53. 'Abdurrazzaq ibn Himam ibn Nafi' al-Humairi
ash-Shan'ani1
Penulis kitab Fath al-Bari berkata: "Ibn Himam adalah
salah seorang penghafal hadits yang terpercaya. Ia memiliki
banyak karya tulis. Semua imam memandang dirinya tsiqat,
kecuali 'Abbas ibn 'Abdil 'Adzim al-Anbari. Pandangan 'Abbas
tentang Himam agak subyektif, sehingga tak seorang pun
sependapat dengannya. Abu Zara'ah ad-Dimasyqi berkata:
"Dikatakan kepada Ahmad ibn Hanbal, siapa yang lebih
terpercaya antara 'Abdurrazaq ibn Himam dan Muhammad ibn
Bakar ad-Dasani?" jawab Ahmad, " 'Abdurrazaq."
'Abbas ad-Duri dari Ibn Mu'in berkata: 'Abduffazaq adalah
perawi yang terpercaya dalam hadits Makmar dari Hisyam ibn
Yusuf. Ya'qub ibn Syaibah dari 'Ali ibn al-Madini berkata:
"Hisyam ibn Yusuf berkata kepadaku, 'Abdurrazaq adalah orang
yang paling alim dan paling hafal diantara kita." Berkata
Ya'qub: "Keduanya ('Abdurrazaq dan Hisyam) adalah orang
tsiqat dan terpercaya." Adz-Dzahili berkata: "'Abdurrazaq
adalah orang paling tahu tentang hadits, dan dia
"hafizh".
Ibn 'Adi berkata: "Perawi-perawi hadits yang tsiqat
banyak berdatangan menemui 'Abdurrazaq. Mereka meriwayatkan
hadits darinya. Namun mereka memandangnya Syi'ah. Label
Syi'ah ini merupakan kecaman mereka yang paling akut.
Tetapi, kejujuran 'Abdurrazaq menempatkannya di posisi yang
tidak tergoyahkan. An-Nasa'i berkata: "Perlu penelitian
lebih jauh bagi orang yang menulis hadits 'Abdurrazaq di
saat ia berusia senja. Banyak orang menerima hadits munkar
darinya."
Atsram dari Ahmad berkata: "Barangsiapa mendapatkan
informasi (hadits) dari 'Abdurrazaq setelah ia buta, maka
itu bukanlah hadits. Apa yang sudah ditulis dalam
buku-bukunya, maka hal itu adalah benar dan shahih. Tetapi
yang tidak tercatat dalam buku-bukunya, maka itu hanyalah
hasil rekaman setelah ada upaya mengingat kembali apa yang
pernah diketahuinya."
Ibn Hajar berkata: "Imam Bukhari berhujjah dengan
sejumlah hadits yang diterima dari 'Abdurrazaq sebelum ia
memasuki usia senja. Dan imam-imam yang lain meriwayatkan
hadits darinya."
Dari berbagai pendapat ulama di atas dapat disimpulkan
bahwa para ahli sepakat mengenai sifat adil, tsiqat,
kejujuran dan kuatnya daya ingat 'Abdurrazaq sebelum ia
memasuki masa tuanya (masa di mana terjadi ikhtilath
(campur-aduk). Pada waktu itu, tidak seorang pun berbeda
pendapat. Hadits-haditsnya yang diriwayatkan dalam Shahih
Bukhari dan Muslim, juga dalam kitab Sunan lainnya, semuanya
diriwayatkan sebelum 'Abdurrazaq memasuki masa ikhtilath.
Kalangan ahli hadits tidak berselisih untuk berhujjah dengan
hadits 'Abdurrazaq sebelum tuanya.
Adapun gelar Syi'ah yang dialamatkan kepadanya sudah
merupakan kecaman ulama hadits yang paling keras. Namun
label Syi'ah yang disandangnya tidak merusak sifat adil,
tsiqat dan kejujurannya. Sebab ia bukanlah penganut Syi'ah
ekstrim yang sampai ke tingkat rafadh. Selain itu, ia
dikenal sangat jujur dan taqwa.
Mengenai bukti yang menunjukkan bahwa ia bukan Syi'ah
Rafidhah adalah perkataan Ahmad ibn Azhar, "Aku mendengar
'Abdurrazaq berkata: "Aku mengutamakan Abu Bakar dan 'Umar
lantaran 'Ali ibn Abi Thalib lebih mengutamakan mereka
daripada dirinya sendiri. Seandainya 'Ali tidak mengutamakan
mereka, tentu saya pun tidak akan melakukannya. Cukuplah
dosaku manakala aku mencintai 'Ali, namun mengingkari
ucapannya."
'Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata: "Aku bertanya
kepada ayahku, apakah 'Abdurrazaq itu Syi'ah ekstrim? 'Aku
tidak pernah mendengar hal seperti itu,' jawab ayahku."
Salamah ibn Syabib berkata: "Aku mendengar 'Abdurrazaq
berkata: Demi Allah, dadaku tidak terbuka untuk mengutamakan
'Ali melebihi kemuliaan Abu Bakar dan 'Umar. Semoga Allah
memberi rahmat kepada Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman. Orang
yang tidak mencintai mereka, pastilah ia bukan orang mukmin.
Katanya lagi: "Amal perbuatanku yang paling kokoh adalah
kecintaanku kepada mereka."
Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan dengan jelas
bahwa 'Abdurrazaq bukanlah Syi'ah Rafidhah. Jika demikian,
bagaimana bisa dibenarkan pendapat yang menyatakan bahwa
'Abdurrazaq penganut paham Rafidhah, dan ia dipandang salah
seorang perawi yang tsiqat dan adil? Ini jelas merupakan
kepalsuan yang besar yang mengandung motif menghancurkan
sendi-sendi sunnah Nabi, dan menceburkan keragu-raguan
kepada mereka yang memelihara sunnah, supaya mereka dengan
mudah bisa menghancurkan Islam. Orang-orang Sunni hendaknya
awas dan peka terhadap hal ini!
Catatan kaki:
1 Hadi as-Sari, 2/185;
Tahdzib at-Tahdzib, 6/310; Mizan al-I'tidal, 2/609.
|