Sunni yang Sunni
Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ah-nya al-Musawi

Mahmud az-Za'by

21. Hasan ibn Shalih ibn Shalih ibn Hayy Abu 'Abdullah al-Hamadani ats-Tsauri1

Dalam kitab Mizan, al-Dzahabi. menerangkan bahwa Hasan adalah pembid'ah, mengagungkan 'Ali (tasyayu') walau pun tidak ekstrim, dan ia tidak melakukan shalat Jum'at. 'Abu Nu'aim berkata: "Ketika mendengar sebutan atau nama Ibn Hayy, ats-Tsauri berkata: 'ia diketahui suka membawa pedang,' maksudnya untuk memerangi para pemimpin yang lalim." Ibn Mu'in dan ulama lainnya memandang tsiqat terhadap Hasan. 'Abdullah ibn Ahmad menegaskan bahwa Hasan lebih baik daripada Syarik. Menurut Abu Hatim, ia tsiqat, hafizh, dan dapat dipercaya. Abu Zara'ah berkata: "Pada Hasan terkumpul sifat-sifat seperti bisa dipercaya, alim fiqh, tekun ibadah, dan asketis." Dan Imam Nasa'i menyatakan bahwa ia tsiqat.

Ibn Sa'ad, berkata: "Hasan adalah nasik (orang yang berjalan menuju jalan Allah), tekun ibadah, ahli fiqh, dan kebanyakan haditsnya, dapat dijadikan hujjah."

Para ahli hadits sepakat bahwa Hasan adalah tsiqat, hafidz, dan terpercaya. Sifat-sifat ini memiliki nilai tinggi dalam ta'dil (penimbangan hadits). Walaupun beberapa persoalan menimpa dirinya, hal ini tidak merusak tsiqat, 'adalah (keadilan) dan maqbulnya riwayat yang disampaikannya.

Ibn Hajar berkata:2 "Para ulama menyaksikan bahwa Hasan diketahui membawa pedang, guna memerangi pemimpin-pemimpin yang menyeleweng. Ini adalah pendapat lama ulama salaf. Sungguhpun demikian ada peristiwa lain yang dapat menghilangkan, sekurang-kurangnya mengurangi citra yang kurang baik pada Hasan, yaitu ketika para ulama menyaksikan Hasan berlaga dalam pertempuran Harurah dan pertempuran Ibn Asy'ats. Peristiwa ini tentu menjadi pelajaran dan renungan bagi orang yang mau berpikir. Adanya kenyataan seperti di atas tidak merusak atau mengurangi kredibilitas seorang yang sudah dipositifkan sifat adilnya, dikenal hafalannya, terpercaya, dan sifat wara'nya yang sempurna.

Bahwa Hasan tidak melakukan shalat Jum'at, karena ia berpendapat bahwa seseorang tidak boleh shalat di belakang (bermakmum) imam yang fasiq. Ia menyatakan bahwa kekuasaan imam yang fasiq tidak absah (bathil). Inilah alasan yang dipakai Hasan. Walaupun pendapatnya itu tidak benar, tetapi harus diingat bahwa dia adalah seorang mujtahid.

Berita bahwa Hasan tidak melakukan shalat Jum'at datang dari ats-Tsauri ketika murid Hasan menyatakan: "Ibn Mubarak berkata bahwa Hasan tidak melakukan shalat Jum'at. Padahal aku (Abu Nu'aim) menyaksikan Hasan melakukan shalat Jum'at di tempat khusus yang dirahasiakan, dan dilakukan seusai shalat Jum'at yang umum."

Catatan kaki:

1 Tahdzib at-Tahdzib, 2/178; Mizan at-I'tidal, 1/496.

2 Tahdzib at-Tahdzeb, 2/288.


Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi oleh Mahmud az-Zaby
Diterjemahkan dari Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at
karangan Mahmud az-Za'bi, (t.p), (t.t). © Mahmud az-Za'bi.
Penerjemah: Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail
Penyunting: Ahsin Mohammad
Diterbitkan oleh Penerbit PUSTAKA
Jalan Ganesha 7, Tilp. 84186
Bandung, 40132
Cetakan I : 1410H-1989M

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.