Sunni yang Sunni
Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ah-nya al-Musawi

Mahmud az-Za'by

50. 'Abdullah ibn Luhai'ah ibn Uqbah al-Hadrami1

Ia menjabat sebagai hakim Mesir dan termasuk ulama di negeri itu. Menurut Ibn Mu'in, ia lemah (dha'if), dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Menurut al-Hamidi dari Yahya ibn Saad, 'Abdullah tidak atau kurang diperhitungkan. Ibn Muhdi berkata: "Aku tidak pernah menggubris sesuatu hadits yang kudengar dari 'Abdullah ibn Luhai'ah.

Ibn al-Madini dari ibn Muhdi berkata: "Aku tidak pernah mengambil sesuatu (hadits) dari ibn Luhai'ah." Ahmad ibn Zubair dari Yahya berkata: "Hadits ibn Luhai'ah tidak kuat alias lemah." Menurut Abu Zara'ah dan Abu Hatim, Ibn Luhai'ah plin-plan, tidak tegas. Haditsnya dapat ditulis sebagai i'tibar (bahan pertimbangan). Menurut al-Jauzjani, tidak ada cahaya kebenaran pada hadits 'Abdullah, dan tidak selayaknya haditsnya dijadikan hujjah. Pada suatu hari an-Nasa'i berkata: "Aku tidak meriwayatkan dari ibn Luhai'ah, kecuali satu hadits yang diberitakan kepadaku oleh Hilal ibn al-'Ala.

Ibn Hanbal berkata: "Aku mendengar 'Abdullah berkata bahwa hadits ibn Luhai'ah tidak dapat dijadikan hujjah, dan aku banyak menulisnya sekedar mengambil i'tibar dan untuk menguatkan sebagian hadits dengan hadits yang lainnya."

Ibn Hibban berkata: "Aku telah meneliti hadits-hadits Ibn Luhai'ah pada riwayat ulama mutaqaddimin (masa dahulu) dan muta'akhkhirin (masa belakangan). Lalu aku melihat adanya takhlith (campuraduk) dalam riwayat ulama muta'akhkhirin. Sedangkan dalam riwayat ulama mutaqaddimin banyak dijumpai hal-hal yang tidak ada dasarnya sama sekali. Aku pun kembali beri'tibar. Dan ternyata aku melihat Ibn Luhai'ah telah melakukan tadlis, mencampuraduk antara berita dari orang lemah dengan berita dari orang yang dipandang tsiqat. Maka bercampurlah antara keduanya. Dan ibn 'Adi memandang dia Syi'ah ekstrim.

Dari pendapat-pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa 'Abdullah ibn Luhai'ah adalah dha'if. Haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Adapun sebab kedha'ifannya terletak pada tadlis yang dilakukannya. Juga terletak pada kurangnya daya ingatan (dhabith) dan ketsiqatan Ibn Luhai'ah. Mengenai tuduhan "Syi'ah ekstrim" sebagaimana dikatakan Ibn Adi, tidaklah mengurangi sifat adil dan kekuatan haditsnya, seandainya ia tidak melakukan tadlis dan tidak lemah daya ingatnya.

Jika sebagian ulama hadits menerima haditsnya, maka hal itu tidak untuk digunakan sebagai hujjah, tetapi untuk i'tibar. Sebab Ibn Luhai'ah termasuk orang yang bisa didaftar haditsnya, namun tidak dapat dijadikan hujjah. Disamping itu, mereka meriwayatkan hadits itu dengan disertai hadits lain supaya dapat menguatkannya. Wallahu a'lam bis-shawab.

Catatan kaki:

1 Mizan al-I'tidal 2/475; Tahdzib at-Tahdzib, 5/373; al-Khulashah, 211.


Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi oleh Mahmud az-Zaby
Diterjemahkan dari Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at
karangan Mahmud az-Za'bi, (t.p), (t.t). © Mahmud az-Za'bi.
Penerjemah: Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail
Penyunting: Ahsin Mohammad
Diterbitkan oleh Penerbit PUSTAKA
Jalan Ganesha 7, Tilp. 84186
Bandung, 40132
Cetakan I : 1410H-1989M

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.