|
Sanggahan terhadap Dialog 64
1. Al-Musawi telah berlaku tidak etis terhadap
para sahabat, tabi'in, tiga generasi pertama kaum Muslimin,
dan para ahli hadits. Secara umum, ia menyerang kaum Ahlus
Sunnah, dan berbuat zalim terhadap mereka ketika ia (dengan
dusta) menuduh mereka telah mengingkari ke 40 hadits yang
dikemukakannya dalam dialog 62 dan tak mau meriwayatkannya.
(Menurutnya), karena dengki terhadap Ahlul Bait, dan karena
ingin menjilat penguasa. Mereka, tuduhnya, mau
menyembunyikan keutamaan Ahlul Bait, dan mematikan sinar
cahaya mereka. Al-Musawi menyebut Khalifah yang Tiga dan
orang yang membai'at mereka sebagai "Fir'aun-fir'aun".
Katanya dalam pendahuluan dialognya: "
mereka yang
memendam rasa dengki dan kebencian terhadap Keluarga
Muhammad, yaitu kelompok kaum tiran, pengikut
Fir'aun-Fir'aun masa awal Islam
"
Perkataan di atas menunjukkan kedengkian al-Musawi dan
pengikut-pengikutnya terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Perkataan seperti itu bukanlah sesuatu yang aneh dan ajaib,
sebab kaum Rafidhah memang menyebut Abu Bakar ash-Shiddiq
dengan sebutan al-jibt, dan menyebut 'Umar ibn al-Khaththab
dengan ath-Thaghut, dan mengutuk Abu Bakar serta 'Umar dan
kedua putri mereka merupakan dzikir dan bernilai ibadah bagi
mereka. Mereka juga menyebut 'Umar "Fir'aun-nya ummat ini"
disebabkan --menurut mereka-- keberaniannya menentang
kebenaran. Syeikh Muhibuddin al-Khathib mengutip keterangan
ini dari sebuah buku kaum Rafidhah yang paling penting dalam
masalah jarh wa at-ta'dil, yaitu buku Tanqih al-Maqal fi
Ahwal ar-Rijal, karya al-Mamqani, jilid 1, hal. 207, (Baca
al-Muntaqa, hal. 373).
2. Betapa besar kedustaan, al-Musawi ketika ia
menuduh kaum Sunni sebagai telah menyembunyikan keutamaan
'Ali ibn Abi Thalib, dan Ahlul Bait. Padahal banyak kitab
hadits yang menuturkan keutamaan para sahabat pada umumnya,
dan keutamaan Ahlul Bait khususnya. Bahkan hadits-hadits
yang mereka riwayatkan berkenaan dengan keutamaan 'Ali dan
Ahlul Bait jauh lebih banyak dibanding hadits-hadits yang
mereka riwayatkan mengenai keutamaan sahabat-sahabat
lainnya. Orang yang membaca sedikit saja kitab-kitab sunnah,
pasti ia mengetahui dan menemukan kenyataan ini. Maka
bagaimana dapat dibenarkan tuduhan al-Musawi itu?
Dialog 65 benar-benar mengherankan. Bagaimana Syeikh
al-Bisyri bisa menerima kebohongan al-Musawi dan
tuduhan-tuduhannya yang tidak senonoh terhadap kaum Salaf?
Ini menguatkan dugaan kita bahwa Syeikh al-Bisyri tak
terlibat sama sekali dengan buku Dialog Sunnah-Syi'ah,
sebagaimana tak terlibatnya sang srigala dalam urusan Nabi
Yusuf.
|