan
mengingat diri dengan berbagai cara, dengan melakukan
latihan ini dalam bentukyang paling awal, atau ia menjadi
sebuah "sebab yang tak dapat diharapkan". Beberapa
imitator Sufisme yang menyaksikan majelis Sufi, telah meniru
teknik ini. Hakim Sanai yang Agung menentang terlalu banyak
berdzikir, hal ini menunjukkan bahwa dzikir hanya digunakan
pada tahap pertama:
Zikr juz dar rahi mujahid nist;
Zikr dar majlisi musyahid nist.
"Dzikir harus dilakukan tanpa kecuali dalam
perjuangan; Dzikir, pengulangan tidak terdapat dalam
majelis pengalaman." (Taman Kebenaran
Berdinding).
Festival Misterius
Berbagai festival "tukang sihir perempuan"
dilaksanakan pada minggu kedua Februari, minggu pertama
Maret, minggu pertama Agustus dan minggu pertama November.
Festival ini tidak mengikuti musim maupun titik balik
matahari sebagaimana sebagian besar komentator
mengetahuinya. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa festival
ini harus diselenggarakan berdasarkan pada beberapa kalender
kuno versi binatang ternak. Semua ini sebenarnya adalah
hari-hari yang dirayakan oleh suku Aniza (dan suku Arab
lainnya) yang mengungkapkan perubahan musim di Teluk Persia
dan masih berlaku di sana. Padanan kata musim-musim itu
adalah:
Musim Semi, Rabi'
Musim Panas, Shaif
Musim Gugur, Kharif
Musim Dingin, Syita'.
Kebiasaan "tukang sihir perempuan" yang
berlawanan dengan arah jarum jam itu, pada umumnya dianggap
sebagai lawan jahat dari arah jarum jam keagamaan biasa,
adalah sejalan dengan kebiasaan mengelilingi Ka'bah
dalam ritual Islam. Para Sufi dan Muslim lainnya adalah
jamaah keagamaan satu-satunya yang melaksanakan ibadah
mereka dengan putaran itu.
Guru Sufi
Dalam diri manusia ada sebuah "khazanah". Ini
hanya bisa ditemukan dengan mencarinya. Khazanah itu
seolah-olah berada di dalam sebuah rumah (pola pikir yang
baku) yang harus dibongkar sebelum dicari. Di dalam rumah
"gajah di kegelapan", Rumi mengajarkan bahwa,
"jika ada cahaya di dalam rumah itu", keberagaman
mungkin tampak dalam apa yang sebenarnya kesatuan. Sementara
manusia hanya melihat bagian-bagian dari sesuatu karena
pikirannya dibakukan dalam sebuah pola yang dirancang untuk
melihat sesuatu yang terbagi-bagi.
Satu tugas guru adalah mengembangkan fakta ini bagi
muridnya. Rumi menggunakan hal ini dalam sebuah
syair:2
- Bongkarlah rumahmu, karena terpendam khazanah di
dalamnya,
- Dan engkau akan mampu membangun beribu-ribu
rumah.
- Khazanah terpendam di bawahnya, tidak ada
- pertolongan untuk menggalinya,
- Janganlah engkau mengabaikannya dan
janganlah
- serampangan mengambilnya!
- ...
- Hadiah itu adalah imbalan setelah membongkar
rumah.
- ...
- "Manusia tidak akan mendapatkan apa-apa jika
ia tidak bekerja."
- Dan engkau akan menggigit jari serta berseru,
"Sayang!
- Bulan purnama itu tersembunyi di balik
awan.
- Aku tidak berbuat apa yang dianggap mereka sebagai
kebaikanku,
- Kini rumah dan khazanah hilang, tanganku
hampa."
Hafizh
Khaja Syamsuddin Hafizh (secara harfiah Guru Matahari
Keimanan, sang Pelindung, Sosok yang memahami
al-Qur'an) wafat tahun 1389. Sebagai salah satu penyair
terbesar Persia, karyanya dikenal sebagai Penafsir Berbagai
Rahasia dan Percakapan tentang Yang Tak Tersentuh.
Koleksinya, Diwan, tampaknya dalam corak sensual
mengungkapkan berbagai pengalaman Sufi. Karya ini digunakan
sebagai sebuah buku teks dan juga (secara vulgar) untuk
tanda-tanda, dengan membukanya di sembarang halaman. Berawal
di Isfahan, keluarganya pindah ke Syiraz. Hari kematiannya
tersembunyi dalam sebuah syair yang tertera di pusaranya
dimana ia sendiri memberikan petunjuk tentang fakta bahwa
dirinya merahasiakan sandi angka yang digunakan para Sufi:
"Jika engkau ingin mengetahui ketika ia mencari tempat
di keremangan Mushalla, carilah tanggal (kematiannya) di
keremangan Mushalla." "Keremangan Mushalla"
(khak-i-Mushalla) mengungkapkan rahasia angka 791, angka
yang sesuai dengan kalender Muslim untuk tahun 1389. Hafizh
adalah guru dari para raja, namun tetap dicintai masyarakat.
Pengaruhnya masih tak tertandingi dalam kesusastraan
Persia.
Al-Hallaj
Husain bin Manshur al-Hallaj adalah martir Sufi
yangAgung. Seperti kebanyakan Orang Bijak, ia menggunakan
sebuah istilah keahlian sebagai nama keluarganya --Hallaj,
pemintal wool atau pemakai bahan kapas-- sehingga banyak
pengulas berasumsi bahwa hal ini menunjukkan bahwa ia
pedagang atau sebagai nama keluarga. Jubah kelompok Sufi dan
majelis mereka dengan tabir organisasi serikat adalah salah
satu alasan pilihan nama itu. Al-Ghazali, sang Pemintal dan
Aththar, sang Kimiawan adalah contoh lain. Namun para Sufi
selalu memilih nama-nama keahlian yang (melalui makna
gandanya) bisa diasosiasikan dengan komitmen mereka. Nama
Hallaj dipilih karena hubungan wool (shuf) dengan keahlian
itu, dan karena sebuah makna alternatif untuk akar kata HLJ
dalam bahasa Arab adalah "berjalan perlahan" atau "membiarkan
penerangan keempat".
Meskipun ia populer dengan nama Manshur, sebenarnya ini
adalah nama ayahnya, seorang Majusi kuno. Ia dihukum mati
pada tahun 922 atas pernyataannya, "Akulah
Kebenaran" (Ana al-Haqq), dan penolakan untuk mengakui
kesalahannya, menjadi ungkapan hujjahnya yang terakhir. Ia
dinyatakan sebagai ahli alkimia seperti kebanyakan Sufi dan
permusuhan kesusastraan yang luas menuduhnya sebagai sosok
munafik yang licik. Bagi para Sufi, diantara beberapa sosok
terbesar dari sahabat dan orang sezamannya, ia adalah salah
seorang guru terbesar mereka.
Ia melaksanakan berbagai pertemuan rahasia di rumahnya
dan menjadi sangat kuat karena ajarannya serta mempunyai
berbagai mukjizat. Pendek kata ia adalah ancaman politik. Ia
mengajarkan bahwa Sufisme adalah kebenaran internal dari
semua agama sejati dan karena ia menekankan arti penting
Yesus sebagai seorang Guru Sufi, ia dituduh sebagai penganut
fanatik ajaran rahasia Kristen. Salah satu tuduhan
terhadapnya adalah bahwa dirinya mempunyai sejumlah buku
yang secara menakjubkan diberi lambang dan dihiasi.
Pernyataannya bahwa Haji bisa dilaksanakan di mana pun
dengan berbagai pengabdian dan persiapan yang sesuai,
dianggap sebagai bid'ah yang mustahil. Al-Hujwiri
(Kasyful Mahjub) secara otoritatif membela al-Hallaj dengan
dasar-dasar bahwa semua hal yang dilakukan atau dinyatakan
para Sufi tidak bisa ditafsirkan dengan kriteria yang lebih
rendah. Menurutnya, upaya mengungkap Realitas dengan
istilah-istilah biasa adalah suatu kemustahilan. Demikian
pula, upaya itu tidak akan menghasilkan makna.
Pada hari Selasa, 26 Maret 922, al-Hallaj berjalan ke
tempat eksekusi karena menerima hukuman mati dari Khalifah
al-Muqtadir. Ia disiksa dan dianiaya, namun tidak
menunjukkan rasa takut sama sekali. Berikut ini doa
terakhirnya ketika ia masih bisa berbicara:
- "Ya Allah, aku bersyukur atas barakah yang
Engkau anugerahkan, sehingga aku mengetahui apa yang
tidak diketahui orang lain. Misteri-misteri ketuhanan
yang haram bagi orang lain adalah halal bagiku. Ampunilah
dan berilah kasih sayang atas hamba-hambaMu yang
bermaksud membunuhku ini. Apabila Engkau mengungkapkan
kepada mereka apa yang Engkau ungkapkan kepadaku, mereka
tidak akan melakukan hal ini."
Hitam dan Bijaksana
Pemakaian idiom "hitam" (black) di Eropa untuk
mendenotasikan sesuatu yang tidak menyenangkan, telah
mengaburkan makna khasnya, teknik pemakaian selama Abad
Pertengahan. Referensi mungkin dibuat untuk menggunakan ide
"gelap" (dark), sihir, untuk sesuatu yang
tersembunyi mungkin berasal dari sebuah jembatan untuk
membangun kembali pengertian konsep ini dalam kaitannya
dengan kebijaksanaan tersembunyi --dan juga karena perluasan
makna, berkaitan dengan kepemimpinan. Ka'bah (bangunan
berbentuk kubus, yang Suci) di Mekkah dilapisi warna hitam,
secara esoterik ditafsirkan sebagai suatu permainan kata FHM
yang dilafalkan dalam bahasa Arab, makna lainnya
"hitam" atau "bijaksana",
"pemahaman". Sementara kata Sayyid (pangeran)
dikaitkan dengan akar kata lain untuk arti kata hitam, yaitu
SWD. Demikian pula panji bendera Nabi Muhammad saw yang
orisinal berwarna hitam, secara kolektif berarti
kebijaksanaan, kekuasaan.
Hubungan berbagai pengertian ini tentu saja tidak
diperhatikan dalam terjemahan ungkapan Sufi: "Di dalam
Kegelapan, ada Tarekat" (Dar tariki, thariqat). Dampak
pandangan hitam-putih (cahaya-pemahaman-berasal dari
kegelapan) yang menurut riwayat diwarisi para Sufi dari
kejayaan masa kuno, menyimbolkan dualitas ini. Dengan
berbagai cara, ritual pertemuan Sufi melestarikan perubahan
cahaya dan kegelapan, hitam dan putih. Satu metode semacam
ini adalah menghamparkan pakaian hitam-putih di lantai ruang
pertemuan. Cara lain adalah memadamkan dan menghidupkan
lampu.
Jami
Mullah Nuruddin Abdurrahman Jami (secara harfiah Guru
Cahaya Iman, Hamba Kasih Sayang, dari Jam) lahir di Khurasan
pada tahun 1414 dan wafat di Herat pada tahun 1492. Menurut
kepercayaannya sendiri, Jami disucikan oleh kedatangan
sekilas Guru besar Muhammad Parsa, yang melalui tempat
kelahirannya ketika penyair ini masih bocah. Ia adalah
seorang guru dari Tarekat Naqsyabandiyah. Ajaran Sufinya
kadangkala ditampakkan dan kadangkala disembunyikan dalam
karya puitis atau lainnya yang luar biasa. Di antara
karya-karyanya, ada roman Salman dan Absal, kisah epik Yusuf
dan Zulaikha, kisah-kisah alegoris yang diantaranya termasuk
karya tulis terbesar dalam kesusastraan Persia. Karyanya
Abode of Spring mengandung materi pembaiatan yang sangat
penting. Jami adalah seorang pengembara yang agung, teolog,
ahli tata bahasa dan ahli sajak maupun sebagai teorisi
musik. Kemampuan intelektualnya muncul setelah belajar di
bawah bimbingan Guru Ali dari Samarkand dan segera diakui
oleh ilmuwan besar Romawi sebagai mengungguli dirinya. Dalam
sebuah pertemuan akbar, ilmuwan Romawi itu berkata,
"Sejak pembangunan kota yang sama sekali tidak sejalan
dengan pikiran ini dan penggunaannya, Jami muda pernah
melewati Oxus menuju Samarkand." Jami memilih nama
tempat kelahirannya sebagai nama samaran karena
mengungkapkan rahasia angka 54 yang bisa ditulis kembali
dengan ND. Kombinasi huruf ini dalam bahasa Arab mengandung
sejumlah pemikiran --berhala, oponen, lari, ramuan parfum--
dalam semua konsep puitis Sufi yang berkaitan dengan
"keadaan" atau "gerakan" Sufi.
Kematian dan Kelahiran
Kembali
Tema bahwa manusia harus "mati sebelum ia mati"
(Muhammad) atau bahwa ia harus "lahir kembali"
dalam kehidupan nyatanya, terdapat dalam banyak bentuk
kewaspadaan awal. Bagaimanapun, dalam banyak kasus, pesan
ini dipahami secara simbolis atau dipahami sebagai sebuah
ritual semata. Para Sufi percaya bahwa mereka bisa memahami
maksud orisinal dari ajaran ini. Untuk itu mereka menandai
tiga tahap utama dari inisiasi dalam proses
"kematian" itu. Dalam hal ini, sang calon murid
harus melalui beberapa pengalaman khas (secara teknik
diistilahkan "kematian"). Upacara inisiasi itu
hanyalah memperingati kejadian ini dan tidak secara
sederhana mendramatisasikannya sebagai sebuah simbol. Tiga
"kematian" itu adalah:
- 1. Mati Putih
- 2. Mati Hijau
- 3. Mati Hitam.
Pencapaian pengalaman spiritual yang mengacu pada
berbagai "kematian" itu adalah serangkaian latihan
psikologis atau latihan lainnya yang mencakup tiga faktor
berikut ini:
- Menahan nafsu dan mengendalikan fungsi fisik.
- "Kemelaratan", mencakup ketidaktergantungan
pada hal-hal material.
- Pembebasan emosi melalui beberapa latihan seperti
mengatasi berbagai rintangan yang bisa dihindari dan
"memainkan sebuah peran" untuk mengamati
berbagai reaksi lainnya.
Pendidikan murid di bawah seorang guru mengikuti sebuah
contoh khas dimana Salik diberikan berbagai kesempatan untuk
melatih kesadarannya dalam tiga tahapan itu. Lantaran
Sufisme menggunakan penataan "dunia" secara normal
sebagai sebuah latihan dasar, maka tiga tahap
"kematian" itu selalu melibatkan upaya-upaya khas
dalam komunitas manusia, dengan mencapai pengalaman
spiritual yang ditandai tiga kematian dengan "kelahiran
kembali" atau transformasi yang dihasilkannya.
Kesadaran
Komunikasi antara pikiran yang dibangun oleh Sufisme
mempunyai beberapa aspek. Dalam latihan tasarruf yang
"mencerahkan" individualitas, ada sebuah interaksi
pikiran. Hal ini digunakan oleh para Sufi untuk pengobatan.
Melalui teknik inilah sebagian besar cara pengobatan mereka
yang tak dapat dijelaskan ternyata efektif, disamping
beberapa penerapan teknik sederhana (lihat J. Hallaji,
"Hypnotherapeutic Techniques in a Central Asian
Community", International Journal of Clinical and
Experimental Hypnosis, Oktober 1962). Sementara teori Jung
tentang kesadaran kolektif telah dijelaskan oleh Ibnu Rusyd
dari Spanyol (1126-1198). Ia juga sering mengacu pada Rumi
dan makna serta kekuatannya adalah pokok perhatian para
Sufi. Rumi mencatat bahwa fenomena ini merupakan salah satu
kesadaran yang lebih tinggi: "Sifat kebinatangan adalah
bagian dari ruh; ruh manusia mempunyai satu jiwa". Ini
secara umum mengacu pada apa yang disebut sebagai "jiwa
yang agung".
Kultus Malaikat Merak
Kalangan Yezidi Iraq yang dikenal sebagai penyembah
setan, adalah suatu kultus rahasia dengan simbolismenya yang
membingungkan para murid selama berabad-abad, yaitu simbol
merak dan ular hitam. Namun tidak ada keinginan untuk
mengetahui masalah ini, yang ada hanya pengetahuan bahwa
kelompok itu didirikan oleh seorang Sufi terkenal dan bahwa
kita mengetahui bagaimana analogi puitis Sufi bekerja.
Seperti kelompok Sufi al-Banna, para pengembara atau Para
Penambang, kalangan Yezidi pada mulanya adalah sebuah
komunitas Sufi. Ritual-ritual mereka berkisar pada
penggunaan simbolisme Sufi yang baku dan lazim.
Malak thawuus yang berarti Malaikat Merak, sebenarnya
berarti: MaLaK, homonim MaLiK ("Raja", istilah
tradisional untuk seorang Sufi); dan ThAWUUS (Merak), yang
juga mempunyai kesamaan lafal dengan ThAWUUS (Tanah Hijau).
Bila tercatat bahwa MaLaK (Malaikat) digunakan dalam
pengertian al-Ghazali bahwa "malaikat adalah
fakultas-fakultas yang lebih tinggi dalam diri
manusia", mungkin bisa dipahami bahwa berhala kalangan
Yezidi yang terkenal itu hanyalah suatu kiasan dari dua
semboyan Sufi-perluasan "tanah", pikiran, melalui
fakultas-fakultas yang lebih tinggi itu. Dua kata ini
digunakan secara lahiriah dalam kultus Yezidi. Kalangan
Yezidi terbagi dalam berbagai kelompok yang menggunakan
gelar-gelar Sufi seperti pir (yang lebih tua), Fakir, Baba
(pemimpin).
Lady Drower, yang mempelajari kelompok Merak dari Iraq
dalam lingkungan tertutup itu, berpendapat tentang pendiri
kelompok ini, yaitu Syekh Adi bin Musafir (Putra sang
Pengembara, sebuah gelar Sufi): "Tidak ada yang bisa
diketahui tentangnya, ia hanya berbicara tentang ortodoksi.
Namun ia adalah seorang Sufi, sementara ajaran-ajaran
rahasia Sufisme selalu dianggap sebagai pantheisme dan
sekte-sekte Sufi dari agama kuno." (Peacock Angel,
London, 1941, hlm. 152).
Dalam menambahkan lambang merak itu, kalangan Yezidi
menggunakan gambar ular yang diwarnai hitam pekat. Warna
hitam ini menyimbolkan kata FAHM (arang, karbon). Jauh dari
fungsi sebagai simbol kejahatan atau tradisi regenerasi
kulit kuno sebagaimana diyakini, ular sendiri dipilih dengan
dasar-dasar yang sama seperti pemakaian lambang merak. Dalam
bahasa Arab, ular adalah HaYYaT Kata ini dekat dengan sebuah
lafal dari kata lain, yaitu HaYYAt yang artinya kehidupan,
dan menggunakan huruf Arab yang sama. Jadi arti ular hitam
adalah "Kebijaksanaan Hidup".
Seperti dalam organisasi Sufi lainnya, sistem Yezidi
berkembang luas di luar konteks budayanya dan menjadi suatu
tiruan di berbagai daerah. Sebuah cabang kultus yang
sebenarnya muncul untuk menentang lambang "malaikat
merak", dilaporkan ada di London pada tahun 1962. (A.
Daraul, Secret Societies, London, 1962).
Itulah kemerosotan simbolologi yang direfleksikan dalam
berbagai perhimpunan asing di Barat. Perkembangan maksud
yang sebenarnya itu selanjutnya menjadi wahana yang
digunakan untuk menghasilkan emosi komunal yang menggantikan
pengalaman batiniah.
Lathaif
Pengaktifan Organ-organ Persepsi khas (lathaif) adalah
sebagian dari metodologi Sufi yang analog dan seringkali
dirancukan dengan sistem chakra dalamYoga. Padahal ada
beberapa perbedaan penting. Dalam Yoga, chakra dan padma
dipahami sebagai pusat-pusat fisik di dalam tubuh yang
berhubungan dengan urat saraf atau jaringan saraf yang tak
tampak. Para Yogi pada umumnya tidak mengetahui bahwa
pusat-pusat ini hanyalah titik-titik perhatian,
formulasi-formulasi yang sesuai untuk pengaktifan itu
sebagai bagian dari hipotesis kerja teoritis. Baik Sufisme
maupun Kristianitas mempergunakan suatu teori serupa dari
segi ajaran esoteris dan mengombinasikannya dengan latihan
tertentu. Pergantian berbagai warna yang dipandang oleh ahli
alkimia dalam kepustakaan Barat, dapat dipandang sebagai
pengacuan pada konsentrasi atas lokalisasi jasmaniah
tertentu bila kita membandingkannya dengan kepustakaan Sufi
tentang berbagai latihan itu. Hal ini secara mengejutkan
mudah dibuktikan, meskipun tampaknya tak seorang pun di
Barat telah mencatat hubungan ini. Jadi dalam Sufisme,
lathaif terletak pada: Hati (qalb), warnanya kuning dan
tempatnya di sisi kiri tubuh. Jiwa (ruh), warnanya merah dan
tempatnya di sisi kanan tubuh. Kesadaran (sirr), warnanya
putih dan tempatnya di jaringan urat-urat. Intuisi (khafi),
warnanya hitam dan tempatnya di dahi. Persepsi kesadaran
yang mendalam (ikhfa), warnanya hijau dan tempatnya di pusat
dada. Dalam alkimia Barat, "pergantian warna yang
manifes" adalah sangat penting. Di kalangan ahli
alkimia Kristen, pergantian hitam-putih-kuning-merah sangat
dikenal. Suatu waktu akan dicatat bahwa pergantian yang
ditransposisikan ke dalam kesamaan fisik ini membentuk tanda
Salib. Oleh karena itu, latihan-latihan dalam bidang alkimia
membantu dalam mengaktifkan warna (lokasi-lokasi = lathaif)
dalam pembentukan salib itu sendiri. Ini adalah sebuah
adaptasi dari metode Sufi, yaitu sesuai dengan pengaktifan:
kuning-merah-putih-hitam-hijau. Sekali lagi, dalam alkimia,
pergantian itu kadangkala diberikan sebagai warna hitam
(abu-abu yang lebih gelap = perkembangan parsial dari
fakultas hitam, dahi) -- putih (jaringan urat, poin kedua
dari tanda Salib) -- hijau (sebuah alternatif Sufi untuk
sisi kanan dada) -- sitrin (sisi kiri dada,
"hati") -- merah (sisi kanan dada). Kadangkala
pada tahap kedua, sang "merak" (ragam warna)
tampil dalam kesadaran. Tanda yang dianggap penting oleh
ahli alkimia ini dikenal oleh para Sufi sebagai suatu
kondisi khas, tak ternilai dan terdapat di dalam pikiran
ketika kesadaran dipenuhi oleh pergantian warna atau
photisme. Itulah suatu tingkatan sebelum stabilisasi
kesadaran dan dengan langkah tertentu bisa dibandingkan
dengan warna ilusi yang dihasilkan halusinogen. Para Sufi
mengenakan pakaian (seringkali surban) dengan warna itu dan
berkaitan dengan perkembangan mereka dalam sistem khas ini.
Sementara para mahasiswa di bidang kimia dibiarkan
meraba-raba sebuah misteri yang sebenarnya tidak rumit jika
makna riilnya dipahami.
Masalah Irasionalitas
Individu yang dibesarkan dalam latar belakang budaya
Barat seringkali tidak mempunyai kemampuan ketika dihadapkan
pada masalah pengetahuan, karena terpaku pada persoalan
"menguasai dan dikuasai", dimana ia memberikan
tekanan yang kuat dan tanpa membeda-bedakan. Ia seringkali
menyadari "masalah" ini hanya dalam bentuk kasar
("menguasai atau dikuasai"), dan akar keahlian
sastra serta filsafatnya memberikan sedikit kemampuan untuk
memahami bahwa masalah itu berkisar pada asumsi bahwa tidak
ada kemampuan yang lebih kecil dibandingkan "perjuangan
atau diperjuangkan untuk". Sementara beberapa pengamat
Barat telah mencatat krisis esensial ini. Dengan judul utama
"Masalah Irasionalitas", para editor sebuah
simposium3
mengacu pada kaitan karakteristik berikut ini:
"... ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai hasrat
orang itu. Sebaliknya, kekhawatiran dikontrol orang lain
dengan konsekuensi kehilangan otonomi, diyakini sebagai hal
fundamental bagi konsepsi diri. Berbagai perbedaan ini
secara berlebihan dibesar-besarkan dalam pikiran gila, salah
satu gejala mental yang sangat parah dari manusia
Barat."
Mawar; Rosicrucian; Tasbih
Orang-orang Kristen mengadopsi istilah rosary (tasbih)
dari orang-orang Saracen. Untuk itu mereka menerjemahkan
kata al-wardia (secara harfiah berarti tukang cerita) dengan
kata lain, hampir sama dengan suara aslinya, sebuah kata
yang mengacu pada roser atau rosary (tasbih). Istilah
lengkapnya dalam bahasa Arab untuk rosary adalah al-misbat
al-wirdiat (Pendoa Pencerita atau Gambar Dekat). Istilah ini
(WRD) adalah istilah teknis khusus untuk latihan-latihan
khas dari para Sufi atau darwis. Penerjemahan Katholik
kedalam bahasa Latin untuk istilah ini tidak begitu banyak
terjadi kesalahan terjemahan sebagaimana suatu cara adopsi
puisi Sufi (atau hampir bersifat lambang) dengan menggunakan
kata serupa untuk menciptakan sebuah citra. Oleh karena itu,
kata wird digunakan oleh para Sufi secara puitis sebagai
WaRD (mawar). Perkembangan serupa terjadi pada istilah
Rosicrucian. Ini adalah terjemahan langsung dari akar kata
WRD ditambah kata cross (salib) dalam bahasa Arab, SLB.
Menurut bentuk aslinya, ungkapan itu berarti WRD (latihan)
plus SLB --"mengeluarkan saripati". Oleh karena
itu, hanya secara insidentallah SLB (yang juga berarti
"salib") mengacu pada ungkapan Rosicrucian. Namun
dengan memanfaatkan koinsidensi atau perbandingan puitis
ini, para Sufi menyatakan, "Kami mempunyai inti Salib,
sementara orang-orang Kristen hanya mempunyai kayu
salibnya," dan berbagai ungkapan serupa. Penerjemahan
ini menghilangkan maknanya. Sebuah tarekat darwis (Abdul
Qadir al-Jilani) dibentuk seputar gagasan Rose (Mawar) dalam
pengertian awal ini dan pendirinya dijuluki Mawar dari
Baghdad. Pengabaian latar belakang ini adalah tanggung jawab
dari berbagai spekulasi sia-sia tentang entitas Rosicrucian
yang hanya mengulang klaim mereka atas kekuasaan ajaran kuno
yang mengandung perkembangan paralel, yaitu alkimia. Ajaran
kuno ini juga disampaikan oleh Friar Bacon, dan ia sendiri
diklaim sebagai seorang Rosicrucian, ahli alkimia dan
iluminis. Asal-usul semua masyarakat Sufisme ini adalah
jawaban untuk pertanyaan termasuk aliran yang mana Bacon
didalamnya, dan apa sebenarnya ajaran rahasianya. Banyak
simbolisme Rosicrucian lainnya adalah simbol Sufi. Martin
Luther menggunakan lambang the Rose (mawar), Cross (salib)
dan Ring (cincin [halaqah Sufi]). Ini harus
disediakan untuknya sebagai seorang Sufi awal.
Miramolin
Penggantian gelar Arab pada Abad Pertengahan, Amirul
Mukminin (Pemimpin kaum Mukmin, Khalifah) di Spanyol dan
Afrika adalah Miramolin, suatu upaya mereproduksi suara dari
kata asalnya. Secara vulgar, dari sudut pandang bahasa
Spanyol, kata ini kedengarannya seolah-olah sebagai kata
majemuk yang tersusun dari kata "memandang"
(mirar) dan "sebuah penggilingan" (molino). Dengan
mentransposisikan pengertian "penggilingan" ini ke
dalam bahasa Arab sebagaimana dijelaskan oleh orang-orang
Moor keturunan Spanyol Arab yang diasingkan pada tahun 1490,
kita menemukan kata rahi. Apa makna lain dari kata rahi
dalam bahasa Arab?
- RAHI: Penggilingan; komandan sebuah pertempuran;
kepala suku; pasukan unta.
- MIRAt bermakna "perbekalan, gandum".
Penggilingan tempat Quixote diserang, melalui analogi
linguistik dan koinsidensi, sebuah giling, namun juga
bermakna "komandan sebuah pertempuran; kepala
suku", dan sebagainya.
Namun kita tidak mungkin mentransposisikan berbagai kata
majemuk itu ke dalam bahasa Inggris, karena humor bergantung
pada perpaduan suara. Lantaran bahasa Arab tidak dikenal
secara luas di Spanyol, pertukaran kata-kata Spanyol-Arab
ini tidak berlaku lagi dan hanya diingat dalam sekelompok
kecil orang-orang Maroko.
Miramolin Afrika, yang merepresentasikan unsur fanatik
dalam Islam, tidaklah populer (paling tidak demikian) di
kalangan Spanyol Arab dan Sufi.
Naqsyabandiyah
Naqsyabandiyah adalah salah satu Tarekat Sufi. Nama
Naqsyabandi secara literal berarti Pemahat, berdasar pada
analogi dari berbagai perkumpulan dan kelompok para Sufi
klasik awal, seperti Para Pembangun (al-Banna). Tarekat ini
mempunyai suatu cabang rahasia dan terbuka. Para penyair
Persia menggunakan kata naqsy (diagram, gambar, peta, dan
sebagainya) untuk mendenotasikan sebuah hubungan antara para
Sufi ini dengan seluruh "rancangan" perkembangan
manusia dimana Sufisme diyakini bisa membantunya. Rumi
menggunakan kata NAQSYjauh sebelum pendiri tarekat terkenal
ini (Bahauddin Naqsyabandi) mengajar di Bukhara. Ia
menyatakan, 'Aku seorang pemahat (NaQQASY), setiap saat
aku mencipta patung." (Diwan). Bahkan secara lebih awal
Khayyam menggunakan citra yang sama: "Dunia ini seperti
cincin, tentu saja kita adalah citra (NAQSY) dari
untaiannya." Tarekat Nagsyabandiyah mempunyai rantai
asal-usul spiritual kepada Nabi Muhammad saw melalui
sebagian besar guru klasik. Tarekat ini menyadari
dipengaruhi oleh seorang Sufi, hanya sebagian diungkapkan
dalam bentuk lahiriah sebagai sebuah madzhab darwis, yang
membantu melestarikan identitas budaya masyarakat. Ia sangat
berpengaruh di Turki hingga revolusi republik, dan
sebelumnya Turki dikuasai dinasti Ottoman maupun Mogul dari
masa ke masa. Ciri temporer dari madzhab Sufi ini, yang
menimbulkan pembentukan kembali dan perbedaan penampilan
dalam berbagai bidang, diacu oleh Rumi ketika ia mengatakan,
"Aku bukan air atau api, bukan pula angin topan. Aku
bukan citra dari tanah liat (MUNaQQISY): Aku menertawakan
mereka semua." (Diwan).
NSYR
- NaSyaR = menyebarkan, memperluas,
memperlihatkan.
- NaSyaR = menggergaji kayu, menyebarkan,
menghamburkan.
- NaSyaR = menjadi subur setelah hujan, merindang
(daun-daunan).
- NaSyaR = menghidupkan kembali, membangkitkan (setelah
kematian).
- NaSyiR = menghabiskan malam di padang rumput.
- NaSyr = hidup, senyum manis, kesuburan setelah
hujan.
- YaUM An-NuSyuR = Hari Kebangkitan.
- NuSyaRa = serbuk gergaji.
- MiNSyaR = gergaji.
Judul syair Ibnu Arabi diturunkan dari akar kata yang
sama seperti kata benda "gergaji" dan dipilih
sesuai dengan pemakaian Sufi. Sebagaimana kita melihat
daftar turunan kata dari akar kata NSyR di atas, risalah
Sufinya mengombinasikan penyebaran Sufisme, menghidupkan
pengetahuan, kesegaran setelah hujan (barakah) bagi
pengobatan. "Menggergaji kayu" juga diambil untuk
mengacu pada upaya yang dilakukan dalam kehidupan Sufi,
maupun produksi sesuatu yang baru (serbuk kayu) dari bahan
material (kayu); suatu variasi dari transmutasi atau
"formasi" analogi yang digunakan oleh para Sufi.
Dalam alkimia, ada transmutasi kimiawi; dalam akar kata QLB,
ada pengertian "pembentukan, penyusunan";
sementara dalam akar kata NSyR, ada pengertian produksi,
serbuk gergaji. Kiasan ini tentu saja menunjukkan perubahan
manusia dan ketika para Sufi melestarikan konsep lentur ini,
dalam masyarakat lainnya, suatu aspek tunggal (seperti
alkimia dan transmutasi) telah dibakukan serta mematuhi
sepenuhnya konsep sempit dari alkimikalisasi.
Para Guru Klasik
Ada tiga "generasi" dan "gelombang"
keguruan selama periode klasik. Setiap Sufi percaya bahwa
mereka penerima barakah yang diakumulasikan oleh para guru
ini, jadi para leluhur spiritual mereka.
Generasi pertama: Abu Bakar, Umar, Ali, Bilal,
Ibnu Riyah, Abu Abdullah, Salman al-Farisi --Tujuh Guru
Agung.
Generasi kedua: Uwais al-Qarni, Hiran bin Haya,
Hasan al-Bashri; Empat Pembimbing ("Para
Mahkota").
Generasi ketiga: Habib Ajami, Malik bin Dinar,
Imam Abu Hanifah, Dawud ath-Tha'i. Dzun-Nun al-Mishri,
Ibrahim bin Adham, Abu Yazid, Sari as-Saqati, Abu Hafa,
Ma'ruf al-Karkhi, Junaid --Sebelas Syekh Penerus.
Para guru inilah yang mengkonsentrasikan berbagai ajaran
dan mengembangkannya dengan suatu cara untuk memungkinkan
pembangunan berbagai sekolah yang kemudian lahir sebagai
Tarekat-tarekat darwis.
Para Hanif
Hilangnya silsilah Sufi dalam berbagai madzhab
metafisika, dengan kekeliruan yang diakibatkan
madzhab-madzhab ini dalam menyampaikan suatu pelaksanaan
tugas bagi para pengikut, dianggap oleh para Sufi sebagai
satu sebab pencarian, untuk mencari seorang guru, yang telah
menarik perhatian begitu banyak orang pada masa-masa kuno.
Beberapa sahabat Nabi Muhammad saw sendiri menyatakan bahwa
pencarian ini juga dilakukan mereka sendiri. Salah seorang
di antara mereka adalah Salman al-Farisi. Ia menyatakan
bagaimana dirinya sudah jenuh dengan berbagai ritual
pengikut Zoroaster dan berangkat menuju selatan untuk
mencari kepercayaan dan praktik para Hanif. Pertama kali
dirinya tertarik kepada seorang guru Kristen, kemudian
kepada guru lainnya. Ketika sang guru akhirnya meninggal, ia
menasihati Salman untuk pergi ke selatan mencari seorang
tokoh dari tradisi rahasia Hanif. Setelah menjadi tawanan
dan dijual untuk dijadikan hamba sahaya, ia menemukan
lingkungan sederhana dari para murid Muhammad di Madinah.
Apa praktik para Hanif itu yang disamakan dengan Sufisme
oleh para Sufi?
Pilihan kata ini, sebagaimana seringkali dilakukan hanya
untuk menyampaikan variasi makna dari. satu akar kata,
diyakini oleh para Sufi untuk menjelaskan dirinya sendiri.
Tiga huruf akar kata ini, yaitu HNF, pada dasarnya dikaitkan
dengan konsep "berpaling pada satu sisi" --suatu
acuan pada gerakan-gerakan ritmis para Sufi. Sebuah kata
turunan dari HNF adalah TaHaNNaF, yang artinya "berbuat
seperti kalangan Hanafiyah" dan tahannaff berarti
"melakukan sesuatu dengan tepat". Dalam hal ini,
kita mempunyai sebuah gambaran tentang berbagai latihan yang
dijalankan sesuai dengan sebuah kerangka, namun juga secara
potensial "pada satu sisi" --dimana para Sufi
mengajarkan maknanya dalam bentuk yang eksentrik sebagaimana
dalam pola gerakan ritmik. Demikian pula, dari akar kata
yang sama, kata hanif adalah sebuah kata benda. Ia juga
berarti "lurus menuju ke depan (ketulusan)".
Variasi makna ini tampaknya mengherankan jika tidak disadari
bahwa gagasan-gagasan itu seperti "melakukan sesuatu
dengan akurat" dan "berpaling pada satu sisi"
bisa disamakan dengan sebuah sistem tertentu, yaitu sistem
para Sufi. Tentu saja ini bukan berarti bahwa bentuk akar
kata itu ditemukan oleh para Sufi atau bahkan makna kata
"lurus menuju ke depan" itu tidak digunakan dalam
bahasa sehari-hari. Yang penting untuk dicatat adalah bahwa
bagi para Sufi, kata-kata tertentu dipilih untuk menjelaskan
sejumlah gagasan rumit yang sesuai dengan sejumlah gagasan
dan praktik Sufi serta dalam ujian tertutup, bertujuan
membuat kata gambaran.
Demikianlah, anggap saja kita menggunakan sebuah kata
dalam bahasa Inggris, satu kata dengan sejumlah arti, dan
menggunakannya karena di dalamnya terdapat beberapa makna
yang secara terpadu mengandung pesan atau perbedaan dari
beberapa esensi. Prosedur ini agak lebih elaboratif
dibandingkan rima puisi yang sederhana atau rumit. Hal ini
memperluas berbagai dimensi makna sebagaimana aslinya,
melalui akar kata dan kata turunannya.
Para Ksatria
Satu fakta penting yang sangat ditekankan adalah bahwa
para ksatria ini memikirkan pembangunan Kuil di Jerusalem
itu dari sudut pandang Sufi, bukan menurut pola pikir
Sulaiman. "Kuil" gereja-gereja yang dibangun
mereka, sebagaimana salah satunya bisa kita temukan di
London, dirancang berdasarkan Kuil kalangan Crusader, bukan
berdasar pada bangunan sebelumnya. Kuil ini tidak lain
adalah Kubah Batu persegi delapan, dibangun pada abad
ketujuh berdasar pada sebuah desain matematis Sufi dan
diperbaiki pada tahun 913 M. Legenda Sufi tentang Kuil ini
sesuai dengan versi Masonik sebagaimana diduga banyak orang.
Sebagai contoh kita bisa mencatat "Sulaiman", Sufi
Pembangun legenda itu bukanlah Raja Sulaiman, tapi Raja Sufi
Ma'ruf al-Karkhi (w. 815), murid Dawud ath-Tha'i
(w. 781). Oleh karena itu, ia dianggap secara luas sebagai
putra Dawud dan dihubungkan dengan Nabi Sulaiman, putra Nabi
Dawud. Pembunuhan besar yang diperingati para Sufi Pembangun
itu bukanlah pembunuhan menurut tradisi Masonik. Martir para
Sufi Pembangun itu adalah Manshur al-Hallaj (858-922) yang
dihukum mati karena membicarakan rahasia Sufi dengan cara
yang tidak bisa dipahami dan kemudian dituduh sebagai ahli
bid'ah. Pilar-pilar kuil itu tidaklah berbentuk fisik,
namun mengikuti kebiasaan bangsa Arab dalam memanggil
individu yang lebih tua dengan rukn (pilar). Salah satu
pilar Sufi adalah Abulfaiz, kadangkala dipanggil Abuazz. Ia
adalah kakek utama (ketiga dari rantai transmisi)
"Dawud" (Ma'ruf al-Karkhi). Ia tidak lain
adalah Thuban Abulfaiz Dzun-Nun al Mishri, pendiri Tarekat
Malamati, sejalan dengan penjelasan Freemansory. Ia
meninggal pada tahun 860 M. dan dikenal sebagai sang Raja
serta pemegang rahasia-rahasia Mesir.
Para Sufi yang Tersembunyi
Ada beberapa sosok orang suci yang tak tampak
("wali") sesuai dengan kebutuhan manusia pada
suatu representasi kegiatan fisik atau psikologis dalam
setiap masyarakat. Demikianlah menurut ajaran Sufi Hujwiri
(Kasyful Mahjub, versi Nicholson, hlm. 213)
E. H. Whinfield (Matsnawi, London, 1887, hlm. xxvii dan
seterusnya) menghubungkan konsep ini secara lebih dekat
dengan gagasan umum tentang siapa dan seperti apa sosok
mereka:
"Sebuah ajaran yang sangat penting adalah keberadaan
orang suci yang tak dikenal. Di bumi ini, selalu ada empat
ribu orang suci yang, demikian dikatakan, tak dikenal.
Merekalah yang dilahirkan dengan anugerah alam yang
memberkati mereka tanpa upaya seperti kebanyakan pekerja
berusaha mencapai suatu keadaan dengan sia-sia --kesetiaan,
gagah, tidak egois, diberkati dengan suatu intuisi alamiah
tentang kebaikan dan suatu kecenderungan alamiah untuk
mengikutinya, lemah-lembut dan menyenangkan, sehingga mereka
menikmati anugerah dari masyarakat mereka, dan ketika mereka
wafat, nama mereka mungkin tercatat dalam hati seorang atau
lebih yang mencintainya. Kebaikan spontan ini tidak
diberikan dengan berbagai kaidah dan bentuk. Kecenderungan
batiniah dan bukan peraturan lahiriah adalah sumber dari
kebaikan mereka. 'Perlawanan demikian tidak mengenal
aturan'. Mereka mempunyai sebuah standar pemikiran dan
karakter mereka sendiri, kebebasan murni dari pujian atau
celaan dari 'orang-orang lahiriah'."
Ajaran Sufi menempatkan orang-orang ini dalam pola
evolusi kemanusiaan menyeluruh.
Penyebaran Kebudayaan Arab di
Eropa
Tradisi pengetahuan Barat seperti tradisi Saracen adalah
sama seperti tradisi lainnya; jika Saracen, yaitu Spanyol,
Sicilia dan beberapa tempat lainnya, kita maksudkan sebagai
pusat dari berbagai dorongan yang merupakan bagian dari apa
yang dianggap sebagai perkembangan budaya Yunani dan
Latin.
"Masa kejayaan kepustakaan itu dipegang oleh Prancis
bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan pesat sekolah
Arab di Montpellier, yang berada di bawah pengaruh orang
Yahudi Spanyol keturunan Arab. Lantaran secara geografis
berhubungan dengan Andalusia di satu sisi, dan Sicilia serta
semenanjung Italia di sisi lain, Montpellier didatangi
banyak pelajar dari Barat Latin, yang setelah mempelajari
sumber-sumber pengetahuan Arab pada masa itu, sekali lagi
mereka menyebarkan sendiri di Eropa, jadi pabrik budaya yang
merembes di Abad Pertengahan karena pengaruh besar Arab.
Ajaran alumni Montpellier yang mempunyai pengaruh dominan
terhadap kesusastraan di Eropa daratan dan Inggris, adalah
salah satu fakta sejarah yang bermanfaat tentang Abad
Pertengahan. Berbagai variasi perkembangan roman, yang
dikombinasikan dengan bahasa Arab yang kuat dari Spanyol
Selatan, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, mengacu
pada berbagai bahasa dan ilmu pengetahuan (termasuk
kedokteran) yang secara partikular rentan terhadap berbagai
pengaruh Arab." (Dr. D. Campbell, Arabian Medicine, I,
London, 1926, hlm. 1967)
Pertemuan
Seperti para mahasiswa perbandingan agama telah mencatat
kesamaan dalam bentuk-bentuk lahiriah dan ajaran dari
berbagai kepercayaan, dalam mistisisme Sufi secara sinambung
menekankan identitas hakiki dari berbagai aliran transmisi
pengetahuan batin. Di Timur, Pangeran Mogul Dara Shikoh
menulis buku dengan judul Confluence of the Two Seas
(Pertemuan Dua Lautan) yang menekankan persinggungan antara
Sufisme dan mistisisme Hindu awal. Di Barat, kaum
Rosicrucian hampir secara harfiah mengadopsi ajaran Sufi
iluminis Spanyol dengan mengklaim rantai pewarisan ajaran
batiniah yang sinambung, termasuk "Hermes".
Iluminis Barat memasukkan Muhammad dalam rantai transmisi
mereka. Pada tahun 1617, Count Michael Maier menulis Symbola
Aurea Mensae Duodecim Nationum (Sumbangan Dua Belas Bangsa
untuk Meja Emas), dimana ia membuktikan bahwa tradisi Sufi
berupa suksesi para guru masih dipertahankan. Di antara para
guru alkimia, ada beberapa yang diakui sebagai Sufi,
termasuk ahli alkimia Barat yang telah mempelajari tradisi
pengetahuan Saracen. Mereka adalah Hermes dari Mesir, Mary
kebangsaan Yahudi, Democritus dariYunani, Morienus dari
Roma, Ibnu Sina dari Arabia, Albertus Magnus dari Jerman,
Arnold of Villaneuve dari Prancis, Thomas Aquinas dari
Italia, Raymond Lully dari Spanyol, Roger Bacon dari
Inggris, Melchior Cibiensis dari Hungaria dan Anonymus
Sarmata (Michael Sendivogius) dari Polandia. Semua alkimia
Barat tentu saja dihubungkan dengan Geber (Jabir ibnu
al-Hayyan), sang Sufi.
QALB
Kata Arab QLB tidak dinyatakan dalam pengertian bentuk
kata QaLB (hati), salah satu bentuk kata yang sangat
populer. Dalam pengertian Sufi, QLB dianggap mempunyai
arti-arti sebagai berikut, yaitu berdasarkan semua akar kata
dari tri-aksara:
QaLaB = membalik sesuatu. Sebuah referensi pada diktum
Sufi: "Dunia ini terbalik".
QaLaB = mengeluarkan sumsum pohon palem (kurma).
Sebagaimana tercatat di tempat lain, pohon palem adalah
istilah Sufi untuk barakah dan segi lima belas magis yang
mengandung diagram serta matematika Sufi. Sementara
"sumsum" digunakan dalam pengertian hakiki, bagian
vital.
QaLaB = menjadi merah. Diterapkan pada tanggal-tanggal,
hasil pohon palem. Sebuah kiasan dari proses Sufi, akhirnya
diasosiasikan dengan teori alkimia tentang "pergantian
merah".
AQLaB = dibakar satu bagian. Digunakan untuk roti dan
dalam pengertian khas Sufi, mendenotasikan proses
perkembangan transformasi, analog dengan mengubah sesuatu
(tepung) menjadi apa yang tampak lain (roti).
TaqaLLaB = gelisah. Digunakan untuk orang yang tidur,
gelisah dalam tidurnya. Digunakan sebagai sebuah istilah
teknis Sufi untuk menyatakan ketidakpastian yang dirasakan
orang biasa yang, menurut tradisi Sufi, ia
"tertidur".
QaLB = terbalik; berputar; sisi yang keliru. Kata ini
juga diasosiasikan dengan "papan tembok" dan
sebuah matriks (QALiB), perangkat formatif
QaLB = hati, pikiran, jiwa; pemikiran mendalam; sumsum,
inti; bagian terbaik. Digunakan juga dalam kata majemuk qalb
al-muqaddas, secara harfiah berarti "Hati Suci",
bermakna bagian manusia yang termasuk esensi ketuhanan.
Hasil penjumlahan huruf Q + L + B adalah 132, sama dengan
hasil penjumlahan kata Muhammad (M + H + M + M + D), Logos
atau esensi Muhammad. Sementara tiga puluh dua ditambah
seratus adalah sepertiga dari jumlah sifat Tuhan,
"sembilan puluh sembilan Asma'ul Husna".
Quthub
Istilah ini adalah pusat yang tak tampak dari semua Sufi.
Kata ini secara harfiah berarti Kutub Magnetik, Sumbu,
Pedoman, Pemimpin. Ditransposisikan ke dalam berbagai
gambar, jumlahnya 111 --satu diulang tiga kali, tritunggal,
tritunggal afirmasi kebenaran, yaitu sebuah kesatuan. Jika
jumlah ini diurai dalam 100, 10, 1 dan disubstitusikan, maka
muncul huruf Q, Y dan A. Kata QYAA, dilafalkan dari tiga
huruf, berarti "kosong, dibatalkan". Itulah hampa,
"rumah" yang dibersihkan agar mendapatkan barakah
(kesadaran manusia).
Raymond Lully
Saya berhutang budi kepada Mr. Robert Pring-Mill dari
Oxford atas sebuah kutipan teks dari karya Lully,
Blanquerna, dimana ia menyatakan bahwa dirinya telah
mengadopsi metodologi devosional dari para "Sufi",
yang disebutnya sebagai para agamawan Saracen. (Seminar pada
tanggal 26 Juni 1962, mengutip Els Nostres Classics edisi
karya Lully, L. de Evast e Blanquerna, Vol. 3, hlm. 10 dan
seterusnya).
Ruh dan Substansi
Sejalan dengan Sufisme, apa yang biasanya digunakan
sebagai terminologi agama, yaitu ruh, adalah suatu substansi
dengan ciri fisik, suatu jasad yang lembut. Substansi ini
dianggap sebagai sesuatu yang abadi. Ia ada sebelum
pembentukan tubuh manusia (Hujwiri, Kasyful Mahjub). Setelah
kematian, jiwa substansial itu tetap hidup dalam salah satu
bentuk yang terdiri dari sepuluh bentuk, masing-masing
berhubungan dengan pembentukan yang dicapai selama
kehidupan. Dalam hal ini, ada sepuluh tahap --pertama adalah
"ketulusan", tahap kesepuluh adalah tahap sang
Sufi berubah karakternya melalui perkembangan duniawinya.
Jadi ruh selalu tampak.
Saki
Pembawa cawan, sebagai istilah yang diacu oleh begitu
banyak Sufi, pada umumnya dinilai melalui kritik sastra
sebagai suatu sosok imajiner. Namun dalam praktik Sufi,
syair-syair yang menggunakan kata Saki (Pemabuk) atau
seorang Saki muncul di dalamnya, mungkin mengacu pada
individu yang memainkan peran ilustratif dalam berbagai
kegiatan, karena sebuah syair tidak mungkin berdiri sendiri
di atas berbagai situasi. Ketika bermaksud melaksanakan
tugas tertentu, seorang Saki mungkin hadir. Di luar
aktivitas Sufi, ada beberapa catatan tentang kehadiran
seorang Saki. Sirajuddin Ali mengacu pada bentuk pertemuan
Sufi ini, ketika ia mengisahkan sebuah dialog antara seorang
Saki dan seorang Guru Sufi (Lai-Khur):
Di Afghan, kota Ghazna, konon ada seorang
"gila" yang bernama Lai-Khur dan digunakan untuk
menyatakan segala sesuatu yang sangat luar biasa --metode
Sufi untuk menarik perhatian kepada sesuatu agar meletakkan
suatu tekanan. Suatu hari pada pertengahan abad kedua belas,
penyair Sanai berjalan menuju istana Sultan Ibrahim untuk
mempersembahkan sebuah syair pujian kepadanya di malam
perjalanan lain ke wilayah India.
Sanai kemudian mendengar kidung dari sebuah taman. Ketika
itu ia melihat bahwa yang berkidung itu adalah orang gila
bernama Saki yang membawakan minuman anggur --dengan tujuan
bersulang bersama Sultan Ibrahim yang buta. Namun Saki
menolak untuk bersulang. Bukankah Ibrahim adalah seorang
raja agung? "Ia buta," jawab orang gila itu,
"sehingga meninggalkan kota yang indah ini untuk
melakukan pekerjaan tak bermanfaat-terutama ketika ia
dibutuhkan."
Sulang berikutnya adalah Sanai, ia sendiri mendengar
rahasia itu dan tentang "kebutaannya Saki berkata lagi
bahwa hal ini pasti keliru, karena Sanai adalah penyair
besar, terpelajar. Orang gila itu berkata, "Sanai tidak
memahami mengapa ia diciptakan. Ketika diminta berbuat
sesuatu, ia hanya menciptakan syair pujian bagi para Raja.
Inilah pekerjaannya selama hidupnya."
Konversi Sanai untuk Sufisme ini tentu saja merupakan
sebuah laporan tentang dialog Sufi yang disampaikan secara
formal. Lantaran kata Saki tidak pernah dimasukkan dalam
syair tertulis, maka kita tidak mencatat dialog semacam itu
dan selama ahli sastra biasa yang diperhatikan, maka mereka
tidak ada.
Sasaran-sasaran Sufisme
Lantaran terpesona oleh misteri lahiriah dari kehidupan
Timur, atau tenggelam dalam berbagai langgam dari
kepustakaan yang mengandung kiasan teologis dan historis,
kebanyakan murid Sufi dari Barat, terutama para akademisi,
tampak terhenti pada tataran pengalaman yang lebih awal
dalam ajaran Sufi dibandingkan bisa mendatangkan manfaat
kepada mereka. Seorang pengembara mutakhir (1962) di Afrika
Utara yang telah meluangkan beberapa waktu dengan para Sufi,
membawa kembali suatu pengertian sasaran itu dari Tunisia
yang mungkin kedengaran aneh bagi sarjana tradisional:
Murid harus melakukan latihan-latihan memori dan
meditasi, mengembangkan konsentrasi dan refleksi. Namun
murid yang lain tampaknya tetap melakukan jenis latihan
pemikiran dan kerja, maupun berbagai latihan seperti
dzikir, semuanya adalah suatu bagian.
Setelah beberapa hari, suasana misterius dan aneh yang
saya rasakan, berganti dengan suatu sensasi. Meskipun
praktik-praktik ini mungkin tampak begitu aneh bagi
pengamat, namun praktisinya tidak memandangnya sebagai
kejadian supranatural sebagaimana kita mungkin
menggunakan istilah itu. Sebagaimana Syekh Arif pernah
berkata, "Kita sedang melakukan sesuatu yang biasa,
hasil dari penelitian dan praktik dalam perkembangan masa
depan ummat manusia. Kita sedang membentuk manusia baru.
Namun kita melakukannya bukan untuk mendapatkan
upah." Jadi inilah sikap mereka. (O. M. Burke,
"Tunisian Caravan", Blackwood's Magazine,
No. 1756, Vol. 291, Februari, 1962, hlm. 135).
Simurgh
Simurgh (tiga puluh burung) adalah lambang rahasia yang
bermakna perkembangan jiwa melalui "Cina". Cina
terletak di antara Persia dan Arab. Tujuan lambang ini
adalah mengungkapkan konsep meditasi dan metodologi Sufi.
Aththar yang Agung menerapkan ajaran ini dalam sebuah kisah
alegoris:4
"Pada suatu hari, dari kegelapan, Simurgh
menampakkan diri di Cina. Salah satu bulunya jatuh ke bumi:
sebuah lukisan yang pernah dibuat dan sekarang masih ada di
galeri seni Cina. Karena itulah kemudian dikatakan bahwa,
'Carilah ilmu pengetahuan walau sampai ke Cina.'
Seandainya Simurgh ini tidak ada di Cina, maka tidak akan
ada klaim tentang dunia rahasia. Jadi, indikasi ringkas
tentang realitasnya adalah salah suatu bukti keagungannya.
Setiap jiwa membawa gambar umum dari bulu itu. Sementara
materi deskripsinya tidak pernah dimulai atau berakhir. Kini
Para Pengikut Tarekat memilih jalan ini dan mulailah
perjalananmu."
Berikut ini satu cara menjelaskan: 'Ada
potensialitas dalam jiwa manusia. Dalam satu kesempatan, ia
bisa aktif, melalui bentuk konsentrasi mendalam dan upaya
tertentu. Tanpa upaya ini, tidak ada potensialitas untuk
perkembangan. Setiap orang mempunyai kemampuan itu dalam
suatu bentuk embrionik. Ia adalah sesuatu yang berhubungan
dengan keabadian. Ke mari dan tempuhlah Jalan itu!"
St. Agustinus
Sebagian besar apolog Kristen telah terbiasa
merepresentasikan agamanya dan terutama cabang agama mereka
sendiri sebagai titik pusat penentuan waktu, dengan mengacu
kembali pada fakta sejarah tertentu --transisi manusiawi
Yesus. Sementara versi lain dari sejarah Kristen dicap
bid'ah. St. Agustinus yang dianggap mencampuradukkan
filsafat non-Kristen (baca non-konvensional), menyatakan,
"Apa yang disebut agama Kristen hidup di antara para
leluhurnya dan tidak pernah hidup sejak permulaan ras
manusia." (Epistolae Lib. I, xiii, hlm. 3).
Penyimpangan agama Kristen dari agama lainnya tentu saja
hasil dari sebuah pilihan bebas --keputusan untuk memandang
sejarah hidup dan kematian Yesus sebagai unik, bukan sebagai
bagian dari proses yang sinambung. Harus diingat bahwa versi
ajaran Kristen yang pada umumnya tersedia bagi kebanyakan
murid --ajaran-ajaran yang tersebar luas, dan mencapai
sukses besar-- tentu saja sangat tidak akurat, baik dari
segi sejarah maupun segi lainnya.
Tarekat, Thariqat
Musafir Sufi mempunyai sebuah thariqat, kata yang
mempunyai arti lebih dari Langkah atau Jalan.
Thariqat = jalan; aturan hidup; lintasan, garis; pemimpin
sebuah suku; sarana; Tarekat Darwis. Padanan kata yang
paling dekat dengan makna kata ini dalam bahasa Inggris
adalah way (cara, jalan) --cara melakukan sesuatu, jalan
seseorang mengadakan perjalanan, jalan sebagai individu
("Akulah Jalan," dalam pengertian mistik).
Seperti tiga huruf akar kata bahasa Arab, akar kata TRQ
dan kata turunannya terdiri dari berbagai unsur yang sejalan
dengan Sufisme dan tradisi esoterik:
- ThaRQ = suara sebuah instrumen musik.
- ThaThaRRaQ Li- = membantu, ingin, berjalan
mendekat.
- AThRaQ = merenung dengan mata tertutup.
- ThaRRaQ Li- = membuka jalan menuju.
- ThaRaQ = mengunjungi seseorang di malam hari.
- ThuRQaT = jalan; metode; kebiasaan.
- ThaRIQAt = keanggunan pohon palem (kurma).
Penggunaan kata ini dijelaskan dalam tradisi darwis
sebagai berikut:
"Thariqat adalah Jalan dan juga berarti pemimpin
kelompok, dimana transmisi berlangsung. Ia adalah sebuah
aturan hidup, sebuah ketentuan lunak dalam kehidupan biasa,
kadangkala dilestarikan melalui nada musik, diungkapkan
secara visual melalui pohon palem. Thariqat sendiri membuka
Jalan, dan berhubungan dengan meditasi, pemikiran rahasia,
seperti ketika seseorang duduk berdoa selama ketenangan
malam. Keduanya adalah tujuan dan metode."
[Nishan-Namah (Kitab Simbol) dari perkumpulan Sufi, oleh
Amiruddin Syadzili].
Taurat
Lembaran-lembaran Taurat, bahan asal permainan kartu di
wilayah Eropa, diperkenalkan ke Barat pada tahun 1379.
Menurut Feliciano Busi, seorang ahli tarikh, "Pada
tahun 1379, permainan kartu diperkenalkan ke Viterbo,
berasal dari Saracinia dan mereka menyebutnya Naib."
Naib dalam bahasa Arab berarti "wakil" dan bahan
lembaran-lembaran Taurat yang masih dipergunakan secara
luas. Ia adalah "wakil" atau bahan pengganti,
sebuah kiasan tentang ajaran seorang guru Sufi menyangkut
berbagai pengaruh kosmis terhadap kemanusiaan. Ini dibagi ke
dalam empat bagian, disebut turuq (empat Jalan), tentu saja
kata asal "Taurat". Kata Spanyol naipe (kartu)
tentu saja berasal dari bahasa Arab naib. Taurat yang kini
dikenal di Barat dipengaruhi proses Cabalistik dan ajaran
Yahudi, disusun untuk pedoman ajaran-ajaran tertentu yang
pada mulanya tidak implisit. Upaya superfisial dalam
menghubungkan lembaran-lembaran ini dengan lembaran yang
digunakan di Persia atau Cina tidak berhasil, karena unsur
bahasa sandi yang mengandung makna tertentu dan khas tetap
menjadi ciri khas Sufi. Kotak, sebagai artinya saat ini,
hanya benar sebagian, karena terjadi berbagai transposisi
dari signifikansi beberapa atout, panggung atau lambang
gambar kotak. Kesalahan ini disebabkan oleh kekeliruan
terjemahan dari kata Arab tertentu, disebabkan konversi
literal ke dalam sebuah sistem budaya lain. Faktor
kekeliruan lain mungkin penyulihan satu lambang ke lambang
lainnya. Hal ini bukanlah suatu pokok kajian yang bisa saya
angkat secara lebih eksplisit. Kesederhanaan digambarkan dan
diinterpretasikan secara keliru. Demikian pula angka 15.
Angka 16 adalah salah satu contoh klasik tentang pemahaman
sebuah kata yang keliru. Sementara angka 20 dijelaskan
secara keliru. Namun banyak penentuan sifat masih digunakan
di antara para Sufi, meskipun asosiasi dengan nasakah-naskah
Sufi telah hilang di Barat.
Tingkatan
Ada empat "kondisi" utama manusia. Setiap
manusia berada pada salah satunya. Sesuai dengan
kondisi-kondisi ini, individu harus merencanakan kemajuan
dalam hidupnya. Ia akan melalui jalan yang berbeda, mungkin
tampil sebagai sosok yang berbeda, mengambil keputusan
sesuai dengan kondisi dan tingkatan yang telah dicapainya.
Menurut ajaran Sufi, tidak setiap orang mencapai setiap
tingkatan itu. Dalam formulasi Sufi, perbedaan itu
bergantung pada eksistensi dari berbagai kondisi tersebut,
kesempurnaannya dan hubungan mereka dengan kemanusiaan. Shah
Mohammad Gwath, dalam Secrets of the Naqshbandi Path,
mengungkapkan berbagai kondisi itu dalam istilah-istilah
keagamaan berikut ini:
- Kemanusiaan (nasut), kondisi biasa.
- Tarekat (Thariqat), sama dengan
"malaikat-malaikat" dalam pengertian
kosmik.
- Kekuatan, sama dengan apa yang disebut sebagai
"daya" (jabarut), atau kemampuan sejati.
- Kekhusyu'an (lahut), mengacu pada kondisi
"ketuhanan" di alam lain.
Individu Sufi berupaya untuk melampaui dari satu
tingkatan kondisi itu ke tingkatan lainnya. Guru bertanggung
jawab dalam mencapai hal itu melalui berbagai latihan yang
diberikannya. Sang Mursyid bertanggung jawab untuk
menghubungkan kemajuan individual dengan kebutuhan total
kemanusiaan. Banyak teknik dan aktivitas Sufi akhirnya
berkaitan dengan penerapan konsep ini.
Titik
Di antara para Sufi, NQTh --"titik",
"poin", kadangkala berarti "singkatan"--
mempunyai suatu nilai penting dalam penyampaian ajaran.
Dalam satu segi, hal ini berhubungan dengan bidang matematis
Sufisme. Kata Arab untuk "ahli geometri" atau
"arsitek" adalah muhandis. Kata ini tersusun dari
huruf-huruf M, H, N, D, S, yang ekuivalen dengan angka-angka
40, 5, 50, 4, 60. Jumlah dari angka-angka ini adalah 159.
Secara konvensional jumlah ini bisa dipecah dalam ratusan,
puluhan dan satuan sebagai berikut:
- 100 = Q
- 50=N
- 9=Th.
Tiga konsonan yang dikombinasikan dengan urutan 2, 1, 3,
membentuk akar kata NQTh. Makna akar kata ini adalah
"titik", "poin". Oleh karena itu, dalam
pemakaian seremonial tertentu, kata "poin"
digunakan untuk menyampaikan kata yang tersembunyi, yaitu
muhandis, Pembangun Utama. Ada banyak susunan lain dalam
pengelompokan angka. Sebagai contoh berikut ini: Dua huruf
pertama (Q, N) dalam bahasa Arab artinya adalah
"meditasi mendalam", sebuah kata untuk Sufisme.
Sementara huruf yang tersisa, yaitu T, dalam bahasa Arab
berarti "okultis" yang mengacu pada
"pengetahuan batiniah". Karena itu, dalam situasi
tertentu, dialog khusus dilakukan. Sebagai contoh adalah
ketika seseorang yang masuk pada tataran keanggotaan awal
diuji pengetahuan formalnya tentang bagaimana kata sandi
berlaku. Dialog mungkin berlangsung sebagai berikut:
- Penguji: "Apa makna muhandis?"
- Anggota: "Saya direpresentasikan dengan kata
titik (NQTh)."
- Penguji: "Bagaimana mengejanya?"
- Anggota: "Seperti sebuah titik."
- Penguji: "Apa yang terjadi setelah
meditasi?"
- Anggota: "Pengetahuan mendalam (huruf
Th)."
- Penguji: "Bisakah Anda
menjelaskannya?"
- Anggota: "Saya hanya mempunyai dua huruf awal
--N dan Q"
- Penguji: "Saya mempunyai huruf ketiga --Th,
berarti untuk kata 'tersembunyi'."
Transliterasi
Tidak ada transliterasi baku bahasa Arab atau Persia
dalam bahasa Eropa atau Amerika. Berbagai upaya membuat
lafal dalam bahasa Latin mengalami kegagalan. Ketika
berbagai adaptasi dilakukan dalam huruf Latin, hasilnya
justru orang-orang yang sudah tahu huruf Arab dan bisa
menulis huruf Arab mengacu pada huruf Latin yang
dimodifikasi. Mereka yang tidak bisa menulis Arab semakin
buruk lagi, karena huruf yang sudah dimodifikasi tidak bisa
membantu mereka untuk melafalkannya. Demikian pula mereka
sama sekali tidak mengetahui diferensiasi huruf jika mereka
tidak menulis atau membacanya. Mereka tidak bisa menerapkan
kaidah-kaidah fonetik bahasa Arab, karena suara tertentu
harus dipelajari melalui pendengaran dan mengharuskan
praktik pelafalan. Sejalan dengan tujuan buku ini, berbagai
perkiraan lafal dalam bahasa Latin berguna bagi pembaca umum
sebagai sistem artifisial. Bangsa Arab, Persia dan Hindustan
bisa mengetahui huruf-huruf mana yang digunakan untuk
tulisan, karena pengetahuan bahasa mereka dan ortografinya.
Sementara para Orientalis dari bangsa lain selama
bertahun-tahun sudah menyulih pengetahuan praktis ini dengan
berbagai transliterasi yang fungsi utamanya adalah membantu
mereka untuk menyebarkan Latinisasi, sebagai ganti ingatan
mereka. Hal ini bertentangan dengan praktik bahasa yang
mereka kaji. Anak yang melek huruf mana pun di negara Arab
tahu bagaimana melafalkan kata abdus-samad. Kompetensi
serupa seharusnya diperkirakan terhadap penganut skolastik
asing. Dengan demikian, perkiraan-perkiraan itu seharusnya
cukup baginya. Sebenarnya tidak ada sarana perantara,
meskipun hal itu tetap diperhitungkan.
Tujuh Diri (Nafsu)
Pengembangan diri di Jalan Sufi mensyaratkan Salik untuk
melampaui tujuh tahap persiapan, sebelum individualitas siap
menunaikan tugasnya secara utuh. Tahap-tahap itu yang
kadangkala disebut "manusia", adalah tingkatan
dalam transmutasi kesadaran, istilah teknis untuk nafs,
jiwa. Pendek kata, tahap-tahap perkembangan itu,
masing-masing memungkinkan kekayaan batin lebih lanjut di
bawah bimbingan seorang guru praktis, adalah:
- Nafs al-ammarah (nafsu merusak, menguasai diri)
- Nafs al-lawwamah (nafsu tercela)
- Nafs al-mulhimah (jiwa yang rakus)
- Nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang)
- Nafs ar-radiyah (jiwa yang tulus)
- Nafs al-mardiyah (jiwa yang terbebaskan)
- Nafs ash-shafiyah wa kamilah (jiwa yang suci dan
sempurna).
Nafs disyaratkan melalui proses yang diistilahkan
"kematian dan kelahiran kembali". Proses pertama,
yaitu Mati Putih menandai tingkat perkembangan awal murid,
ketika ia mulai membangun kembali nafs spontan dan
emosional, sehingga hal ini selanjutnya akan menyediakan
suatu sarana untuk menjalankan kegiatan kesadaran, yaitu
nafs kedua. Sifat-sifat jiwa "tenang,
terbebaskan", dan sebagainya, mengacu pada dampak
terhadap individumaupun kelompok dan masyarakat secara umum,
dan berbagai fungsi yang sangat jelas pada setiap tahap.
Fenomena penting dari tujuh tahap dalam latihan-latihan
Sufi itu adalah sebagai berikut:
- Lepas kendali diri, mempercayai diri sebagai
personalitas koheren, mulai belajar bahwa ia mempunyai
berbagai kemampuan personal, sebagai individu yang
berkembang.
- Permulaan kesadaran diri dan "penentuan",
dimana pemikiran secara spontan melihat apa itu kesadaran
diri.
- Permulaan integrasi mental, ketika jiwa mempunyai
kemampuan memasuki tahap yang lebih tinggi dibandingkan
kebiasaan sebelumnya.
- Kedamaian, keseimbangan individualitas.
- Kemampuan melakukan tugas, tahap pengalaman baru yang
tidak bisa dideskripsikan di luar analogi yang
sejalan.
- Aktivitas dan tugas baru, termasuk di luar dimensi
individualitas.
- Pemenuhan tugas rekonstitusi, kemampuan mengajar
orang lain, daya bagi pemahaman obyektif
Unsur-unsur Sufisme
Sepuluh Unsur Sufisme mengacu pada kerangka kerja
individual, dimana sebagai Salik, ia menggali potensi untuk
bangun atau hidup dalam dimensi yang lebih agung dan berada
di luar pengalaman biasa. Al-Farisi mencatatnya sebagai
berikut:
- Pemisahan dari kesatuan.
- Persepsi pendengaran.
- Persahabatan dan asosiasi.
- Preferensi yang benar.
- Penyerahan pilihan.
- Pencapaian secara cepat "keadaan"
tertentu.
- Penetrasi pemikiran, pengujian diri.
- Perjalanan dan gerakan.
- Kepasrahan dalam menerima rezeki.
- Pembatasan keinginan atau ketamakan.
Latihan dan pelatihan Sufi berdasar pada Sepuluh Unsur
ini. Sesuai dengan kebutuhan murid, guru akan memilihkan
program-program studi dan tindakan untuknya dengan
memberikan kesempatan kepadanya untuk melaksanakan berbagai
fungsi yang terangkum dalam Unsur-unsur itu. Oleh karena
itu, faktor-faktor ini adalah dasar persiapan individu
menuju perkembangan dimana apabila ia tidak bisa mengalami
atau merasakan, ia dibiarkan mencapainya sendirian.
Wawasan
Lantaran Sufisme didasarkan pada realisasi kebenaran,
maka wawasan para Sufi tidak bisa berubah, meskipun
penampilannya mungkin berubah. Metode pengajarannya beragam
sesuai dengan berbagai kondisi budaya. Dalam sistem lainnya,
itulah wawasan madzhab filosofis yang mempunyai variasi. Ini
adalah "signifikansi sangat penting dalam menelusuri
asal-usul Jalan Sufi. Ia menunjukkan bahwa meskipun dalam
perkembangan sejarah, wawasan ajaran filosofis lainnya
berubah sesuai dengan lingkungan, namun ideal-ideal Sufi
tetap mengacu pada bentuk asal dalam menerapkan konsepsi
kesadaran tanpa batas." (Sirdar Ikbal Ali Shah, Islamic
Sufism, London, 1933, hlm. 10).
Karena terbiasa memandang filsafat sebagai suatu
pengganti sementara, dalam mencapai kebenaran, berubah
sesuai dengan pemerolehan informasi belaka, dewasa ini ada
beberapa orang yang bahkan bisa memahami pernyataan bahwa
ada suatu kebenaran terakhir dimana segala sesuatu bisa
diukur dan diakses manusia.
Catatan:
1 Hujwiri,
Kasyful-Mahjub.
2 Matsnawi, Buku IV
(terjemahan Whinfield).
3 A. E. Biderman dan H.
Zimmer (editor), The Manipulation of Human Behavior, New
York, 1961, hlm. 4.
4 Parliament of the
Birds, Bab II.
|