87. Musa ibn Qays al-Hadhramy, Abu Muhammad,
gelar Burung Pipit dari Sorga1
Berkata 'Abdullah bin Ahmad, dari ayahnya: "Aku tidak
mengetahui tentang Musa kecuali kebaikan". Ibn Mu'in
menganggap dia tsiqat. Abu Hatim berkata: "Tak ada persoalan
dengan dia". Musa al-Tarra' berkata: "Dia itu disukai".
Menurut Ibn Syahin, dia termasuk perawi yang tsiqat. Kata
Ibn Numair: "Dia tsiqat. Orang banyak meriwayatkan hadits
darinya." Dan kata Ibn Sa'd: "Dia itu sedikit bicara".
Itulah intisari pendapat para ulama tentang orang yang
bergelar Burung Pipit dari Sorga ini. Kesimpulannya, mereka
semua tidak melihat ada sesuatu yang menodai sifat adilnya.
Jadi mereka menganggapnya tsiqat. Adapun pendapat 'Uqaily
bahwa dia termasuk Rafidhah yang ekstrim, itu tidak ada
buktinya. Tapi 'Uqaily juga mengatakan bahwa Musa
meriwayatkan hadits-hadits munkar dan membicarakan
tulisan-tulisan yang batil. Jika ini yang dijadikan argumen
untuk menuduh Musa Rafidhah ekstrem, maka ini adalah argumen
yang lemah, sebab periwayatan hadits-hadits yang batil atau
munkar tidaklah menunjukkan seseorang itu Rafidhah atau
ekstrim, terlebih lagi 'Uqaily tidak menjelaskan kepada kita
apa kebatilan-kebatilan yang diriwayatkan Musa itu.
Hanya, saja, adz-Dzahabi menyuguhkan sebuah riwayat
tentang Musa ibn Qays ini, bahwa dia (Musa) bercerita
tentang dirinya sendiri, bahwa Sufyan bertanya kepadanya
tentang Abu Bakar dan 'Ali, maka katanya: "Ali lebih
kusukai."
Barangkali riwayat adz-Dzahabi tentang Musa ini bisa
menjadi alasan mengapa 'Uqaily menganggap Musa Rafidhah
ekstrim. Jadi alasannya bukanlah omongan 'Uqaily bahwa Musa
meriwayatkan (hadits-hadits) tentang keutamaan Ahlul Bait,
yang menyebabkan 'Uqaily tidak senang dan mengatakan Musa
Rafidhah, sesuai dengan anggapan penulis Dialog
Sunnah-Syi'ah.
Seandainya perbuatan meriwayatkan hadits mengenai
keutamaan Ahlul Bait bisa menjadi alasan bagi tuduhan
sebagai Rafildhi, tentulah 'Uqaily akan mencap setiap orang
yang meriwayatkan hadits mengenai keutamaan Ahlul Bait
sebagai Rafidhah. Dan ini tidak dilakukan oleh 'Uqaily
ataupun ahli-ahli hadits yang lain. Ini membuktikan dustanya
penulis Dialog Sunnah-Syi'ah dalam tuduhannya terhadap
'Uqaily.
Adapun riwayat Abu Na'im dari Musa ibn Qays dengan
sanadnya sampai kepada Ummu Salamah, bahwa dia (Ummu
Salamah) berkata: "Kebenaran ada pada 'Ali
dst", maka
ucapan seperti ini tidaklah menunjukkan pengucapnya Rafidhah
yang ekstrim, manakala ucapan tersebut diartikan bahwa 'Ali
berada di pihak yang benar dalam perselisihannya dengan
Mu'awiyah, sebab umumnya Ahlus Sunnah juga berpendapat
demikian.
Klaim penulis Dialog Sunnah-Syi'ah bahwa Abu Dawud dan
Sa'id bin Manshur telah berhujjah dengan hadits Musa adalah
klaim yang masih perlu dibuktikan, sebab seorang ahli hadits
yang mengeluarkan hadits dari seorang rawi tidaklah dengan
sendirinya menunjukkan bahwa ahli hadits tersebut berhujjah
dengan rawi tersebut, sebab kadang-kadang sebuah hadits
dikeluarkan tetapi tidak dijadikan hujjah.
Catatan kaki:
1 Tahdzib at-Tahdzib,
10/366; Mizan al-I'tidal, 4/217.
|