|
Sanggahan terhadap Dialog 89-92
Dialog 89 menampakkan kesenangan Syeikh al-Bisyri pada
kebathilan-kebathilan al-Musawi, yang tidak diragukannya
lagi kesahihan, kejelasan dan dilalahnya, sehingga tidak ada
alasan sedikit pun bagi orang-orang yang ingin
membantah.
Maha Suci Allah! Hingga sejauh itulah al-Musawi mengubah
kepribadian ilmiah lawan dialognya, memandulkan daya
nalarnya, sehingga pandangannya terhadap kata-kata al-Musawi
betul-betul berkebalikan dari pandangan kami. Sebegitu
tunduk dan pasrah dia terhadap segala yang dinyatakan
al-Musawi.
Kemudian dalam Dialog 89 kembali diajukan permintaan
melalui lisan Syeikh al-Bisyri agar diberikan tambahan dari
kebathilan-kebathilan al-Musawi, dan kecaman-kecaman
tambahan terhadap para sahabat Nabi.
Dan dalam Dialog 90 al-Musawi menambahkan kebohongan
mengenai para sahabat, yang telah dipersaksikan oleh
Rasulullah saw sebagai penghuni surga. Al-Musawi
mengemukakan kepada kita kisah sariyyah (ekspedisi) Usamah
'ibn Zaid ibn Haritsah. Sariyyah ini adalah sariyyah
terakhir, yang dikirim oleh Rasulullah untuk menyerang pihak
Romawi (timur). Ini terjadi beberapa hari sebelum wafat
nabi. Lalu al-Musawi mengarang kebohongan yang diilhami oleh
akidahnya yang sesat, dan pentakwilan-pentakwilan sesat
dengan cara memutar-mutar lidahnya, untuk menghujat agama.
Dengan cerita itu, al-Musawi mengemukakan dakwaan sebagai
berikut:
1. Bahwa Abu Bakar ra adalah termasuk tentara
dalam pasukan Usamah. Al-Musawi menyatakan bahwa hal ini
telah disepakati oleh para ahli sejarah dan hadits (kabar).
Tanggapan atas dakwaan ini dapat dikemukakan dari berbagai
segi sebagai berikut:
- Kesepakatan yang dikemukakan al-Musawi itu
tidak dapat dibenarkan sama sekali. Sebab para peneliti
dari kalangan ahli hadits mengecam riwayat ini, karena
berasal dari riwayat al-Waqidi dengan sanad-sanadnya
dalam al-Maghazi. Ia ini matruk (tidak diterima
riwayatnya) menurut para ahli hadits. Penulis-penulis
sejarah yang meriwayatkan riwayat tersebut di atas
mengutipnya dari al-Waqidi tanpa menelitinya lagi. Maka
bagaimana ijma bisa terjadi atas suatu hadits yang
sanadnya mendapat kecaman dari para ahli hadits?
- Berita (kabar) yang dipandang al-Musawi telah
disepakati para ahli itu, justru berlawanan dengan ijma
para ahli hadits, sejarah dan riwayat pertempuran Nabi,
yang menyatakan bahwa Nabi mengangkat Abu Bakar sebagai
imam shalat bagi kaum Muslimin selama Rasulullah saw
sakit, dan Nabi tidak pernah mengangkat orang lain untuk
jabatan ini. Dan tidak seorang pun yang diperintah Nabi
untuk mengimami shalat kaum Muslimin selain Abu Bakar,
menurut nukilan-nukilan yang mutawatir. Bagaimana ia
dapat dipandang sebagai tentara dalam pasukan Usamah,
sedang dia sudah diangkat oleh Nabi sebagai penggantinya
sebagai imam shalat bagi kaum Muslimin?
- Kalaupun Abu Bakar dianggap telah mendapat tugas
untuk bertempur dalam pasukan Usamah, karena persiapan
pemberangkatan pasukan ini terjadi sehari sebelum
sakitnya Nabi, maka Rasulullah saw telah mengecualikan
(menarik kembali) Abu Bakar pada hari ke dua ketika
Rasulullah saw jatuh sakit, dan menyuruh Abu Bakar untuk
bertindak sebagai imam shalat.
2. Al-Musawi menganggap para sahabat telah enggan
untuk berangkat perang. Yang dimaksud olehnya ialah pemuka
para sahabat, yaitu Abu Bakar dan 'Umar. Kemudian dia
mengemukakan bahwa alasan keengganan mereka itu adalah
karena takut bahwa kekuasaan kekhalifahan akan luput dari
tangan mereka. Al-Musawi semoga Allah membinasakannya
berkata: "Dan anda tentunya mengetahui, bahwa mereka itu
mula-mula enggan ikut serta, dan kemudian mengundurkan diri
dari pasukan itu, semata-mata karena hendak memperkokoh
dasar-dasar kekuasaan mereka dan membangun tiang-tiangnya,
dan lebih mengutamakan itu semua daripada melaksanakan
ketetapan-ketetapan (nash-nash) Rasulullah saw secara
konsekuen. Mereka beranggapan bahwa kekuasaan itu lebih
patut dipertahankan, sebab ia niscaya akan lepas dari tangan
mereka jika mereka ikut pergi bersama pasukan Usamah sebelum
Nabi wafat.
Jawaban atas tuduhan ini adalah sebagai berikut:
a. Tidak seorang pun dari para sahabat yang enggan
berangkat seperti yang didakwakan al-Musawi. Sebab, yang
disebut enggan (tatsaqul) ialah berlambat-lambat berangkat
lantaran tidak senang, serta berupaya untuk melepaskan diri
dari tugas dengan berbagai cara. Ini adalah perilaku
orang-orang munafik, bukan orang-orang beriman. Dan para
sahabat, apalagi tokoh dan pemuka-pemuka mereka, sangat
terbebas dan bersih dari perilaku seperti itu berdasarkan
nash-nash al-Kitab dan Sunnah. Kaum Rafidhah tidak mau
mengakui hal ini, dan karenanya mereka menuduh para sahabat
dengan tuduhan kufur dan nifak. (Semoga Allah mengutuk
mereka!).
b. Bagaimana dapat dikatakan bahwa Abu Bakar
enggan berangkat, sedang dia tidak diminta untuk berangkat?
Sebab ia sebagaimana yang diketahui secara mutawatir
ditunjuk oleh Nabi sebagai penggantinya untuk menjadi imam
shalat dikala beliau sakit.
c. Apa yang terjadi pada mereka itu hanyalah
semata-mata pengunduran keberangkatan mereka, yang
disebabkan oleh keadaan Nabi yang sakit. Apakah hal ini
menurut pengertian bahasa maupun syara' dapat disebut
enggan? Tentu, tidak seorang pun yang pengetahuannya luas
maupun yang hanya sedikit saja, akan berpendapat demikian.
Akan tetapi kaum Rafidhah adalah kelompok orang tukang
dusta. Mereka tidak memiliki akal, juga tidak memiliki
ilmu.
Sesungguhnya, pengunduran pemberangkatan pasukan itu
adalah hasil ijtihad sang komandan pasukan sendiri (Usamah),
bukan inisiatif para sahabat yang berada di bawah
komandonya. Maka kalaupun ia bersalah dalam ijtihadnya ia
masih mendapat pahala. Dan kalau benar ijtihadnya itu patut
dikecam, tentu Nabi telah menyalahkannya. Akan tetapi,
menurut berbagai riwayat, Rasulullah menyetujui ijtihad
tersebut.
Para perawi hadits telah sepakat bahwa Usamah telah
bersiap-siap untuk berangkat. Dengan sedikit berat hati, ia
pergi membawa pasukannya ke Jurf. Dan ia tinggal di tempat
itu berhari-hari karena sakitnya Rasulullah. Lalu Nabi
memanggil Usamah, dan berkata: "Pergilah kamu pagi-pagi
besok, dengan berkah, pertolongan dan kesehatan dari Allah,
lalu berperanglah dengan penuh semangat, seperti
kuperintahkan!" Jawab Usamah: "Wahai Rasulullah, anda telah
menjadi begitu lemah. Saya berdoa semoga Allah segera
menyembuhkan anda. Izinkan kami tinggal di sini sampai Allah
menyembuhkan anda. Sebab jika kami berangkat, sedang keadaan
anda seperti sekarang ini, maka berarti kami berangkat
dengan membawa luka karena anda di hati kami" Rasulullah saw
pun diam. Dan beliau pun meninggal dunia beberapa hari
setelah itu. (Al-Minhaj, jilid 3, hal. 122)
Dari sini menjadi jelas bahwa keterlambatan mereka tidak
dapat disebut sebagai bermalas-malas (tatsaqul) sebagaimana
yang dikatakan al-Musawi, tetapi kelambatan yang masyru'
(dibenarkan syara') dengan adanya persetujuan dari Nabi.
Setelah adanya penjelasan ini, maka kalaupun kelambatan
itu harus dikecam, maka kecaman itu harus ditujukan kepada
Usamah ibn Zaid, bukan kepada orang lain. Sebab ia adalah
pemimpin pasukan. Dengan kelambatan sang pemimpin, maka
pasukan pun menjadi lambat. Seandainya ia menyuruh mereka
segera berangkat, tentu mereka akan segera berangkat
bersamanya. Dengan demikian, maka tidak benar dakwaan kaum
Rafidhah, khususnya al-Musawi, bahwa Abu Bakar dan 'Umar
menjadi penyebab kelambatan berangkatnya pasukan itu.
Lebih-lebih, dakwaan seperti itu tidak terdapat dalam
riwayat-riwayat yang sahih. Bahkan semua riwayat itu sepakat
bahwa kelambatan itu semata-mata karena ijtihad Usamah.
d. Adapun pernyataan al-Musawi bahwa nabi mengutuk
orang yang tidak berangkat bersama pasukan Usamah, sungguh
ia merupakan hadits yang tidak ada dasarnya sama sekali
dalam Kutubus Sittah (Kitab Hadits yang Enam). Sampai
al-Halabi dan ad-Dahlawi berkata dalam Sirahnya: "Tidak
diketemukan sama sekali hadits yang menerangkan seperti
itu!"
Adapun sanad hadits sebagaimana yang dikutip al-Musawi,
itu dha'if, karena majhulnya perawi yang bernama Sa'id ibn
Katsir al-Anshari. Disamping itu, Sa'id juga mempunyai
banyak hadits-hadits mungkar, sebagaimana dijelaskan
adz-Dzahabi dalam kitabnya, Mizan.
Selanjutnya, tidak seorang pun dari pasukan Usamah yang
tidak berangkat bersamanya ketika pasukan itu diberangkatkan
setelah wafat Nabi dan diangkatnya Abu Bakar menjadi
Khalifah setelah Nabi.
Abu Bakar tidak dapat disebut sebagai orang yang tidak
berangkat, sebab dia memang tidak diikutkan sebagai anggota
pasukan Usamah, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu.
Sedang ketidakberangkatan 'Umar, hal ini karena sewaktu Abu
Bakar memberangkatkan pasukan Usamah sebagaimana telah
diperintahkan Nabi, beliau meminta kepada Usamah agar 'Umar
diizinkan tetap tinggal bersamanya di Madinah, karena 'Umar
adalah seorang sahabat yang memiliki pemikiran cemerlang,
yang dapat bertindak sebagai penasehat Islam. Maka Usamah
memberi izin kepada 'Umar, dan dengan begitu 'Umar, tidak
dapat dipandang sebagai orang yang tidak berangkat.
Mengenai pernyataan al-Musawi bahwa mereka enggan
berangkat lantaran khawatir kehilangan kekuasaan (khilafah),
merupakan pernyataan yang dusta, ditinjau dari berbagai
segi.
Diantaranya, al-Musawi telah menyatakan sesuatu yang
ghaib. Sebab ia telah menilai niat orang, sedangkan niat
tempatnya di dalam hati, yang tidak dapat diketahui kecuali
jika diungkapkan. Bagaimana al-Musawi mengetahui niat para
sahabat itu sementara tidak seorang pun yang
mengungkapkannya, baik dari orang yang dituduhnya al-Musawi
maupun dari para imam yang dipandangnya ma'shum. Kalau
niat-niat semacam itu ada, tentu 'Ali dan Keluarga Nabi
lebih mampu mengungkapkannya daripada al-Musawi. Sebab
mereka hidup pada masa itu dan menyaksikan langsung
peristiwa itu. Jika kitab-kitab yang muktabar tidak ada yang
menerangkan penjelasan niat para sahabat oleh 'Ali dan
Keluarga Nabi, maka hal ini menunjukkan kedustaan
al-Musawi.
3. Mengenai adanya kecaman atas kepemimpinan
Usamah, al-Musawi mencoba, secara dusta, menisbatkannya
kepada Abu Bakar dan 'Umar padahal sesungguhnya kecaman
terhadap kepemimpinan Usamah itu datang dari sekelompok
orang, diantaranya 'Iyasy ibn Abi Rabi'ah al-Makhzumi. 'Umar
menolak kecaman itu; dari melaporkan kepada Nabi perihal
kecaman 'Iyasy itu. Lalu Rasulullah saw berpidato menolak
kecaman mereka, dengan menguatkan pendapat 'Umar atas
pendapat 'Iyasy (Fathul Bari, jilid 8, hal. 152).
4. Al-Musawi begitu yakin bahwa tujuan Nabi
mempersiapkan mereka dalam pasukan Usamah dan menyuruh
mereka segera berangkat adalah agar mereka keluar dari kota
Madinah, untuk menjamin kelancaran rencana beliau
melimpahkan kepemimpinan kepada 'Ali ibn Abi Thalib dengan
tenang dan tentram. Dalam hal ini, al-Musawi telah berbuat
dusta yang besar terhadap Allah, Rasul dan kaum Muslimin.
Semoga Allah melaknatnya!
Apa yang dikatakan al-Musawi itu nyata bathilnya bagi
setiap Muslim yang berakal. Ia adalah dusta yang tidak
memerlukan bantahan. Untuk menolaknya, cukup kami kemukakan
hal-hal berikut:
- Bagaimana al-Musawi mengetahui tujuan dan
maksud Nabi, sedangkan Nabi sendiri tidak menjelaskannya.
Bagaimana al-Musawi bisa mengetahuinya, dan 'Ali tidak?
!
- Kaum Rafidhah haruslah menunjukkan dalil atas
pernyataan itu, baik dari al-Qur'an, hadits, maupun
perkataan salah seorang sahabat yang dimuat dalam kitab
yang muktabar menurut para ahli
- Pernyataan seperti itu justru memberikan citra
negatif terhadap akhlak Nabi dan menuduh beliau sebagai
menipu dan berbuat makar terhadap sahabat-sahabatnya.
Juga berarti beliau bertindak pengecut dan lemah dalam
mengemukakan kebenaran, dan berlindung di balik cara-cara
yang tidak patut digunakan oleh seorang mu'min, apalagi
seorang Rasul
- Dakwaan al-Musawi ini berlawanan dengan hadits
mutawatir yang menerangkan bahwa Rasulullah saw telah
menahan Abu Bakar di Madinah agar menjadi imam shalat
bagi kaum Muslimin. Ini jelas berlawanan dengan apa yang
didakwakan al-Musawi sebagai diusahakan oleh Nabi, yaitu
mengeluarkan semua sahabat dari kota Madinah.
5. Mengenai perkataan al-Musawi, "Rasulullah saw
mengangkat Usamah sebagai pemimpin pasukan atas mereka,
padahal usianya baru 17 tahun, ialah untuk melunakkan
tingkah laku sebagian dari mereka, mengekang kendali mereka
yang ingin membangkang
" Siapa gerangan sebagian orang
yang hendak dilunakkan oleh Nabi dan dikekang kendali
mereka? Menurut al-Musawi, mereka terutama sekali adalah Abu
Bakar dan 'Umar. Jawaban untuk ini ialah apa yang sudah
dikemukakan sebelumnya, sebab dakwaan al-Musawi ini tidak
berbeda dengan dakwaan-dakwaan sebelumnya.
|