TOPI AJAIB
Di negeri yang tidak dapat kita lihat (ghaib), tetapi
sesungguhnya lebih nyata daripada kenyataan, hiduplah
seorang bocah laki-laki, namanya Kasjan. Kakak laki-lakinya,
Jankas, adalah seorang pekerja keras dan cerdas. Tetapi
Kasjan, bukanlah pekerja keras juga bukan pemalas, tidak
cerdas juga tidak bodoh, tetapi ia mencurahkan dirinya pada
setiap masalah, sebisa mungkin.
Dua bersaudara ini, tidak seorang pun yang tampak membuat
kemajuan berarti (besar) di Negeri Ghaib, memutuskan untuk
mencari keberuntungan mereka bersama-sama. Suatu siang,
mereka pergi meninggalkan rumah mereka, dan tidak lama
sebelum senja memisahkan mereka, dan -- mengenai Jankas kita
akan segera mengetahui. Kasjan tiba-tiba secara tidak
sengaja menjumpai sebuah perselisihan. Tiga laki-laki sedang
berdebat, tampaknya tentang barang yang tergeletak di atas
tanah. Mereka menjelaskan persoalan mereka kepada Kasjan.
Ayah mereka telah meninggal dunia dan mewariskan sebuah topi
berbentuk kerucut, Kulah ajaib, sebuah permadani terbang dan
sebuah tongkat yang membuat permadani itu terbang jika
dipukulkan. Masing-masing menginginkan semua barang
tersebut, atau setidaknya menjadi pemilik yang pertama atas
barang tersebut. Alasan mereka (masing-masing), adalah bahwa
mereka dikatakan sebagai anak tertua, kedua dan bungsu, dan
atas perhitungan tersebut, masing-masing menuntut
prioritas.
"Mereka semua tidak layak," pikir Kasjan, tetapi ia
menawarkan untuk menjadi penengah antara mereka. Ia menyuruh
mereka semua mundur 40 langkah dan kemudian berbalik.
Sebelum mereka menyelesaikan instruksi ini, ia mengenakan
Kulah di kepalanya, mengambil permadani dan memukulnya
dengan tongkat. "Permadani," perintahnya, "bawalah aku ke
mana pun saudaraku Jankas berada!"
Tidak berapa lama sebelum itu, kakaknya, Jankas telah
disambar seekor burung Anqa raksasa, yang menyembunyikannya
di menara masjid di Khurasan. Karena pada saat itu Kasjan
berpikir, bahwa Jankas pasti setidaknya telah menjadi
seorang pangeran, si permadani mendengar pikiran tersebut,
dan terbang sangat cepat -- menuju pesanggrahan istana raja
di kota Balkh, Khurasan.
Sang raja, yang telah melihatnya turun, seketika keluar
tampak berseri-seri dan berkata, "Barangkali ini pemuda yang
diramal akan menolong putriku dan tidak
menginginkannya."
Kasjan menghormat pada sang raja, dan mengatakan bahwa ia
sedang mencari saudaranya, Jankas. "Sebelum kau melakukan
itu," kata sang raja, 'Aku ingin kau membantuku dengan
peralatan khususmu serta ketajaman pikiranmu." Sang putri,
selalu menghilang setiap malam dan kembali keesokan harinya,
tidak ada yang tahu bagaimana ini terjadi. Hal ini sudah
diramalkan dan telah terjadi. Kasjan setuju untuk menolong,
yang kemudian disarankan bahwa dia hendaknya mengawasi sang
putri di sisi tempat tidurnya.
Malam itu, melalui mata setengah tertutup, ia melihat
sang putri memeriksa apakah ia (Kasjan) sudah benar-benar
tidur. Kemudian mengambil jarum dan menusukkannya ke kaki
Kasjan, tetapi ia tidak bergerak karena memang sudah
menantikan hal semacam itu terjadi. "Aku sudah siap," kata
sang putri, seketika muncul sosok ghaib yang mengerikan dan
menggendong sang putri di bahunya, lalu mereka terbang
bersama menembus langit-langit, tanpa meninggalkan
bekas.
Sambil menggosok-gosok mata, Kasjan segera mengenakan
topi Kulah-nya, duduk di atas permadani, memukulnya dengan
berseru, "Bawa aku ke mana tuan putri pergi!"
Muncullah suara ribut dan menderu, dan Kasjan menemukan
dirinya berada di Negeri Ghaib di atas Negeri Ghaib. Di sana
terdapat sang putri ditemani sosok ruh mengerikan. Mereka
berjalan menembus hutan pepohonan dan bebatuan yang indah.
Kasjan mematahkan sebuah pohon permata jade dengan buah-buah
berlian. Kemudian mereka berjalan melintasi kebun tanaman
yang tidak dikenal, keindahannya tiada tara. Kasjan menaruh
beberapa benih di dalam kantong. Akhirnya, mereka berdiri di
sisi danau dengan alang-alang pedang berkilauan. "Inilah
pedang-pedang yang dapat membunuh ruh seperti aku," ujar ruh
tersebut kepada sang putri, "tetapi hanya orang yang bernama
Kasjan yang dapat melakukannya, karena sudah
diramalkan."
Mendengar ini, Kasjan segera melangkah maju, mengambil
sebilah dari hamparan 'pedang' alang-alang tersebut, lalu
memenggal kepala ruh tersebut. Ia menarik sang putri dan
mendudukkannya di atas permadani. Mereka langsung kembali ke
istana Raja Balkh, di Khurasan.
Kasjan membawa sang putri ke depan raja, membangunkan
raja dari tidurnya, dengan hati-hati. "Yang Mulia," katanya,
"ini putri Anda, hamba telah menyelamatkannya dari
cengkeraman setan dengan cara tertentu." Ia menceritakan
semua yang telah terjadi pada mereka, mengeluarkan butiran
batu permata dan benih sebagai bukti. Setelah dibebaskan,
Kasjan hendak dinikahkan dengan sang putri. Tetapi, Kasjan
minta izin dulu untuk pergi beberapa saat, terbang di atas
permadani mencari saudaranya, Jankas.
Jankas tengah tidur dalam sebuah kafilah, karena ia hanya
dapat memperoleh pekerjaan sebagai guru di seminari, upahnya
sangat rendah. Ketika mereka ke istana, sang putri tiba-tiba
jatuh cinta melihat kegagahan Jankas, dan memutuskan ingin
menikahinya sebagai pengganti Kasjan.
"Hal ini tepat seperti yang aku harapkan," ujar Kasjan
dan sang raja bersamaan. Setelah itu mereka hidup bahagia
selamanya; kerajaan dikendalikan Jankas dan permaisurinya,
sementara raja Balkh dan Kasjan pergi bersama-sama, dengan
permadani terbang menuju Negeri Ghaib di atas Negeri Ghaib
yang sekarang menjadi sekutu kerajaan.
RAJA DAN SERIGALA
Seorang raja memutuskan untuk menjinakkan seekor
serigala, dijadikan binatang piaraan. Keinginannya ini
didasarkan atas ketidaktahuan serta kebutuhannya untuk
diakui atau dipuji orang lain -- suatu sebab umum dari
banyak masalah di dunia.
Dia mengambil anak serigala dari induknya sesaat setelah
dia dilahirkan, dan dibesarkan diantara anjing-anjing
jinak.
Ketika serigala tersebut sudah dewasa dia dibawa kepada
raja dan untuk beberapa hari ia berperilaku seperti anjing.
Orang-orang yang menyaksikan hal ini terpesona, dan
menyangka bahwa raja adalah seorang yang sakti. Mereka
bertindak sesuai keyakinan tersebut, menjadikan raja sebagai
penasihat mereka dalam segala hal. Dan menghubungkan suatu
kekuatan besar kepadanya. Raja sendiri juga percaya bahwa
keajaiban telah terjadi.
Suatu hari, ketika ia pergi berburu, raja mendengar
gerombolan serigala mendekat. Saat mereka mendekat, serigala
jinak piaraan sang raja tersebut melompat, memperlihatkan
taring-taringnya, serta berlari menyambut kawanan serigala
liar. Dalam sesaat, serigala tersebut telah pergi, kembali
kepada teman-teman alamiahnya.
Inilah sumber peribahasa: "Anak serigala akan selalu jadi
serigala, sekalipun dibesarkan diantara manusia."
PEMBURU SEMANGKA
Pada suatu ketika terdapat seorang laki-laki tersesat dan
negerinya ke sebuah dunia yang dikenal sebagai Negeri Orang
Bodoh. Ia segera menyaksikan sejumlah orang lari ketakutan
dari ladang, tempat mereka mendapatkan gandum. "Ada makhluk
aneh di ladang itu!" kata mereka kepadanya. Ia melihat
sebuah semangka.
Ia menawarkan diri untuk membunuh 'makhluk aneh'
tersebut. Ketika ia memotong semangka tersebut dan
tangkainya, kemudian mengambil sepotong dan memakannya,
orang-orang justru menjadi makin takut padanya daripada
terhadap semangka tadi. Mereka mengusirnya dengan garpu
rumput, berteriak, "Ia akan membunuh kita selanjutnya, jika
kita tidak membuangnya!"
Hal ini terus terjadi, bahwa di lain waktu, lain orang
juga tersesat di Negeri Orang Bodoh, dan hal yang sama
terjadi pula padanya. Sebaliknya, alih-alih menawarkan
membantu mengatasi 'makhluk aneh' itu, ia setuju dengan
mereka, bahwa benda itu pasti berbahaya. Maka sambil
berjingkat menjauhinya, ia memperoleh kepercayaan
orang-orang bodoh itu. Ia melewatkan waktu yang lama bersama
mereka di rumah mereka, sampai ia berhasil mengajari mereka
sedikit demi sedikit, kenyataan dasar yang memungkinkan
mereka tidak hanya hilang rasa takutnya terhadap buah
semangka, tetapi bahkan mengelolanya sendiri.
PADUKA YANG MULIA
Melalui serangkaian kesalahpahaman dan kebetulan, Mullah
Nashruddin menemukan dirinya pada suatu hari di dalam gedung
pertemuan Kaisar Persia.
Shahinshah dikelilingi oleh para bangsawan yang egois,
para gubernur propinsi, anggota istana dan berbagai
penjilat. Masing-masing mendesak raja agar ditetapkan
sebagai kepala kedutaan besar yang segera dikirim ke
India.
Kesabaran raja sudah habis, ia mengangkat kepalanya dan
orang-orang yang memaksakan kehendaknya tersebut, maka
secara spiritual memohon pertolongan dari langit, siapa yang
seharusnya dipilih. Matanya bercahaya pada Mullah
Nashruddin.
"Orang ini akan menjadi duta besar," dia mengumumkan,
"maka sekarang tinggalkan aku dalam ketenangan."
Nashruddin diberi busana bagus, peti besar penuh dengan
batu mirah (ruby), berlian, jamrud, dan karya-karya seni
yang tak ternilai dipercayakan kepadanya; hadiah dari
Shahinshah untuk Mogul Agung.
Para anggota istana ternyata tidak puas. Untuk sementara
mereka bersatu atas penghinaan terhadap tuntutan ini, dan
memutuskan menjatuhkan Mullah. Pertama, mereka memasuki
tempat tinggalnya dan mencuri permata, kemudian dibagi rata
diantara mereka sendiri, menggantinya dengan tanah agar
tetap berat. Lalu mereka memanggil Nashruddin, bermaksud
menjatuhkannya dengan memberinya masalah, dan berusaha
mencemarkan majikan mereka.
"Selamat, Nashruddin yang agung," kata mereka, "Sumber
kebijakan, Merak Dunia yang memiliki semua esensi kebajikan.
Oleh karena itu, kami memanggilmu. Ada beberapa hal yang
mungkin dapat kami sarankan kepadamu, yaitu etika dan
perilaku seorang utusan diplomatik."
"Aku akan merasa terbantu jika kalian mau mengatakannya,"
ujar Nashruddin.
"Baiklah," kata pimpinan intrik tersebut, "Hal pertama,
engkau harus sederhana, untuk menunjukkan betapa
sederhananya dirimu. Engkau tidak boleh sedikit pun
menunjukkan diri sebagai orang penting. Saat sampai di
India, engkau harus memasuki masjid sebanyak engkau bisa,
dan mintalah derma untuk dirimu sendiri. Kedua, engkau harus
menjawab etika istana di Negeri di mana engkau diutus. Ini
artinya, bahwa engkau akan menyebut Mogul Agung sebagai
Bulan Purnama."
"Tetapi itu bukankah julukan Kaisar Persia?"
"Tidak di India."
Maka Nashruddin pun dikirim. Kaisar Persia berpesan
kepadanya saat berangkat, "Hati-hatilah, Nashruddin.
Turutilah etika yang berlaku di sana. Karena Mogul adalah
kaisar yang perkasa dan kita harus mengesankannya tanpa
penghinaan."
"Aku sudah siap Yang Mulia," ujar Nashruddin.
Setelah memasuki wilayah India, Nashruddin segera
memasuki masjid dan naik ke mimbar, "Wahai ummat!" serunya,
"lihat diriku mewakili Bayangan Allah di Bumi! Poros
lingkaran Bumi! Keluarkan uangmu, karena aku mengadakan
derma."
Hal ini dia ulang di setiap masjid yang dapat ditemukan,
semua jalan dari Baluchistan hingga kekaisaran Delhi.
Nashruddin telah mengumpulkan uang banyak. "Gunakan itu,"
ujar penasihat yang lalu, "untuk apa pun yang engkau
inginkan. Karena itu hasil keikhlasan dan pemberian berdasar
perasaan, penggunaannya akan menciptakan permintaannya
sendiri."
Sebenarnya, yang mereka inginkan terjadi pada Mullah
adalah, ia mendapat ejekan saat mengumpulkan uang dengan
sikap 'memalukan' tersebut. "Orang suci harus hidup dari
kesucian mereka," ujar Nashruddin dari masjid ke masjid.
"Aku tidak menilainya dan mengharapkannya. Bagi kalian, uang
adalah sesuatu yang ditimbun, setelah dicari. Kalian dapat
menukarnya dengan barang. Bagiku, uang adalah bagian dari
suatu alat. Aku mewakili kekuatan alam dari pertumbuhan
perasaan, pemberian dan pengeluaran."
Sekarang, sebagaimana kita semua tahu, kebaikan sering
beralih dari kejahatan yang nyata, dan sebaliknya. Mereka
yang berpikir bahwa Nashruddin hanya menghubungkan isi
sakunya sendiri tidak menyumbang. Karena beberapa alasan,
pertemuan mereka tidak berhasil. Mereka yang percaya dan
memberikan uangnya, secara misterius menjadi kaya. Tetapi
kita harus kembali kepada cerita kita.
Duduk di atas Singgasana Merak, di Delhi, kaisar
mempelajari laporan yang dibawa kurir setiap hari,
menggambarkan perkembangan duta besar Persia. Pertama, ia
tidak terlalu memperhatikan. Kemudian dipanggilnya semua
anggota dewan.
"Saudara sekalian," katanya, "Nashruddin ini pasti orang
suci atau orang yang mendapat petunjuk. Siapa yang pernah
mendengar, seseorang melanggar prinsip bahwa orang yang
mencari uang tanpa alasan masuk akal, kalau tidak
menempatkan pemahaman salah pada niat seseorang?"
"Semoga bayangan Anda tidak berkurang," jawab mereka,
"Wahai perpanjangan seluruh kebijakan yang tak terhingga;
kami setuju. Jika terdapat orang-orang seperti ini di
Persia, kita harus waspada, karena pengaruh moral mereka
melebihi pandangan materialistis kita, sudah sangat
jelas."
Lalu seorang pesuruh tiba dari Persia, dengan surat
rahasia dari mata-mata Mogul di istana, melapor, "Mullah
Nashruddin bukan pejabat di Persia. Ia dipilih secara acak
untuk menjadi duta besar. Kami tidak dapat mengerti
alasannya, karena Shahinshah tidak punya pilihan lagi."
Mogul memanggil semua dewan, "Burung Surga yang tiada
bandingnya!" katanya kepada mereka, "timbul pemikiran pada
diriku. Kaisar Persia memilih orang secara acak untuk
mewakili seluruh bangsanya. Ini mungkin berarti ia sangat
yakin terhadap kualitas rakyatnya, bahwa baginya, siapa pun
memenuhi syatat untuk melakukan tugas sulit sebagai duta
besar ke istana Delhi! Ini menunjukkan derajat pencapaian
sempurna, pelatihan kekuatan intuisi yang sempurna secara
mengagumkan pada mereka, kita harus mempertimbangkan kembali
keinginan kita untuk menyerbu Persia; karena orang-orang
seperti itu dapat dengan mudah menelan senjata kita.
Masyarakat mereka diatur atas dasar yang berbeda dari
kita."
"Anda benar -- Prajurit Terbaik di Perbatasan," ujar para
bangsawan India.
Akhirnya Nashruddin tiba di Delhi. Ia menunggang keledai
tua, diikuti pengawalnya, dan diberati oleh kantong-kantong
uang yang ia kumpulkan dari masjid-masjid. Peti permata
diangkat di atas seekor gajah, sesuai dengan ukuran dan
beratnya.
Nashruddin ditemui pimpinan upacara penyambutan di pintu
gerbang Delhi. Kaisar duduk bersama para punggawanya di
halaman istana yang luas sekali, Gedung Resepsi Duta Besar.
Ruang dalamnya ditata sedemikian rupa dengan pintu masuk
yang rendah. Sehingga, para duta besar selalu harus turun
dari kuda mereka dan memasuki Paseban Agung dengan jalan
kaki, memberi kesan sebagai para pemohon. Hanya orang-orang
yang sederajat dapat berkendaraaan ke dalam istana.
Belum pernah sebelumnya seorang duta besar datang menaiki
seekor keledai, dan oleh karena itu tidak ada yang
menghentikan Nashruddin, menderap langsung melewati pintu
dan tiba di Mimbar Kaisar.
Raja India dan para punggawa istananya saling
berpandangan penuh arti, atas peristiwa itu. Nashruddin
dengan gembira turun, menyebut raja sebagai sang Bulan
Purnama dan menyebut peti permatanya untuk diberikan.
Ketika peti tersebut dibuka, dan yang ada adalah tanah,
sejenak suasana hening.
"Aku lebih baik tidak berkata apa-apa," pikir Nashruddin,
"karena tidak ada kata-kata yang dapat diucapkan untuk
meredakan keadaan ini." Maka ia pun tetap diam.
Mogul berbisik kepada menterinya, "Apa arti ini semua?"
Apakah ini penghinaan untuk kedudukan tertinggi?"
Tidak dapat mempercayai hal ini, sang menteri berpikir
dengan keras. Kemudian dia memberikan penafsiran.
"Ini adalah tindakan simbolis, Yang Mulia," dia berbisik,
"Duta Besar bermaksud bahwa dia mengakui Anda sebagai
Penguasa Bumi. Bukankah dia menyebut Anda sang Bulan
Purnama?"
Mogul tenang, "Kami puas dengan penunjukan Shahinshah
Persia, karena kami tidak membutuhkan kekayaan, dan kami
menghargai kehalusan metafisis dari pesan ini."
"Aku telah disuruh untuk mengatakan," kata Nashruddin
mengingat 'esensi ungkapan penawaran upeti' yang telah
diberikan oleh para pengintrik dari Persia, bahwa "hanya ini
semua yang kami miliki Yang Mulia."
"Itu artinya Persia tidak akan menyerahkan satu ons pun
dari tanahnya untuk kita," bisik penafsir ramalan kepada
raja.
"Beritahu penguasamu, bahwa kami mengerti," senyum sang
Mogul, "Tetapi ada satu hal lain, jika aku sang Bulan
Purnama, lalu apakah sebutan kaisar Persia?"
"Dia adalah sang Bulan Sabit," kata Nashruddin secara
spontan.
"Sang Bulan Purnama lebih dewasa dan memberikan cahayanya
lebih banyak daripada bulan sabit, yang merupakan
yuniornya," bisik ahli perbintangan istana kepada Mogul.
"Kami puas," ujar sang raja India, "Engkau boleh kembali
ke Persia, dan katakan kepada sang Bulan Sabit, bahwa sang
Bulan Pumama menghormatinya."
Mata-mata Persia di Istana Delhi segera mengirim laporan
lengkap atas perubahan ini kepada Shahinshah. Mereka
menambahkan bahwa Kaisar Mogul telah merasa sangat terkesan,
dan takut untuk merencanakan perang melawan orang-orang
Persia karena tindakan-tindakan Nashruddin.
Ketika dia kembali pulang, Shahinshah menerima Mullah
Nashruddin dalam undangan resmi yang lengkap.
"Aku lebih daripada sekadar puas, sahabat Nashruddin,"
katanya, "atas hasil dari metode-metode ortodoksmu yang
tidak lazim. Negara kita telah selamat dan ini berarti bahwa
mereka tidak akan berusaha menghitung permata atau pungutan
di masjid-masjid. Engkau akan dikenal dengan julukan khusus
Safir -- Utusan.",
"Tetapi Yang Mulia," bisik penasihat, "Orang ini bersalah
atas pengkhianatan yang besar, jika tidak lebih banyak! Kita
punya bukti sempurna bahwa dia menggunakan salah satu
julukan Anda kepada Kaisar India, karena mengubah
kesetiaannya dan membawa salah satu gelar Anda yang hebat
menjadi nama aib."
"Ya!" bentak Shahinshah, "guru pernah berkata bijak, pada
setiap kesempurnaan di sana ada ketidaksempurnaan.'
Nashruddin, mengapa engkau menyebutku dengan Bulan
Sabit?"
"Aku tidak tahu mengenai protokol," jawab Nashruddin,
"Tetapi aku tahu bahwa Bulan Purnama adalah tentang
berkurangnya kekuasaan, dan Bulan Baru (Sabit), tetap tumbuh
dengan kemenangan terbesar di depannya."
Suasana hati kaisar berubah, "Tangkap Anwar, sang
Penasihat Agung!" dia berteriak, "Mullah, aku menawarimu
kedudukan Penasihat Agung!"
"Apa?" tanya Nashruddin, "Dapatkah aku menerima setelah
tahu dengan mataku sendiri apa yang terjadi pada
pendahuluku?"
Dan apa yang terjadi pada permata dan harta benda yang
ditukar oleh para anggota istana yang jahat? Hal itu lain
cerita, karena Nashruddin yang tidak ada bandingnya berkata,
"Hanya anak-anak dan orang bodoh yang mencari sebab dan
akibat di dalam cerita yang sama."
TIDAK HANYA TERTAWA PADA SI BODOH
Pada suatu ketika terdapat seorang bodoh yang disuruh
membeli gandum dan garam. Dia mengambil sebuah piring untuk
membawa belanjaannya.
"Pastikan," kata orang yang menyuruhnya, "jangan
mencampur keduanya. Aku ingin keduanya dipisah."
Ketika pemilik toko memenuhi piring dengan tepung dan
menakar garam, si bodoh berkata: "Jangan mencampurnya dengan
tepung, sini aku tunjukkan di mana meletakkannya."
Dan dia membalik piring, guna meletakkan garam pada
permukaan dasar piring. Tepungnya tentu saja tumpah ke
lantai. Tetapi garamnya selamat.
Ketika si bodoh kembali ke orang yang menyuruhnya, ia
berkata: "Ini garamnya."
"Bagus!" ujar orang tersebut, "tetapi mana
tepungnya?"
"Seharusnya di sini," jawab si bodoh, membalikkan
piring.
Serentak ia melakukannya saat itu pula garamnya
berjatuhan ke tanah, dan tepungnya tentu saja sudah
lenyap.
Maka begitulah manusia. Melakukan suatu hal yang mereka
pikir benar, mereka bisa jadi membatalkan hal lain yang
sama-sama benar. Ketika hal ini terjadi dengan pemikiran
sebagai ganti tindakan, orang itu sendiri kehilangan, atas
refleksi tidak peduli bagaimana ia menganggap pemikirannya
benar, logis.
Anda tertawa pada anekdot si bodoh. Sekarang, akankah
Anda melakukan lebih (daripada itu) dan mengira tentang
pemikiran yang Anda miliki (milik Anda sendiri) seolah garam
dan tepung?
ORANG PALING BAHAGIA DI DUNIA
Seorang laki-laki yang hidup dalam keadaan cukup
menyenangkan pergi menemui seorang guru yang dikenal
memiliki semua pengetahuan. Dia berkata kepadanya:
"Wahai, guru agung. Aku tidak memiliki masalah materi,
dan sampai sekarang aku selalu tidak tenang. Karena
bertahun-tahun aku telah mencoba, menjadi bahagia, untuk
menemukan suatu jawaban pada pemikiran-pemikiran batiniahku,
agar serasi dengan dunia. Tolong, nasihati aku, mengenai
bagaimana aku dapat mengobati keadaan yang tidak enak
ini?"
Sang Guru menjawab:
"Sahabatku, apa yang tersembunyi pada beberapa orang
adalah tampak bagi orang lain. Aku punya jawaban untuk
penyakitmu, meski bukan pengobatan yang lazim. Engkau harus
bepergian, mencari orang paling bahagia di dunia. Segera
setelah menemukannya, engkau harus meminta bajunya dan
kenakan."
Pencari ini akhirnya dengan gelisah mulai mencari
orang-orang bahagia. Satu per satu, ia menemukan mereka dan
bertanya. Lagi-lagi mereka menjawab: "Ya, aku bahagia,
tetapi ada yang lebih bahagia daripada aku."
Setelah bepergian dari satu negeri ke banyak negeri
lainnya, berhari-hari, ia menemukan hutan di mana setiap
orang mengatakan telah tinggal seorang paling bahagia di
dunia.
Ia mendengar suara tertawa datang dari pepohonan, dan
dipercepat langkahnya hingga dia bertemu dengan seorang
laki-laki yang tengah duduk di tempat terbuka.
"Apakah Anda orang paling bahagia di dunia, seperti yang
dikatakan orang-orang?" dia bertanya
"Benar sekali, itulah aku," jawab laki-laki itu.
"Namaku si Fulan; keadaanku demikian, dan obatku sesuai
pesan guru, adalah mengenakan baju Anda. Aku mohon
berikanlah kepadaku, aku akan memberi Anda apa saja yang aku
miliki sebagai gantinya."
Laki-laki tersebut memandangnya lebih dekat dan ia
tertawa. Dia tertawa dan tertawa. Ketika ia telah sedikit
tenang dari tawanya, si tamu yang gelisah tersebut, agak
terganggu melihat reaksi ini, berkata:
"Apakah Anda gusar, sehingga Anda tertawa pada permintaan
serius ini?"
"Barangkali," kata orang tersebut, "Tetapi jika engkau
sedikit lebih memperhatikan, engkau akan melihat, bahwa aku
tidak memiliki baju."
"Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang?"
"Engkau akan sembuh sekarang. Berjuang untuk sesuatu yang
tidak dapat dicapai, namun pengalaman membuktikan, bahwa itu
dapat dicapai atas apa yang dibutuhkan; sebagaimana jika
seorang mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk melompati
sebuah sungai, seolah (sungai tersebut) lebih lebar daripada
yang sebenarnya. Dia akan dapat mencapai seberang
sungai."
Orang yang paling bahagia di dunia tersebut kemudian
menyibakkan surban yang ujungnya menutupi wajahnya. Orang
yang gelisah tadi melihat bahwa ia (orang yang paling
bahagia tersebut) tidak lain adalah guru agung yang semula
telah menasihatinya.
"Tetapi mengapa tidak Anda katakan kepadaku semuanya ini
bertahun-tahun lalu, ketika aku datang menemui Anda?"
tanyanya dengan penuh teka-teki.
"Karena engkau belum siap untuk memahami. Engkau butuh
pengalaman-pengalaman tertentu, dan itu harus diberikan
padamu dalam satu cara yang mana akan menjamin bahwa engkau
melewatinya."
DOMBA DAN DOMPET
Suatu hari seorang laki-laki sedang berjalan sepanjang
jalan, diikuti oleh dombanya. Seorang pencuri berjalan di
belakangnya, memotong tali domba dan membawanya pergi.
Ketika dia menyadari apa yang telah terjadi, laki-laki
itu berjalan hilir mudik ke seluruh tempat mencari binatang
piaraannya. Akhirnya dia tiba di sebuah sumur, di mana dia
melihat seorang laki-laki tampak dalam keadaan putus
asa.
Dia tidak tahu bahwa laki-laki tersebut adalah pencuri
dombanya. Dia bertanya, apa yang dikerjakan di sini, si
pencuri menjawab:
"Aku telah menjatuhkan sebuah dompet ke dalam sumur ini.
Dompet tersebut berisi limaratus keping perak. Jika engkau
bersedia terjun ke dalam dan mengambilkannya untukku, maka
aku akan memberimu seratus keping perak."
Laki-laki itu berpikir: "Ketika satu pintu tertutup,
seratus pintu mungkin terbuka. Kesempatan ini sepuluh kali
lebih berharga daripada dombaku yang telah hilang."
Dia membuka baju dan melompat masuk ke dalam sumur. Dan
si pencuri membawa pergi bajunya.
(Ar-Rumi)
BURUNG INDIA
Seorang pedagang memiliki seekor burung di dalam sangkar.
Dia pergi ke India, negeri dari mana burung tersebut
berasal, dan bertanya kepada burung tersebut, apakah dia
dapat membawakan sesuatu untuknya. Si burung menjawab, agar
dia dibebaskan, tetapi ditolak. Maka burung tersebut meminta
sang pedagang untuk mengunjungi suatu hutan di India dan
mengumumkan penangkapan dirinya kepada burung-burung yang
bebas di sana.
Sang pedagang menyetujui, dan tidak lama setelah dia
berbicara kepada seekor burung liar, persis seperti burung
miliknya, burung tersebut jatuh, dalam keadaan pingsan tak
sadarkan diri. Jatuh dari atas pohon ke tanah. Sang pedagang
berpikir, bahwa burung ini pasti bersaudara dengan burung
yang dimilikinya, dan merasa sedih bahwa dia akan menjadi
sebab kematiannya.
Ketika dia pulang, si burung bertanya kepadanya, apakah
dia telah membawa berita gembira dari India. "Tidak," jawab
sang pedagang, "Aku khawatir bahwa beritaku merupakan berita
buruk. Satu dari saudaramu pingsan dan jatuh di kakiku
segera setelah aku menyebut penangkapan atas dirimu."
Segera setelah kata-kata tersebut selesai diucapkan,
burung milik pedagang tersebut pingsan dan jatuh ke dasar
sangkar.
"Berita tentang kematian saudaranya telah membunuhnya
pula," pikir si pedagang. Dengan sedih, ia mengambil burung
tersebut dan meletakkannya di atas kusen jendela. Seketika
burung tersebut hidup kembali dan terbang ke pohon yang
terdekat. "Sekarang Anda tahu," katanya, "bahwa apa yang
Anda pikir malapetaka sesungguhnya adalah kabar yang baik
bagiku. Dan pesan tersebut merupakan saran bagaimana
bertindak sehubungan dengan kebebasan diriku telah dikirim
kepadaku melalui Anda, penangkapku."
Dan burung tersebut terbang bebas.
(Ar-Rumi)
(sebelum)
|