94. Hisyam ibn 'Ammar ibn Nashir ibn
Maysarah1
Ia biasa juga dipanggil adh-Dhafri ad-Dimasyqi. Ia guru
Imam Bukhari. Menurut ibn Mu'in, ia tsiqat. Menurut Abu
Hatim, dinukil dari Yahya, ia cerdas. 'Ajli memandang dia
orang yang tsiqat. Menurut an-Nasa'i, tidak ada masalah pada
diri adh-Dhafri. Daruquthni memandang dia sangat jujur dan
besar jasanya. Abdan berkata: "Tak ada seorang pun di dunia
seperti adh-Dhafri."
Menyimak berbagai pendapat di atas, nyatalah bagi kita
bahwa tak seorangpun dari mereka yang menuduh Hisyam ibn
'Ammar sebagai rafadh, ekstrim, bahkan tasyayyu'. Adapun Ibn
Quthaibah, dia memandang Ibn 'Ammar sebagai tokoh perawi
Syi'ah. Jawaban saya atas pandangan ini sama seperti yang
telah saya kemukakan di atas, yaitu bahwa Ibn Quthaibah
memandang seseorang Syi'ah hanya karena ia mendukung 'Ali,
tidak lebih. Sesungguhnya Hisyam tidak dapat disebut sebagai
perawi Syi'ah yang tsiqat, sebagaimana dikatakan oleh
penulis Dialog Sunnah-Syi'ah. Ia justru termasuk salah
seorang ulama Sunni. Karena itu Imam Bukhari menerima dan
meriwayatkan haditsnya. Kalau seandainya Bukhari mengetahui
bahwa Hisyam berlawanan dengan Ahlus-sunah wal-Jama'ah,
tentulah Bukhari tidak akan menerima haditsnya.
Sementara orang mengecam Hisyam lantaran beberapa hal,
seperti menerima upah untuk menyampaikan hadits dan menerima
talqin. Sesungguhnya hal ini tidak ada kaitannya dengan
tasyayyu'.
Abu Hatim berkata: "Hisyam itu orang yang sangat jujur.
Setelah ia memasuki usia lanjut, hafalannya berubah. Segala
sesuatu yang dimilikinya disampaikan kepada orang lain.
Dahulunya hadits dia sahih. Ia membacakan hadits dari
kitabnya." Ibn Warah dan ulama lain menyangkal bahwa Hisyam
menarik upah untuk menyampaikan hadits.
Sungguhpun demikian, di dalam kitab Sahih Bukhari hanya
ada dua hadits Hisyam. Pertama, hadits yang berkenaan dengan
jual-beli. Kedua, hadits yang berkenaan dengan biografi Abu
Bakar yang didukung oleh riwayat 'Abdullah ibn 'Ala'.
Bukhari juga mentalqinkan satu hadits mengenai haramnya
ma'azif (alat-alat musik bersenar) darinya. Itulah semua
yang terdapat dalam bukunya Ibn Hajar menjelaskan bahwa
Bukhari berhujjah dengan hadits-hadits tersebut.
Akan tetapi lain lagi cerita Ahmad tentang Hisyam. Ia
berkata: "Ia seorang yang picik, dan sederhana pemikirannya.
Ahmad menentang perkataan Hisyam bahwa lafazh Jibril dan
Muhammad dalam al-Qur'an itu makhluk. Ahmad juga menentang
khutbah Hisyam berikut ini: "Segala puji bagi Allah yang
menampak pada setiap ciptaan-Nya (makhluk)." Menurut Ahmad,
itu pemikiran Jaham, atau ia penganut paham Jahamiyah yang
berpendapat bahwa Tuhan menampakkan diri pada Gunung (zaman
Nabi Musa, peny.). Menurut Hisyam, Allah menampakkan
diri-Nya kepada makhluk lewat ciptaan-Nya. Jika kalian
shalat di belakang Hisyam (bermakmum), maka hendaknya kalian
mengulangi shalat kalian, demikian Imam Ahmad.
Adz-Dzahabi berkata: "Perkataan Hisyam dapat
dipertimbangkan. Akan tetapi orang tidak dibenarkan
memutlakkan perkataannya. Mengenal penolakan Ahmad terhadap
Hisyam, itu tidak menyebabkan Hisyam menjadi perawi Syi'ah
yang tsiqat:
Catatan kaki:
1 Hadi as-Sari, 2/218;
Tahdzib at-Tahdzib, 11/51; Mizan al-I'tidal 4/302.
|