51. 'Abdullah ibn Maimun al-Qaddah
al-Makki1
Menurut Imam Bukhari, 'Abdullah termasuk orang yang perlu
dijauhi haditsnya. Abu Zara'ah memandang haditsnya penuh
kealpaan. Menurut at-Turmudzi, hadits Ibn Maimun itu munkar.
Ibn 'Adi berkata: "Pada umumnya hadits Ibn Maimun tidak
dapat diikuti." Menurut Imam Nasa'i, ia dha'if Abu Hatim
berkata; "Hadits Ibn Maimun adalah munkar. Ia meriwayatkan
hadits dari sumber-sumber secara bercampuran." Hadits Ibn
Maimun --tanpa disertai sanad lain-- tidak dapat dijadikan
hujjah. Abu Nu'aim berkata: "'Ibn Maimun meriwayatkan
hadits-hadits munkar."
Para ulama sepakat bahwa Ibn Maimun itu dha'if, tidak
tsiqat dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Tidak
seorang pun yang menentang kesepakatan ini. Namun al-Musawi,
penulis Dialog Sunnah-Syi'ah, memandang Ibn Maimun sebagai
perawi Syi'ah yang tsiqat. Hal ini jelas berlawanan dengan
kesepakatan bulat para ulama hadits mengenai kedha'ifan Ibn
Maimun. Penilaian al-Musawi, penulis Dialog Sunnah-Syi'ah
yang kontroversial itu, hanya karena Ibn Maimun merupakan
teman dekat salah seorang imam Syi'ah, yaitu Ja'far ibn
Muhammad ash-Shadiq.
Dari sini terlihat bahwa kaum Rafidhah tidak memiliki
metoda (sistem) untuk menentukan tsiqat dan dha'ifnya para
perawi. Mereka hanya orang yang menuruti hawa nafsu, dan
tersesat karenanya.
Jika Imam at-Turmudzi meriwayatkan hadits dari Ibn
Maimun, tidak berarti haditsnya dapat dijadikan hujjah.
Sebab, seperti saya kemukakan berulang kali, sebuah hadits
bisa didaftar sekedar sebagai i'tibar. Itu pun disertai
sanad lain yang adil dan tsiqat.
Catatan kaki:
1 Mizan al-I'tidal,
21512; Tahdzib at-Tahdzib, 6/49.
|