|
77. Muhammad ibn Khazim1
Ia dikenal dengan sebutan Abu Mu'awiyah adh-Dharir.
Menurut adh-Dzahabi, ia termasuk salah seorang pemuka agama
yang 'alim dan tsiqat. Tak seorang pun memalingkan muka
darinya. Imam Nasa'i memandangnya tsiqat. Demikian pula
'Ajli dan Ibn Sa'ad. Abu Hatim berkata: "Perawi yang paling
dipercaya dari sumber A'masy adalah Sufyan, kemudian Abu
Mu'awiyah." Hal serupa dikatakan oleh Yahya ibn Mu'in.
Ibn Kharasy berkata: "Hadits Abu Mu'awiyah yang tidak
berasal dari A'masy masih diragukan. Hal yang sama dikatakan
oleh 'Abdullah ibn Ahmad melalui riwayat ayahnya. Karena
itu, Imam Bukhari tidak menerima hadits Abu Mu'awiah,
kecuali yang bersumber dari A'masy. Adapun haditsnya yang
tidak bersumber dari A'masy, Bukhari meriwayatkannya sebagai
pendukung saja, artinya, dengan disertai oleh perawi-perawi
lain yang dianggap tsiqat. Ibn Hajar berkata, "Bukhari tidak
berhujjah dengan hadits Abu Mu'awiyah yang tidak berasal
dari A'masy." Bukhari juga meriwayatkan haditsnya yang
bersumber dari Hisyam ibn 'Urwah. Akan tetapi hadits-hadits
tersebut sebagai pendukung semata.
Mengenai pernyataan Hakim bahwa dia menyatakan
dukungannya kepada 'Ali secara berlebih-lebiban, atau
pernyataan Abu Dawud bahwa ia menganut paham Murji'ah, semua
itu dipandang ulama hadits sebagai bid'ah yang tidak merusak
sifat adil dan kehujjahan haditsnya, sebab ia dikenal
sebagai orang yang jujur, amanah dan tidak menghalalkan
dusta untuk menguatkan madzhabnya. Sebab itu, ulama hadits
hanya mengecam dia dari sudut pencampuradukkan (tadlis) yang
terdapat dalam beberapa haditsnya yang tidak bersumber dari
A'masy. Untuk itu, ulama hadits menjauhinya jika tidak
didukung oleh perawi-perawi lain yang tsiqat. Di sini kita
melihat bukti lain dari kejujuran ulama Sunni. Mereka
menjauhkan diri dari dorongan hawa nafsu dan fanatisme.
Catatan kaki:
1 Hadi as-Sari, 2/206;
Tahdzib at-Tahdzib, 9/137; Mizan al-I'tidal, 4/575.
|