Sunni yang Sunni
Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ah-nya al-Musawi

Mahmud az-Za'by

62. 'Ali ibn al-Ja'd ibn 'Ubayd al-Jawhari al-Hasan al-Baghdadi1

Dalam bukunya, Al-Mizan, adz-Dzahabi menegaskan bahwa 'Ali adalah penghafal hadits yang terpercaya. Yahya ibn Mu'in memandang dia sebagai orang yang tsiqat dan sangat jujur. Abu Zara'ah juga memandang dia sangat jujur. Abu Hatim menyatakan bahwa ia terpercaya dan jujur. Shaleh ibn Muhammad menyatakan dia tsiqat. Sedangkan an-Nasa'i memandang dia sangat jujur. Menurut ad-Daruquthni, ia tsiqat dan terpercaya. Ibn Qani' juga memberi penilaian yang sama. Menurut Mathin, ia tsiqat. Ibn 'Adi berkata, "Saya tidak pernah melihat sesuatu kejanggalan dalam hadits 'Ali. Dan saya tidak pernah melihat pula hadits munkar dalam banyak riwayat yang ia terima dari orang tsiqat."

Imam Ahmad ibn Hanbal secara khusus menyoroti kesyi'ahan 'Ali dan segi pemahamannya terhadap al-Qur'an.

Inilah beberapa pendapat ulama mengenai 'Ali ibn Jad. Mereka sepakat mengenai keadilan dan sifat tsiqatnya. Mereka juga mengakui kejujuran dan sifat amanah 'Ali. Kalau mereka menyatakan bahwa dia Syi'ah, maka yang dimaksud adalah Syi'ah yang tidak merusak sifat adil, kejujuran dan amanahnya. Sebab dia hanya simpati dan berpihak kepada 'Ali ibn Abi Thalib, tanpa mengecam Abu Bakar dan 'Umar ibn Khaththab. Ia hanya mengecam Mu'awiyah, dan kadang-kadang 'Utsman ibn 'Affan. "Riwayat Ibn Hajar" dalam at-Tahdzib dari Ahmad Ibrahim ad-Dawraqi menunjukkan hal di atas. Diceritakan bahwa Ibrahim berkata kepada 'Ali ibn Jad, "Aku dengar kau meremehkan 'Umar ibn Khaththab?" Ia menjawab: "Tidak. Aku tidak pernah melakukan itu. Aku hanya berkata. "Kalau Allah memberi azab kepada Mu'awiyah, aku tidak keberatan.

Harun ibn Sufyan al-Mustamli berkata, "Aku duduk di samping 'Ali ibn Jad. Lalu ia menyebut-nyebut nama 'Utsman ibn 'Affan, seraya berkata: " 'Utsman mengambil uang negara sebanyak 100 dirham secara tidak sah."

Setelah kita mengetahui siapa 'Ali ibn Jad, jelaslah bagi kita kejujuran dan objektivitas ulama hadits dari kalangan Ahlus-sunnah wal-Jama'ah. Bid'ah yang dilakukan 'Ali tidak menghalangi mereka untuk menerima haditsnya setelah mereka mengetahui dan meyakini kejujuran dan sifat amanatnya. Apalagi bid'ah yang diciptakan 'Ali tidak tergolong jenis bid'ah yang mengkafirkan. Juga bukan bid'ah yang menghalalkan dusta untuk menguatkan bid'ah terkait. Karena itulah, Imam Bukhari meriwayatkan hadits 'Ali sebanyak 13 hadits dengan pemeriksaan yang seksama. Hal serupa juga dilakukan oleh imam-imam hadits (dari ashhabus-sittah) yang lain.

Catatan kaki:

1 Mizan al-I'tidal 3/116; Tahdzib at-Tahdzib, 7/289; Hadi as-Sari, 2/197.


Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi oleh Mahmud az-Zaby
Diterjemahkan dari Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at
karangan Mahmud az-Za'bi, (t.p), (t.t). © Mahmud az-Za'bi.
Penerjemah: Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail
Penyunting: Ahsin Mohammad
Diterbitkan oleh Penerbit PUSTAKA
Jalan Ganesha 7, Tilp. 84186
Bandung, 40132
Cetakan I : 1410H-1989M

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.