50. 'Abdullah ibn Luhai'ah ibn Uqbah
al-Hadrami1
Ia menjabat sebagai hakim Mesir dan termasuk ulama di
negeri itu. Menurut Ibn Mu'in, ia lemah (dha'if), dan
haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Menurut al-Hamidi
dari Yahya ibn Saad, 'Abdullah tidak atau kurang
diperhitungkan. Ibn Muhdi berkata: "Aku tidak pernah
menggubris sesuatu hadits yang kudengar dari 'Abdullah ibn
Luhai'ah.
Ibn al-Madini dari ibn Muhdi berkata: "Aku tidak pernah
mengambil sesuatu (hadits) dari ibn Luhai'ah." Ahmad ibn
Zubair dari Yahya berkata: "Hadits ibn Luhai'ah tidak kuat
alias lemah." Menurut Abu Zara'ah dan Abu Hatim, Ibn
Luhai'ah plin-plan, tidak tegas. Haditsnya dapat ditulis
sebagai i'tibar (bahan pertimbangan). Menurut al-Jauzjani,
tidak ada cahaya kebenaran pada hadits 'Abdullah, dan tidak
selayaknya haditsnya dijadikan hujjah. Pada suatu hari
an-Nasa'i berkata: "Aku tidak meriwayatkan dari ibn
Luhai'ah, kecuali satu hadits yang diberitakan kepadaku oleh
Hilal ibn al-'Ala.
Ibn Hanbal berkata: "Aku mendengar 'Abdullah berkata
bahwa hadits ibn Luhai'ah tidak dapat dijadikan hujjah, dan
aku banyak menulisnya sekedar mengambil i'tibar dan untuk
menguatkan sebagian hadits dengan hadits yang lainnya."
Ibn Hibban berkata: "Aku telah meneliti hadits-hadits Ibn
Luhai'ah pada riwayat ulama mutaqaddimin (masa dahulu) dan
muta'akhkhirin (masa belakangan). Lalu aku melihat adanya
takhlith (campuraduk) dalam riwayat ulama muta'akhkhirin.
Sedangkan dalam riwayat ulama mutaqaddimin banyak dijumpai
hal-hal yang tidak ada dasarnya sama sekali. Aku pun kembali
beri'tibar. Dan ternyata aku melihat Ibn Luhai'ah telah
melakukan tadlis, mencampuraduk antara berita dari orang
lemah dengan berita dari orang yang dipandang tsiqat. Maka
bercampurlah antara keduanya. Dan ibn 'Adi memandang dia
Syi'ah ekstrim.
Dari pendapat-pendapat ulama di atas dapat disimpulkan
bahwa 'Abdullah ibn Luhai'ah adalah dha'if. Haditsnya tidak
dapat dijadikan hujjah. Adapun sebab kedha'ifannya terletak
pada tadlis yang dilakukannya. Juga terletak pada kurangnya
daya ingatan (dhabith) dan ketsiqatan Ibn Luhai'ah. Mengenai
tuduhan "Syi'ah ekstrim" sebagaimana dikatakan Ibn Adi,
tidaklah mengurangi sifat adil dan kekuatan haditsnya,
seandainya ia tidak melakukan tadlis dan tidak lemah daya
ingatnya.
Jika sebagian ulama hadits menerima haditsnya, maka hal
itu tidak untuk digunakan sebagai hujjah, tetapi untuk
i'tibar. Sebab Ibn Luhai'ah termasuk orang yang bisa
didaftar haditsnya, namun tidak dapat dijadikan hujjah.
Disamping itu, mereka meriwayatkan hadits itu dengan
disertai hadits lain supaya dapat menguatkannya. Wallahu
a'lam bis-shawab.
Catatan kaki:
1 Mizan al-I'tidal 2/475;
Tahdzib at-Tahdzib, 5/373; al-Khulashah, 211.
|