Sunni yang Sunni
Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ah-nya al-Musawi

Mahmud az-Za'by

Sanggahan terhadap Dialog 89-92

Dialog 89 menampakkan kesenangan Syeikh al-Bisyri pada kebathilan-kebathilan al-Musawi, yang tidak diragukannya lagi kesahihan, kejelasan dan dilalahnya, sehingga tidak ada alasan sedikit pun bagi orang-orang yang ingin membantah.

Maha Suci Allah! Hingga sejauh itulah al-Musawi mengubah kepribadian ilmiah lawan dialognya, memandulkan daya nalarnya, sehingga pandangannya terhadap kata-kata al-Musawi betul-betul berkebalikan dari pandangan kami. Sebegitu tunduk dan pasrah dia terhadap segala yang dinyatakan al-Musawi.

Kemudian dalam Dialog 89 kembali diajukan permintaan melalui lisan Syeikh al-Bisyri agar diberikan tambahan dari kebathilan-kebathilan al-Musawi, dan kecaman-kecaman tambahan terhadap para sahabat Nabi.

Dan dalam Dialog 90 al-Musawi menambahkan kebohongan mengenai para sahabat, yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai penghuni surga. Al-Musawi mengemukakan kepada kita kisah sariyyah (ekspedisi) Usamah 'ibn Zaid ibn Haritsah. Sariyyah ini adalah sariyyah terakhir, yang dikirim oleh Rasulullah untuk menyerang pihak Romawi (timur). Ini terjadi beberapa hari sebelum wafat nabi. Lalu al-Musawi mengarang kebohongan yang diilhami oleh akidahnya yang sesat, dan pentakwilan-pentakwilan sesat dengan cara memutar-mutar lidahnya, untuk menghujat agama. Dengan cerita itu, al-Musawi mengemukakan dakwaan sebagai berikut:

1. Bahwa Abu Bakar ra adalah termasuk tentara dalam pasukan Usamah. Al-Musawi menyatakan bahwa hal ini telah disepakati oleh para ahli sejarah dan hadits (kabar). Tanggapan atas dakwaan ini dapat dikemukakan dari berbagai segi sebagai berikut:

  1. Kesepakatan yang dikemukakan al-Musawi itu tidak dapat dibenarkan sama sekali. Sebab para peneliti dari kalangan ahli hadits mengecam riwayat ini, karena berasal dari riwayat al-Waqidi dengan sanad-sanadnya dalam al-Maghazi. Ia ini matruk (tidak diterima riwayatnya) menurut para ahli hadits. Penulis-penulis sejarah yang meriwayatkan riwayat tersebut di atas mengutipnya dari al-Waqidi tanpa menelitinya lagi. Maka bagaimana ijma bisa terjadi atas suatu hadits yang sanadnya mendapat kecaman dari para ahli hadits?
  2. Berita (kabar) yang dipandang al-Musawi telah disepakati para ahli itu, justru berlawanan dengan ijma para ahli hadits, sejarah dan riwayat pertempuran Nabi, yang menyatakan bahwa Nabi mengangkat Abu Bakar sebagai imam shalat bagi kaum Muslimin selama Rasulullah saw sakit, dan Nabi tidak pernah mengangkat orang lain untuk jabatan ini. Dan tidak seorang pun yang diperintah Nabi untuk mengimami shalat kaum Muslimin selain Abu Bakar, menurut nukilan-nukilan yang mutawatir. Bagaimana ia dapat dipandang sebagai tentara dalam pasukan Usamah, sedang dia sudah diangkat oleh Nabi sebagai penggantinya sebagai imam shalat bagi kaum Muslimin?
  3. Kalaupun Abu Bakar dianggap telah mendapat tugas untuk bertempur dalam pasukan Usamah, karena persiapan pemberangkatan pasukan ini terjadi sehari sebelum sakitnya Nabi, maka Rasulullah saw telah mengecualikan (menarik kembali) Abu Bakar pada hari ke dua ketika Rasulullah saw jatuh sakit, dan menyuruh Abu Bakar untuk bertindak sebagai imam shalat.

2. Al-Musawi menganggap para sahabat telah enggan untuk berangkat perang. Yang dimaksud olehnya ialah pemuka para sahabat, yaitu Abu Bakar dan 'Umar. Kemudian dia mengemukakan bahwa alasan keengganan mereka itu adalah karena takut bahwa kekuasaan kekhalifahan akan luput dari tangan mereka. Al-Musawi semoga Allah membinasakannya berkata: "Dan anda tentunya mengetahui, bahwa mereka itu mula-mula enggan ikut serta, dan kemudian mengundurkan diri dari pasukan itu, semata-mata karena hendak memperkokoh dasar-dasar kekuasaan mereka dan membangun tiang-tiangnya, dan lebih mengutamakan itu semua daripada melaksanakan ketetapan-ketetapan (nash-nash) Rasulullah saw secara konsekuen. Mereka beranggapan bahwa kekuasaan itu lebih patut dipertahankan, sebab ia niscaya akan lepas dari tangan mereka jika mereka ikut pergi bersama pasukan Usamah sebelum Nabi wafat.

Jawaban atas tuduhan ini adalah sebagai berikut:

a. Tidak seorang pun dari para sahabat yang enggan berangkat seperti yang didakwakan al-Musawi. Sebab, yang disebut enggan (tatsaqul) ialah berlambat-lambat berangkat lantaran tidak senang, serta berupaya untuk melepaskan diri dari tugas dengan berbagai cara. Ini adalah perilaku orang-orang munafik, bukan orang-orang beriman. Dan para sahabat, apalagi tokoh dan pemuka-pemuka mereka, sangat terbebas dan bersih dari perilaku seperti itu berdasarkan nash-nash al-Kitab dan Sunnah. Kaum Rafidhah tidak mau mengakui hal ini, dan karenanya mereka menuduh para sahabat dengan tuduhan kufur dan nifak. (Semoga Allah mengutuk mereka!).

b. Bagaimana dapat dikatakan bahwa Abu Bakar enggan berangkat, sedang dia tidak diminta untuk berangkat? Sebab ia sebagaimana yang diketahui secara mutawatir ditunjuk oleh Nabi sebagai penggantinya untuk menjadi imam shalat dikala beliau sakit.

c. Apa yang terjadi pada mereka itu hanyalah semata-mata pengunduran keberangkatan mereka, yang disebabkan oleh keadaan Nabi yang sakit. Apakah hal ini menurut pengertian bahasa maupun syara' dapat disebut enggan? Tentu, tidak seorang pun yang pengetahuannya luas maupun yang hanya sedikit saja, akan berpendapat demikian. Akan tetapi kaum Rafidhah adalah kelompok orang tukang dusta. Mereka tidak memiliki akal, juga tidak memiliki ilmu.

Sesungguhnya, pengunduran pemberangkatan pasukan itu adalah hasil ijtihad sang komandan pasukan sendiri (Usamah), bukan inisiatif para sahabat yang berada di bawah komandonya. Maka kalaupun ia bersalah dalam ijtihadnya ia masih mendapat pahala. Dan kalau benar ijtihadnya itu patut dikecam, tentu Nabi telah menyalahkannya. Akan tetapi, menurut berbagai riwayat, Rasulullah menyetujui ijtihad tersebut.

Para perawi hadits telah sepakat bahwa Usamah telah bersiap-siap untuk berangkat. Dengan sedikit berat hati, ia pergi membawa pasukannya ke Jurf. Dan ia tinggal di tempat itu berhari-hari karena sakitnya Rasulullah. Lalu Nabi memanggil Usamah, dan berkata: "Pergilah kamu pagi-pagi besok, dengan berkah, pertolongan dan kesehatan dari Allah, lalu berperanglah dengan penuh semangat, seperti kuperintahkan!" Jawab Usamah: "Wahai Rasulullah, anda telah menjadi begitu lemah. Saya berdoa semoga Allah segera menyembuhkan anda. Izinkan kami tinggal di sini sampai Allah menyembuhkan anda. Sebab jika kami berangkat, sedang keadaan anda seperti sekarang ini, maka berarti kami berangkat dengan membawa luka karena anda di hati kami" Rasulullah saw pun diam. Dan beliau pun meninggal dunia beberapa hari setelah itu. (Al-Minhaj, jilid 3, hal. 122)

Dari sini menjadi jelas bahwa keterlambatan mereka tidak dapat disebut sebagai bermalas-malas (tatsaqul) sebagaimana yang dikatakan al-Musawi, tetapi kelambatan yang masyru' (dibenarkan syara') dengan adanya persetujuan dari Nabi.

Setelah adanya penjelasan ini, maka kalaupun kelambatan itu harus dikecam, maka kecaman itu harus ditujukan kepada Usamah ibn Zaid, bukan kepada orang lain. Sebab ia adalah pemimpin pasukan. Dengan kelambatan sang pemimpin, maka pasukan pun menjadi lambat. Seandainya ia menyuruh mereka segera berangkat, tentu mereka akan segera berangkat bersamanya. Dengan demikian, maka tidak benar dakwaan kaum Rafidhah, khususnya al-Musawi, bahwa Abu Bakar dan 'Umar menjadi penyebab kelambatan berangkatnya pasukan itu. Lebih-lebih, dakwaan seperti itu tidak terdapat dalam riwayat-riwayat yang sahih. Bahkan semua riwayat itu sepakat bahwa kelambatan itu semata-mata karena ijtihad Usamah.

d. Adapun pernyataan al-Musawi bahwa nabi mengutuk orang yang tidak berangkat bersama pasukan Usamah, sungguh ia merupakan hadits yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam Kutubus Sittah (Kitab Hadits yang Enam). Sampai al-Halabi dan ad-Dahlawi berkata dalam Sirahnya: "Tidak diketemukan sama sekali hadits yang menerangkan seperti itu!"

Adapun sanad hadits sebagaimana yang dikutip al-Musawi, itu dha'if, karena majhulnya perawi yang bernama Sa'id ibn Katsir al-Anshari. Disamping itu, Sa'id juga mempunyai banyak hadits-hadits mungkar, sebagaimana dijelaskan adz-Dzahabi dalam kitabnya, Mizan.

Selanjutnya, tidak seorang pun dari pasukan Usamah yang tidak berangkat bersamanya ketika pasukan itu diberangkatkan setelah wafat Nabi dan diangkatnya Abu Bakar menjadi Khalifah setelah Nabi.

Abu Bakar tidak dapat disebut sebagai orang yang tidak berangkat, sebab dia memang tidak diikutkan sebagai anggota pasukan Usamah, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Sedang ketidakberangkatan 'Umar, hal ini karena sewaktu Abu Bakar memberangkatkan pasukan Usamah sebagaimana telah diperintahkan Nabi, beliau meminta kepada Usamah agar 'Umar diizinkan tetap tinggal bersamanya di Madinah, karena 'Umar adalah seorang sahabat yang memiliki pemikiran cemerlang, yang dapat bertindak sebagai penasehat Islam. Maka Usamah memberi izin kepada 'Umar, dan dengan begitu 'Umar, tidak dapat dipandang sebagai orang yang tidak berangkat.

Mengenai pernyataan al-Musawi bahwa mereka enggan berangkat lantaran khawatir kehilangan kekuasaan (khilafah), merupakan pernyataan yang dusta, ditinjau dari berbagai segi.

Diantaranya, al-Musawi telah menyatakan sesuatu yang ghaib. Sebab ia telah menilai niat orang, sedangkan niat tempatnya di dalam hati, yang tidak dapat diketahui kecuali jika diungkapkan. Bagaimana al-Musawi mengetahui niat para sahabat itu sementara tidak seorang pun yang mengungkapkannya, baik dari orang yang dituduhnya al-Musawi maupun dari para imam yang dipandangnya ma'shum. Kalau niat-niat semacam itu ada, tentu 'Ali dan Keluarga Nabi lebih mampu mengungkapkannya daripada al-Musawi. Sebab mereka hidup pada masa itu dan menyaksikan langsung peristiwa itu. Jika kitab-kitab yang muktabar tidak ada yang menerangkan penjelasan niat para sahabat oleh 'Ali dan Keluarga Nabi, maka hal ini menunjukkan kedustaan al-Musawi.

3. Mengenai adanya kecaman atas kepemimpinan Usamah, al-Musawi mencoba, secara dusta, menisbatkannya kepada Abu Bakar dan 'Umar padahal sesungguhnya kecaman terhadap kepemimpinan Usamah itu datang dari sekelompok orang, diantaranya 'Iyasy ibn Abi Rabi'ah al-Makhzumi. 'Umar menolak kecaman itu; dari melaporkan kepada Nabi perihal kecaman 'Iyasy itu. Lalu Rasulullah saw berpidato menolak kecaman mereka, dengan menguatkan pendapat 'Umar atas pendapat 'Iyasy (Fathul Bari, jilid 8, hal. 152).

4. Al-Musawi begitu yakin bahwa tujuan Nabi mempersiapkan mereka dalam pasukan Usamah dan menyuruh mereka segera berangkat adalah agar mereka keluar dari kota Madinah, untuk menjamin kelancaran rencana beliau melimpahkan kepemimpinan kepada 'Ali ibn Abi Thalib dengan tenang dan tentram. Dalam hal ini, al-Musawi telah berbuat dusta yang besar terhadap Allah, Rasul dan kaum Muslimin. Semoga Allah melaknatnya!

Apa yang dikatakan al-Musawi itu nyata bathilnya bagi setiap Muslim yang berakal. Ia adalah dusta yang tidak memerlukan bantahan. Untuk menolaknya, cukup kami kemukakan hal-hal berikut:

  1. Bagaimana al-Musawi mengetahui tujuan dan maksud Nabi, sedangkan Nabi sendiri tidak menjelaskannya. Bagaimana al-Musawi bisa mengetahuinya, dan 'Ali tidak? !
  2. Kaum Rafidhah haruslah menunjukkan dalil atas pernyataan itu, baik dari al-Qur'an, hadits, maupun perkataan salah seorang sahabat yang dimuat dalam kitab yang muktabar menurut para ahli
  3. Pernyataan seperti itu justru memberikan citra negatif terhadap akhlak Nabi dan menuduh beliau sebagai menipu dan berbuat makar terhadap sahabat-sahabatnya. Juga berarti beliau bertindak pengecut dan lemah dalam mengemukakan kebenaran, dan berlindung di balik cara-cara yang tidak patut digunakan oleh seorang mu'min, apalagi seorang Rasul
  4. Dakwaan al-Musawi ini berlawanan dengan hadits mutawatir yang menerangkan bahwa Rasulullah saw telah menahan Abu Bakar di Madinah agar menjadi imam shalat bagi kaum Muslimin. Ini jelas berlawanan dengan apa yang didakwakan al-Musawi sebagai diusahakan oleh Nabi, yaitu mengeluarkan semua sahabat dari kota Madinah.

5. Mengenai perkataan al-Musawi, "Rasulullah saw mengangkat Usamah sebagai pemimpin pasukan atas mereka, padahal usianya baru 17 tahun, ialah untuk melunakkan tingkah laku sebagian dari mereka, mengekang kendali mereka yang ingin membangkang…" Siapa gerangan sebagian orang yang hendak dilunakkan oleh Nabi dan dikekang kendali mereka? Menurut al-Musawi, mereka terutama sekali adalah Abu Bakar dan 'Umar. Jawaban untuk ini ialah apa yang sudah dikemukakan sebelumnya, sebab dakwaan al-Musawi ini tidak berbeda dengan dakwaan-dakwaan sebelumnya.


Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi oleh Mahmud az-Zaby
Diterjemahkan dari Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at
karangan Mahmud az-Za'bi, (t.p), (t.t). © Mahmud az-Za'bi.
Penerjemah: Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail
Penyunting: Ahsin Mohammad
Diterbitkan oleh Penerbit PUSTAKA
Jalan Ganesha 7, Tilp. 84186
Bandung, 40132
Cetakan I : 1410H-1989M

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.