14. Jarir ibn 'Abdul Hamid al-Dhabi
al-Kufi1
Tidak benar menganggap Jarir tokoh Syi'ah. Sebab di
buku-buku biografi perawi hadits tidak dijumpai pernyataan
yang menyatakan demikian atau yang menyatakan Jarir
pembid'ah. Bahkan ia termasuk seorang perawi yang
disepakati keadilan dan tsiqatnya. Pendapat al-Musawi dalam
Dialog Sunnah-Syi'ah, bahwa Jarir adalah tokoh
Syi'ah, yang ia kutip dari buku al-Ma'arif karya
ibn Quthaibah, tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi
dijadikan pegangan menurut ukuran ulama hadits.
Berikut ini saya kemukakan beberapa pendapat ulama hadits
mengenai Jarir, agar tampak jelas bahwa anggapan al-Musawi
itu tidak benar. Kitab-kitab Shahih dan Sunan meriwayatkan
hadits dari Jarir, karena ada kesepakatan penilaian bahwa
Jarir itu adil dan tsiqat, sehingga haditsnya dapat
dijadikan hujjah. Dengan demikian, jelaslah pula kepalsuan
dan provokasi yang dilakukan al-Musawi dalam Dialog
Sunnah-Syi'ah terhadap Jarir, seorang perawi hadits
yang agung, ia dianggap Syi'ah, padahal itu tidak
benar.
Ibn Hajar,2
ketika melihat banyak ulama meriwayatkan hadits dari Jarir,
menilainya tsiqat, perlu didatangi. 'Ammar ibn
al-Maushuli berkata bahwa hadits dari Jarir dapat dijadikan
hujjah, dalam beberapa kitab shahih.
Perhatikanlah betapa adilnya Jarir ketika ia berkata
"Aku melihat dan mengenal ibn Abi Najih, Jabir
al-Ju'fi dan ibn Juraij. Tetapi aku tidak menulis
sesuatu dari mereka." Ketika ditanya mengapa ia tidak
memanfaatkan mereka. Jarir menjawab, karena Jabir
mempercayai raj'ah, Abu Najih penganut paham Qadariyah,
sedangkan ibn Juraij menghalalkan kawin mut'ah.
'Ali ibn al-Madini menilai Jarir seorang yang rajin
melakukan shalat malam. 'Ajili menyebut Jarir sebagai
orang Kufah yang tsiqat. Al-Nasa'i juga memandang dia
tsiqat. Menurut Abul Qasim al-Ulka'i, keadilannya
disepakati oleh para ulama.
Catatan kaki:
1 Tahdzib at-Tahdzib,
2/75.
2 Hadi as-Sari, 2/156;
Mizan al-I'tidal, 1/394
|