|
16. Ja'far ibn Sulaiman
al-Dhab'i1
Yahya ibn Mu'in menganggap Ja'far tsiqat. Ahmad
pun menilai Ja'far tak bercela. Ibn Sa'ad
memandang dia tsiqat, tetapi katanya, terdapat kelemahan,
yaitu dia bertasyayyu'. Hammad ibn Zayd berkata,
"Tidak terlarang menerima riwayatnya, meskipun dia
Syi'ah dan banyak menceritakan tentang diri 'Ali,
dan orang Bashrah berlebih-lebihan dalam memuji 'Ali.
Ibn 'Adi menegaskan: "Ja'far itu orang
Syi'ah, tetapi itu bukan masalah. Dia juga meriwayatkan
hadits-hadits yang menerangkan keutamaan Abu Bakar dan
'Umar, dan hadits-haditsnya tidak ditolak. Menurut
pendapatku, dia termasuk orang yang pantas diterima
riwayatnya."
Dengan demikian, tidak seorang pun yang menuduh
Ja'far pendusta, Rafidhah, atau mengajak kepada
bid'ah. Ia hanya dikenal sebagai pengagung 'Ali,
alias bertasyayyu'. Namun ia jujur dan istiqamah. Dan
tasyayyu' bukanlah bid'ah yang menjadikan kafir.
Karena itu tidak ada halangan untuk menerima riwayatnya.
Atas dasar ini Imam Muslim dan penyusun kitab-kitab Sunan
menerima hadits Ja'far.
Jadi, Ja'far bukan orang Rafidhah bukan pendusta,
dan tidak mempromosikan bid'ahnya. Keterangan tentang
ini ada dalam buku Tahdzib al-Tahdzib dan Mizan
al-I'tidal. Bagi ibn Hibban, Ja'far seorang tsiqat
dalam meriwayatkan hadits. Tetapi diakui, ia gandrung kepada
Ahlul Bait. Namun ia tidak mempromosikan bid'ahnya itu.
Para ahli hadits dari imam-imam kita, demikian ibn Hibban;
tidak berselisih pendapat bahwa orang jujur --jika ia
pembid'ah, tetapi tidak mempromosikan bid'ahnya--
haditsnya dapat diterima dan dijadikan hujjah.
Al-Azdari melihat ada bid'ah dan kejujuran sekaligus
pada diri Ja'far. Ada ungkapan "Ja'far
memusuhi sebagian ulama salaf, tetapi ia tidak dusta dalam
berhadits."
Adapun anggapan al-Musawi dalam Dialog Sunnah-Syi'ah
bahwa Ja'far memaki Abu Bakar dan 'Umar, itu ia
kutip dari Mizan secara sepotong-potong supaya sejalan
dengan pendapatnya sendiri. Pengutipan seperti itu sama
dengan orang yang membaca ayat, fa waylul lil mushallin,
tanpa melanjutkan ke ayat al-ladzina hum fi shalatihin
sahun.
Khadir ibn Muhammad ibn Syuja' al-Jaziri mengutip
ucapan Ja'far. Khadir bertanya kepadanya: "Kami
mendengar isu bahwa anda memaki 'Abu Bakar dan
'Umar." Ja'far menjawab, "Aku tidak
memaki, tapi hanya membenci". Wahab ibn Baqiah'
juga berkisah serupa.
Ibn 'Adi mengutip Zakaria al-Saji yang berkata,
"Adapun cerita mengenai makian Ja'far kepada Abu
Bakar dan 'Umar, itu tidak dimaksudkan tertuju kepada
Abu Bakar dan 'Umar yang sahabat Nabi. Tetapi ditujukan
kepada dua orang tetangga Ja'far. Mereka berdua
menyakiti Ja'far. Hanya saja, nama mereka kebetulan
sama: Abu Bakar dan 'Umar." Lalu ada yang bertanya
tentang kedua, insan tadi. Ja'far menjawab, "Saya
tidak memaki, tapi hanya membenci." Jadi yang dibenci
Ja'far bukanlah, Abu Bakar dan 'Umar yang sahabat
Nabi.
Dalam al Mizan, al-Dzahabi berkata, "Cerita di atas
ada, benarnya, sebab terbukti Ja'far banyak
meriwayatkan hadits yang, menerangkan keutamaan dan
kelebihan Abu Bakar dan 'Umar. Jadi, Ja'far itu
jujur dan polos."
Catatan kaki:
1 Mizan al-I'tidal
1/408; Tahdzib at-Tahdzib, 2/95
|