Sanggahan terhadap Dialog 48
Di bawah ini kami kemukakan pendapat para ahli hadits
terhadap hadits-hadits yang dinyatakan oleh al-Musawi
sebagai petunjuk-petunjuk kebenaran yang qath'i dan
jelas.
1. Hadits "Inilah imam kamu yang tulus" adalah
hadits maudhu' disebabkan adanya Ahmad ibn 'Abdullah ibn
Yazid al-Harrani. Ia pendusta. Lihat perkataan adz-Dzahabi
dalam menanggapi hadits ini dalam kitab Al-Mustadrak, jilid
3, hal. 125.
2, 3, 4, Hadits "Telah diwahyukan
kepadaku tiga hal mengenai 'Ali
". Adz-Dzahabi berkata:
Aku kira hadits itu maudhu'. Di dalam sanadnya terdapat
'Umar ibn Husain dan gurunya. Keduanya matruk
(ditinggalkan).
Ibn Taimiyah berkata: Hadits itu dusta dan maudhu'
menurut kesepakatan ahli hadits. Barangsiapa tahu sedikit
saja tentang hadits, ia pasti tahu bahwa hadits itu palsu.
Tak seorang pun ahli hadits yang meriwayatkannya dalam
kitab-kitab hadits yang dapat dijadikan pegangan, baik
kitab-kitab Sahih, Sunan maupun Musnad yang dapat diterima.
Hadits itu tidak dapat disandarkan kepada nabi. Orang yang
mengatakannya adalah dusta, sedang Rasulullah saw tersuci
dari sifat dusta. Hal ini disebabkan karena pemimpin para
Rasul, imam kaum Muttaqin, dan pemuka al-Gurri al-Muhajjalin
(kelompok yang diliputi nur dan cahaya), adalah Rasulullah
sendiri menurut kesepakatan kaum Muslimin. Kalau dikatakan:
"'Ali adalah pemimpin mereka setelah nabi". Jawabnya: Lafazh
hadits itu tidak menunjuk pada pengertian tersebut; bahkan
menentangnya. (Minhaj, 4/103).
5, 6, Hadits "Orang pertama yang masuk
pintu ini adalah pemimpin orang-orang yang takwa Abu Nu'aim
meriwayatkannya dalam kitab al-Hilyah, dan dalam kitab
Al-Mizan ia berkata: Hadits ini maudhu', diriwayatkan oleh
Jabir al-Ju'fi dari Abi Thufail dari ibn 'Abbas. "Jabir
al-Ju'fi adalah pendusta", lanjutnya. Abu Hanifah berkata:
Aku tidak pernah menemukan seorang yang sedusta Jabir. Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Jabir percaya pada
raj'ah.
Ibn Hibban berkata: Jabir al-Ju'fi adalah pengikut
'Abdullah ibn Saba' yang menyatakan bahwa 'Ali akan kembali
lagi ke dunia. (Riyadh al-Jannah, hal. 158-159).
Coba anda pikirkan, apakah hadits-hadits maudhu' ini bisa
menjadi dalil bagi pendapat yang dikemukakan al-Musawi.
Bagaimana dapat dibenarkan oleh orang-orang yang berakal,
cara berdalil dengan hadits yang maudhu'?
7. Hadits "Sesungguhnya inilah orang yang pertama
beriman kepadaku
" adalah hadits maudhu'. Di dalam
sanadnya terdapat 'Ibad ibn Ya'qub. Ibn kibban berkata:
'Ibad banyak meriwayatkan hadits-hadits mungkar dari
al-Masyahir. Karena itu, ia patut ditinggalkan. Di dalam
sanad hadits itu jugs terdapat 'Ali ibn Hasyim. Menurut Ibn
Hibban, ia banyak meriwayatkan hadits-hadits mungkar dari
al-Masyahir. Ia orang Syi'ah yang, ekstrim. Juga terdapat
didalamnya, Muhammad ibn 'Ubaid. Menurut Yahya, ia bukan
apa-apa. (Riyadh al-Jannah, hal. 148).
8. Hadits "Wahai kaum Anshar, maukah kamu
kutunjukkan sesuatu yang apabila kamu berpegang kepadanya,
kamu tidak akan sesat selama-lamanya? Inilah 'Ali. Cintailah
dia seperti kamu mencintaiku. Muliakanlah dia seperti kamu
memuliakanku. Sebab Allah SWT --melalui Jibril telah
memerintahkan kepadaku seperti yang telah kukatakan
kepadamu." (Al-Kanz, 13/143). Abu Nu'aim meriwayatkan hadits
ini dalam al-Hilyah. Ia hadits maudhu'. Disandarkannya
hadits itu kepadanya sudah mengesankan bahwa ia dha'if,
sebagaimana ditetapkan oleh para ahli hadits.
9, dan 10. Hadits "Aku adalah kota ilmu,
dan 'Ali adalah pintunya
" "Aku adalah gedung hikmah,
dan 'Ali adalah pintunya Hadits ini banyak mendapat kecaman.
Yahya ibn Ma'in berkata: "Hadits ini tak punya asal usul."
Bukhari berkata: "Hadits ini mungkar, tidak ada segi yang
sahih padanya." At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini mungkar dan
gharib." Ibn al-Jauzi mengemukakan hadits ini dalam kumpulan
hadits-hadits maudhu' (al-maudhu'at). Menurut Ibn Daqiq
al-'Id, para ulama tidak mengitsbatkannya. Menurut
an-Nawawi, adz-Dzahabi dan al-Jazari, hadits ini maudhu'.
(Muhtashar at-Tuhfah al-Itsna al-Asy'ariyah, hal. 165).
Ibn al-Jauzi berkata: Dalam saluran hadits kedua ("Aku
adalah gedung
") terdapat Muhammad ibn 'Amr ar-Rumi.
Menurut Ibn Hibban, ia mendatangkan dari orang-orang tsiqat
sesuatu yang tidak ada pada mereka. Dalam keadaan apapun,
haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. (Riyadh al-Jannah,
150).
11 dan 12. Hadits "Ali adalah pintu ilmuku"
adalah hadits maudhu'. Adz-Dzahabi menyebutkannya dalam
biografi Dharar ibn shurad, dengan lafazh "'Ali adalah
kantong ilmuku". Menurut Bukhari, ia matruk. Yahya ibn Ma'in
berkata: "Ada dua orang pendusta di Kufah, yaitu Dharar dan
Abu Nu'aim an-Nakhai". Demikian pula hadits yang ke 12
(Engkau akan menerangkan kepada ummatku kebenaran mengenai
apa yang mereka berselisih didalamnya). Kemaudhu'an hadits
ini dikemukakan oleh adz-Dzahabi dalam (biografi Dharar ibn
Shurad. (Al-Mustadrak, jilid 3, hal. 122).
13. Hadits "Ali di sisiku seperti kedudukanku di
sisi Tuhanku." Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn as-Saman,
seperti disebutkan dalam buku ash-Shawa'iq. Ia hadits
maudhu' yang tidak ada asal-usulnya sama sekali dalam
kitab-kitab hadits, baik Kitab Sahih, Sunan maupun Musnad
yang muktabar.
Dari segi makna, juga tidak samar lagi adanya kerancuan
dalam hadits ini. Sebab di sini terdapat penyamaan kedudukan
'Ali dengan nabi. Pendapat demikian berlawanan dengan
keterangan al-Qur'an, hadits Sahih dan ijma' kaum Muslimin.
Tetapi kaum Rafidhah memang meyakini bahwa imam-imam mereka
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari para nabi,
sebagaimana diterangkan dalam kitab-kitab induk mereka.
14. Hadits "'Ali ibn Thalib adalah pintu
pengampunan; barangsiapa masuk melaluinya, ia mu'min, dan
barangsiapa keluar melaluinya, ia kafir" adalah hadits
maudhu'. Tak seorang pun dari imam-imam hadits yang mengenal
hadits ini. Mereka tidak meriwayatkannya dalam kitab-kitab
mereka. Sungguh al-Musawi telah berbuat dusta dengan
menisbatkan hadits ini pada Kanzul 'Ummal. Sebab kami telah
meneliti hadits-hadits dalam kitab itu, dan tidak
menemukannya sama sekali.
15. Hadits yang diucapkan nabi pada hari Arafah
ketika Haji Wada': 'Ali adalah sebagian dariku, dan aku
sebagian darinya. Tidak sepatutnya menyampaikan (atas
namaku) kecuali aku sendiri atau 'Ali"
Kaum Ahlus Sunnah tidak mengingkari kesahihan perkataan
nabi ini. Di dalam Kitab Sahih Bukhari dan Muslim disebutkan
hadits al-Barra' ibn 'Azib bahwa Rasulullah saw berkata
kepada 'Ali: "Engkau adalah sebagian dariku dan aku adalah
sebagian darimu". Ini diucapkan nabi ketika terjadi
perselisihan antara 'Ali, Ja'far dan Zayid mengenai putri
Hamzah. Nabi kemudian memutuskan putri Hamzah itu harus
bersama bibinya. Dengan demikian ia berada dibawah kekuasaan
Ja'far. Lalu nabi berkata kepada 'Ali: "Engkau adalah
sebagian dariku dan aku sebagian darimu." Kepada Ja'far nabi
barkata: "Kamu menyerupai perawakan dan perangaiku." Dan
kepada Zaid, nabi berkata: "Engkau adalah saudaraku dan
mawlaku."
Akan tetapi perkataan nabi kepada 'Ali itu tidak bisa
dijadikan dalil bagi dakwaan al-Musawi mengenai kepemimpinan
'Ali setelah nabi, secara langsung (tanpa terselang). Juga
tidak dapat dijadikan dalil bahwa 'Ali lebih utama dari Abu
Bakar dan 'Umar. Bahkan perkataan itu tidak termasuk salah
satu kekhususan 'Ali. Sebab dalam sebuah hadits sahih, nabi
berkata' kepada kaum Asy'ariyin: "Mereka adalah sebagian
dariku, dan aku adalah sebagian dari mereka". Mengenai
Julaibib, nabi juga mengatakan: "Dia sebagian dariku, dan
aku sebagian dari dia".
Mengenai perkataan nabi "Tidak sepatutnya menyampaikan
(atas namaku) selain aku atau 'Ali". Perkataan ini
disampaikan nabi pada tahun ke 9 Hijriyah, ketika beliau
mengangkat Abu Bakar sebagai pemimpin haji. Lalu ia
bertindak sebagai pemimpin pada pelaksanaan haji tahun itu.
'Ali ibn Abi Thalib termasuk salah seorang anggota jemaah
haji pimpinan Abu Bakar tersebut. 'Ali melakukan shalat
(dengan berimam kepada Abu Bakar), dan ia tunduk pada
perintah Abu Bakar, sebagaimana kaum Muslimin lainnya. Di
dalam Kitab Sahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa ia berkata: Dalam pelaksanaan haji di mana
Abu Bakar ditunjuk oleh Rasulullah sebagai pemimpin, sebelum
haji wada'. Beliau menyuruhku menyampaikan maklumat kepada
orang banyak pada Hari Raya Qurban (Yaum an-Nahr). Isi
maklumat tersebut adalah: (1) Setelah tahun ini orang-orang
musyrik dilarang melakukan ibadah haji. (2) Orang yang
telanjang tidak diperkenankan berthawaf di Baitullah. Di
dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah menyuruh
'Ali untuk menyampaikan bara'ah (pembebasan kaum Muslimin
dari perjanjian dengan kaum musyrikin). Lalu 'Ali
menyampaikan bara'ah tersebut kepada penduduk Mina pada Yaum
an-Nahr. Hal lain yang disampaikan 'Ali adalah: Orang
musyrik dilarang melakukan haji setelah tahun itu, dan orang
yang telanjang dilarang melakukan thawaf di Baitullah.
Ibn Hazm berkata: Apa yang terjadi pada pelaksanaan haji
di bawah pimpinan Abu Bakar ini merupakan salah satu
keutamaan beliau yang paling besar. Sebab pada musim haji
kali ini, dialah yang berkhotbah kepada orang banyak dan
kepada kelompok yang besar. Mereka mendengarkan khotbahnya
dan shalat di belakangnya, dan 'Ali ibn Abi Thalib termasuk
salah seorang dari mereka.
Ibn Taimiyah berkata: Akan tetapi nabi menyusuli Abu
Bakar dengan 'Ali untuk membatalkan perjanjian dengan
orang-orang musyrik, tidak lain karena kebiasaan yang
berlaku, bahwa seseorang tidak boleh menandatangani
perjanjian atau membatalkannya, kecuali orang yang dipatuhi
atau seseorang dari keluarganya. Mereka tidak dapat menerima
penetapan atau pembatalan janji itu dari sembarang orang.
Karena itu nabi diperintahkan untuk tidak menyampaikan surah
Bara'ah, kecuali oleh beliau sendiri atau seseorang dari
keturunan Bani Hasyim. (Minhaj, dengan sedikit perubahan,
jilid 3, hal. 8 - 9, jilid 4. hal. 221).
Adapun perkataan Nabi pada haji Wada', merupakan penguat
dari Nabi atas apa yang disampaikan oleh Abu Bakar dan 'Ali
kepada orang banyak pada tahun sebelumnya. Wallahu
a'lam.
16. Hadits "Barangsiapa patuh kepadaku, berarti
patuh kepada Allah. Barangsiapa durhaka kepadaku, berarti
durhaka kepada Allah. Dan barangsiapa taat kepada 'Ali,
berarti taat kepadaku. Dan barangsiapa membangkang kepada
'Ali, berarti membangkang kepadaku."
Kaum Ahlus Sunnah tidak menentang hadits ini. Bahkan
mereka berkeyakinan akan wajibnya mematuhi 'Ali dan pemimpin
sebelumnya dari Khulafa' ar-Rasyidin. Ahlus Sunnah
mengharamkan durhaka terhadap mereka. Nilai hadits ini dan
hadits-hadits lainnya yang sahih senada dengan hadits
berikut: "Berpegang teguhlah kamu dengan sunnahku dan sunnah
Khulafa' ar-Rasyidin al-Mahdiyin, sesudahku. Berpeganglah
kepadanya kuat-kuat!"
Karena itu kaum Sunni tidak ada yang menentang seorang
pun dari Khulafa' ar-Rasyidin. Kaum Rafidhah justru membenci
Khulafa' ar-Rasyidin yang tiga. Kaum Rafidhah memaki,
melaknat, meremehkan, bahkan mengkufurkan mereka. Merekalah
(kaum Rafidhah) yang mendurhakai (menentang) 'Ali dalam
semua pikiran, kepercayaan, kecintaan dan kepatuhan 'Ali
kepada orang-orang sebelumnya dari Khulafa' ar-Rasyidin.
17. Hadits "Barangsiapa memisahkan diri dariku,
berarti memisahkan diri dari Allah. Barangsiapa memisahkan
diri darimu, berarti memisahkan diri dariku". Adz-Dzahabi
dalam Talkhishnya berkata: Bahkan itu adalah hadits
mungkar!
18. Hadits "Barangsiapa memaki 'Ali, berarti
memakiku". Kaum Sunni tidak meragukan keabsahan hadits ini.
Bahkan mereka berkeyakinan bahwa memaki 'Ali ataupun
sahabat-sahabat yang lain adalah dosa besar. Sebagian ulama
malah mengkufurkan orang yang memaki itu. Karenanya,
tindakan, seperti itu tidak akan ditemui di kalangan kaum
Sunni. Mereka tidak akan mengecam dan memaki salah seorang
dari para sahabat nabi. Bahkan kaum Sunni selalu
mengagungkan mereka dan menempatkan mereka sesuai kedudukan
mereka (kadar) terutama kelompok yang utama dari mereka,
seperti Ahli Badar dan kelompok Bai'at ar-Ridhwan, dan
terlebih-lebih lagi al-Khulafa' ar-Rasyidin. Bagaimana
tidak, sedangkan ayat-ayat al-Qur'an memberikan sanjungan
kepada mereka, dan hadits Nabi menyatakan:
"Sahabat-sahabatku laksana bintang; demi Dzat yang jiwaku
ada ditangannya, seandainya salah seorang diantaramu
menyedekahkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan
sebanding dengan sedekah dari mereka yang sebesar satu mud
atau separuhnya."
Di lain pihak, kaum Rafidhah memaki dan mengkufurkan
mereka (sahabat-sahabat Nabi). Mereka melaknat orang yang
kedudukannya lebih tinggi dari 'Ali, yaitu Abu Bakar dan
'Umar sebagaimana dijelaskan oleh 'Ali sendiri.
19. 'Ali ibn Abi Thalib adalah salah seorang dari
Khulafa' ar-Rasyidin, dan termasuk salah seorang dari
sahabat-sahabat yang dijamin masuk surga. Ia termasuk
menantu Rasulullah. Beliau mencintai dia. Dan setiap mu'min
harus mencintai orang yang dicintai nabi. Akan tetapi hal
itu bukan khusus untuk 'Ali saja. Kita wajib mencintai 'Ali
sebagaimana kita wajib mencintai Abu Bakar, 'Umar dan
'Utsman, serta wajib mencintai kaum Anshar. Di dalam Kitab
Sahih diceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda: Tanda
keimanan adalah mencintai kaum Anshar. Sedang tanda nifaq
adalah membenci mereka." Di dalam Kitab Sahih Muslim
disebutkan bahwa 'Ali berkata: Sesungguhnya janji Nabi
kepadaku adalah bahwa tidak akan mencintai selain orang
mu'min, dan tidak akan membenciku selain orang munafik.
Di dalam Kitab Sahih Bukhari diceritakan bahwa Rasulullah
berkata kepada Abu Bakar: "Sekiranya aku boleh mengambil
seorang kekasih selain Allah, niscaya aku akan mengambil Abu
Bakar sebagai kekasihku".
Juga terdapat dalam 'hadits sahih bahwa Rasulullah
menyebut Usamah ibn Zaid sebagai seorang kecintaan Nabi.
Pendeknya tidak dapat disangkal bahwa membenci 'Ali atau
sahabat Nabi yang lain adalah nifaq. Kaum Rafidhah
seharusnya bertanya kepada diri mereka sendiri, apakah
mereka bukan orang munafik jika mereka selalu membenci
sahabat-sahabat Nabi?!
20. Hadits "Wahai 'Ali, engkau adalah sayid
(pemimpin) di dunia dan sayid di akhirat Adz-Dzahabi
berkata: Hadits ini walaupun para perawinya tsiqat, namun ia
mungkar. Ia tidak jauh dari hadits maudhu'. (Al-Mustadrak,
hal. 127).
21. Hadits "Hai 'Ali, berbahagialah orang
mencintaimu dan membenarkanmu dalam sanad hadits ini
terdapat Sa'id ibn. Muhammad al-Warraq dan gurunya, 'Ali ibn
al-Hazwar. Keduanya matruk.
22, 23, 24, dan 25. Hadits
"Barangsiapa ingin hidup seperti kehidupanku, dan mati
seperti kematianku, mendiami surga Jannatul Khuldi yang
Tuhan janjikan kepadaku, hendaklah ia menjadikan 'Ali ibn
Abi Thalib sebagai walinya". Hadits ini diriwayatkan dalam
banyak riwayat yang berdekatan (mirip). Adz-Dzahabi dalam
Talkhishnya berkata: Bagaimana riwayat ini dapat dipandang
sahih, sedang dalam sanadnya terdapat Qasim ibn Abi Syaibah.
Ia matruk. Juga terdapat guru Qasim, yaitu Yahya ibn Ya'ia
al-Aslami, ia dha'if. Sedang lafazh-lafazh yang digunakan
dalam riwayat-riwayat itu sangat lemah. Tampaknya ia lebih
dekat pada maudhu'. (Al-Mustadrak, 3/128).
Hadits yang ke 23 diriwayatkan pula oleh Ibn Najjar dari
Ibn 'Abbas dengan redaksi yang tidak terlalu berbeda. Di
dalam sanadnya terdapat Ishak ibn Basyar Abu Khudzaifah
al-Bukhari, Ia matruk. Ibn al-Madini memandangnya pendusta.
Ibn Hibban berkata: Tidak dihalalkan haditsnya kecuali atas
jalan ta'ajub. Menurut ad-Dar al-Quthni, ia pendusta dan
matruk. (Mizan al-I'tidal, 1/174).
26. Hadits "Hai Ammar, jika kamu melihat 'Ali
menempuh satu lembah, dan orang banyak menempuh lembah yang
lain, maka ikutilah 'Ali dan tinggalkan orang banyak itu!"
Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailami. Ia hadits maudhu'.
Dengan 'ad-Dailami sebagai orang yang mengeluarkannya sudah
menunjukkan kedha'ifannya.
27. Hadits "Telapak tanganku dan telapak tangan
'Ali sama dalam hal keadilan". Hadits ini tidak ada
asal-usulnya dalam kitab-kitab hadits. Ia tidak dijumpai
dalam kitab-kitab sahih, Sunan maupun Musnad. Al-Musawi
telah berbuat dusta ketika ia menyandarkan hadits ini kepada
kitab Kanzul 'Ummal. Sebab kami sudah menelitinya, namun
tidak menjumpai hadits dimaksud.
28. Hadits "Hai Fathimah, tidakkah engkau puas
bahwa Allah telah memandang kepada penduduk bumi, dan
memilih dua orang lelaki, yang satu ayahmu, yang lain
suamimu". Adz-Dzahabi dalam Talkhishnya berkata: Hadits ini
maudhu' di tangan Suraij.
29. Hadits "Aku adalah pemberi peringatan, dan
'Ali adalah penunjuk jalan. Denganmu, hai 'Ali, orang-orang
akan mendapat petunjuk sesudahku." Ibn Taimiyah berkata:
Tidak ada petunjuk yang menyatakan sahihnya hadits ini.
Karena itu, ia tidak dapat dijadikan hujjah. Adapun kitab
al-Firdaus, karya ad-Dailami adalah kitab yang didalamnya
banyak hadits-hadits maudhu'. Para ahli hadits telah sepakat
bahwa sebuah hadits yang hanya karena ad-Dailami
meriwayatkannya, tidaklah menunjukkan kesahihannya. Demikian
pula halnya dengan Abu Nu'aim. Hadits yang diriwayatkannya
tidak menunjukkan kesahihannya. Hadits ini dusta dan maudhu'
menurut kesepakatan para ahli. Ia mesti dikucilkan dan
ditolak. Perkataan dalam hadits itu tidak selayaknya
disandarkan kepada nabi saw. Sebab dari segi lahir hadits,
peringatan dan hidayah dipisah-pisahkan antara keduanya.
Jelasnya, Nabi dikatakan pemberi peringatan yang tidak dapat
menjadi petunjuk, sedang 'Ali adalah orang yang memberikan
petunjuk. Jelas, ini adalah pendapat yang tidak akan pernah
dikemukakan oleh seorang Muslim, karena bertentangan dengan
ayat al-Qur'an. Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu memberi
petunjuk ke jalan yang lurus, jalan yang diridhai
Allah'.
30. Hadits "Hai 'Ali, tidak dihalalkan bagi orang
yang junub (berhadats besar) untuk berada di masjid, selain
aku dan engkau". Hadits ini berkaitan dengan hadits yang
memerintah untuk menutup semua pintu yang berhubungan
langsung ke masjid, selain pintu 'Ali. Tanggapan mengenai
hadits tersebut sudah dikemukakan secara panjang lebar dalam
sanggahan Dialog 32. Silahkan periksa kembali.
Pendeknya tak satu pun dari hadits-hadits itu yang lepas
dari' kritikan. Bahkan sebagian ulama, seperti Ibn Taimiyah
dan Ibn al-Jauzi, memandang hadits-hadits itu maudhu' dan
berlawanan dengan hadits-hadits yang sahih dan tsabit. Juga
berlawanan dengan hadits-hadits yang menerangkan bahwa
Rasulullah menyuruh untuk menutup semua pintu selain pintu
Abu Bakar.
31. Hadits "Aku dan 'Ali adalah hujjah atas
ummatku pada hari kiamat". Hadits ini maudhu'. Orang yang
diduga membuatnya adalah Mathar Ibn Maimun al-Muharibi Abu
Khalid al-Kufi al-Iskafi. Bukhari berkata: "Haditsnya
mungkar". Berkata Abu Hatim dan Ibn Hibban: Ia meriwayatkan
hadits-hadits maudhu' dari perawi-perawi yang tetap, karena
itu, tidak diperbolehkan meriwayatkan hadits darinya.
Kaum Rafidhah telah beristidhal dengan hadits ini bahwa
perkataan 'Ali adalah hujjah yang tidak dapat ditentang, dan
ia ma'shum seperti nabi, sebagaimana dijelaskan oleh
al-Musawi ketika ia berkata: "Dengan hadits ini menjadilah
'Ali hujjah sebagaimana Rasulullah saw".
Namun jelas ini pandangan yang lemah. Sebab ijma'
Khulafa' ar-Rasyidin pun tidak dipandang sebagai hujjah oleh
ummat Islam, apalagi hanya perkataan 'Ali semata-mata.
32. Hadits "Tertulis di pintu surga: Tiada Tuhan
selain Allah, Muhammad utusan-Nya, dan 'Ali saudara Rasul
Allah".
33. Hadits "Tertulis di kaki 'Arasy: Tiada Tuhan
selain Allah, Muhammad utusan-Nya, Kutunjang ia dengan 'Ali,
Kubela ia dengan 'Ali.
Kedua hadits di atas palsu (maudhu'). Hadits yang pertama
sudah dibicarakan dalam tanggapan atas Dialog 34. Ringkasnya
Ibn al-Jauzi memasukkan hadits itu ke dalam kelompok
hadits-hadits maudhu' yang berasal dari Jabir, sebagaimana
tersebut dalam al-Muntakhab, 5/35. Ibn 'Asakir juga
meriwayatkan hadits itu, sebagaimana dikemukakan oleh
penulis al-Muntakhab dala'm pinggiran kitab Musnad, 5/46.
Disandarkannya hadits itu kepada sumber di atas sudah
menunjukkan kedha'ifannya, sebagaimana dikemukakan oleh
penulis al-Muntakhab dalam Mukaddimahnya. Adapun hadits yang
kedua, telah berkata asy-Syaukani dalam al-Fawaid
al-Majmu'ah: Hadits ini bathil dan maudhu'.
34. Hadits: "Barangsiapa ingin melihat Nuh dalam
tekadnya dan Adam dalam ilmunya
" Hadits ini maudhu'
sebagaimana dijelaskan oleh Ibn al-Jauzi. Dalam sanadnya
terdapat Abu 'Umar, ia matruk (haditsnya ditinggalkan).
35. Hadits "Hai 'Ali, keadaanmu seperti Isa;
orang-orang Yahudi membencinya sampai mereka menuduh ibunya
berbuat serong. sebaliknya, kaum Nasrani begitu mencintainya
sampai-sampai mereka menempatkannya pada kedudukan yang
bukan tempatnya".
Jika hadits ini dianggap sahih, maka bagian terakhir
darinya berlaku untuk kaum Rafidhah, di mana mereka
menempatkan 'Ali pada kedudukan yang lebih tinggi dari para
nabi dan malaikat, sebagaimana hal ini dijelaskan dalam
buku-buku induk mereka.
Adz-Dzahabi berkata: Dalam sanadnya terdapat Hakam ibn
'Abdul Malik. Ibn Ma'in memandangnya dha'if, Demikian pula
Ibn al-Jauzi memasukkannya dalam kelompok perawi yang
lemah.
36. Hadits "Orang yang paling dahulu masuk Islam
adalah tiga orang". Al-Albani berkata:Sanad hadits ini
sangat dha'if, walaupun ia bukan hadits maudhu. Sebab
didalamnya terdapat Husain al-Asyqar. Ia adalah Ibn Husain
al-Kufi, seorang Syi'ah yang ekstrim. Bukhari memandangnya
dha'if. Dalam at-Tarikh ash-Shaghir, Bukhari berkata: Ia
banyak meriwayatkan hadits mungkar.
Di dalam adh-Dhu'afa', al-Aqili meriwayatkan dari Bukhari
bahwa ia berkata: Didalamnya terdapat sesuatu yang
meragukan. Di dalam al-Kamil karya Ibn 'Ali, disebutkan
bahwa as-Sadi berkata ia adalah orang yang memaki-maki para
sahabat secara berlebih-lebihan.
Adz-Dzahabi berkata: Abu Daud memandangnya dha'if.
Saudaranya, Muhammad berkata: Jangan kalian menuliskan
hadits saudaraku. Ia pendusta. Abu Arubah berkata: Ia paman
ayahku; ia pendusta. Lalu ia mengemukakan hadits itu melalui
saluran Thabrani.
Di dalam tafsirnya, al-Hafidz ibn Katsir berkata: Hadits
ini mungkar; ia tidak dapat diketahui kecuali melalui
saluran Husain al-Asyqar. Ia seorang Syi'ah dan matruk.
(Riyadh al-Jannah, hal. 188).
37. Hadits "Orang yang benar-benar tulus imannya
(ash-Shiddiq) ada tiga, yaitu Habib an-Najar, Mu'min.
keluarga Yasir
Al-Albani berkata: "Hadits ini
maudhu'. Menurut Ibn Taimiyah, hadits ini dusta: Adz-Dzahabi
mengakui hal ini dalam ringkasan kitab Manhaj. Dua pendapat
ini sudah cukup sebagai hujjah. Ketika Ibn al-Muthahhar
ar-Rafidhah menyandarkan hadits ini pada riwayat Ahmad, Ibn
Taimiyah menolaknya seraya berkata: "Imam Ahmad tidak
meriwayatkan hadits ini, baik dalam Kitab Musnad maupun
al-Fadha'il, dan ia tidak akan pernah meriwayatkannya.
Adalah al-Qathi'i yang menambahkannya melalui al-Kadimi,
yaitu Muhammad ibn Yunus. Ia berkata: Telah bercerita
kepadaku Hasari ibn Muhammad al-Anshari dari 'Um'ar dan
al-Jami' dari Abi Laila bahwa Rasulullah bersabda. Lalu
dikemukakannya hadits itu.
'Umar ibn Jami' adalah orang yang tidak dapat dijadikan
hujjah haditsnya. Bahkan Ibn 'Ali memandangnya sebagai
seorang yang diduga memalsukan hadits. Menurut Yahya, ia
pendusta yang busuk. Menurut an-Nasa'i dan ad-Dar al-Quthni,
ia matruk. Ibn Hibban berkata: Ia meriwayatkan hadits-hadits
maudhu' dari para perawi yang sudah tetap dan meriwayatkan
hadits-hadits mungkar dari para perawi yang sudah dikenal.
Hadits dia tidak dapat ditulis, kecuali atas jalan
i'tibar.
Dalam menolak Ibn al-Muthahhar, Ibn Taimiyah berkata: Di
dalam hadits sahih banyak ditemukan pemberian gelar
ash-Shiddiq kepada yang bukan 'Ali, misalnya kepada Abu
Bakar. Demikian pula Allah menyebut Maryam; Ibu 'Isa,
sebagai shiddiqah. Demikianlah setiap orang yang jujur dan
berusaha sungguh-sungguh, untuk menetapi kejujuran, akan
dicatat oleh Allah sebagai orang yang shiddiq. Karena itu,
bagaimana dapat dikatakan bahwa orang, yang siddiq itu hanya
ada tiga. orang? (Minhaj as-Sunnah, dengan sedikit
perubahan, 4/61).
38. Hadits: "Sesungguhnya ummat akan
mengkhianatimu setelahku, sementara engkau hidup di atas
agamaku
" Kaum Ahlus Sunnah tidak menentang hadits
ini. Hanya saja mereka menolak hadits ini sebagai dalil
keimanan 'Ali ra. Hadits ini tidak lebih dari sekedar
informasi belaka mengenai pengkhianatan yang akan menimpa
'Ali, dan bahwa 'Ali akan tetap berada dalam sunnah, suatu
ajakan untuk mencintai 'Ali, dan menjauhkan diri dari
membencinya. Juga merupakan suatu informasi bahwa ia akan
terbunuh. Adakah dalam hadits ini sesuatu yang dapat
dijadikan dalil bagi dakwaan al-Musawi itu?
Di dalam lafazh-lafazh hadits ini tidak ada sesuatu yang
membuktikan dakwaan yang dikemukakan al-Musawi. Bagaimana
bisa dikatakan bahwa informasi Nabi dalam hadits ini
dianggap sebagai nash atas kepemimpinan 'Ali secara umum?
Kalau dakwaan seperti ini harus dibenarkan, maka informasi
Nabi kepada 'Utsman, Abu Bakar dan 'Umar, dapat pula
dipandang sebagai nash atas kekhalifahan mereka. Namun yang
demikian ini tidak pemah diucapkan oleh seorang pun.
Orang yang memperhatikan peristiwa-peristiwa pada zaman
pemerintahan 'Ali dan peristiwa-peristiwa yang terjadi
setelahnya, akan menemukan bahwa pengkhianatan yang menimpa
'Ali berasal dari kelompok Syi'ah sendiri. Mereka telah
mengkhianati 'Ali, Hasan dan Husain. 'Ali dan anak-cucunya
mendapat tekanan, goncangan, dan pelbagai kesulitan, tidak
lain karena khianat dan kemunafikan kaum Syi'ah sendiri.
Di dalam hadits ini seakan-akan nabi mengisyaratkan
pengkhianatan mereka, dan menyuruh 'Ali waspada akan
perbuatan mereka. Adapun kaum Rafidhah menginterpretasikan
pengkhianatan dalam hadits ini sebagai kepemimpinan Abu
Bakar, 'Umar, dan 'Utsman sebelum kepemimpinan 'Ali. Sebab
mereka meyakini bahwa kekhalifahan setelah nabi wafat berada
langsung di tangan 'Ali ibn Abi Thalib, namun ia dikhianati
(dirampas kekuasaannya). Padahal yang dimaksud dengan
pengkhianatan di sini adalah pengkhianatan mereka (kaum
Syi'ah) terhadap 'Ali di zaman pemerintah 'Ali, dan
pengkhianatan mereka yang terjadi kepada kedua anak 'Ali,
Hasan dan Husain. Coba anda perhatikan.
39. Hadits "Sesungguhnya diantara kamu ada orang
yang akan berperang demi (menjaga kemurnian) pentakwilan
al-Qur'an, sebagaimana aku telah berperang karena turunnya
al-Qur'an
Hadits ini tidak ada hubungannya sama sekali
dengan dakwaan kaum Rafidhah. Sebab inti hadits ini
menyatakan bahwa 'Ali akan berperang pada suatu waktu untuk
(menjaga kemurnian) pentakwilan al-Qur'an. Dan ini tidak
terjadi pada waktu pemerintahan 'Ali, sebab dalam
peperangannya 'Ali berada di pihak yang benar, sedang
orang-orang yang menentangnya berada di pihak yang salah,
walaupun, dengan jalan ijtihad.
Hadits ini juga tidak menunjukkan bahwa 'Ali adalah
Khalifah, langsung tanpa jarak pemisah, setelah wafat Nabi,
sebagaimana dakwaan kaum Rafidhah. Sebab tidak ada hubungan
antara apa yang didakwakan mereka itu dengan peperangan 'Ali
menjaga kemurnian pentakwilan al-Qur'an. Adalah suatu
kebodohan jika hadits ini diartikan agar sesuai dengan
dakwaan mereka. Bahkan ia termasuk salah satu dalil yang
dipegangi kaum Sunni, bahwa kebenaran berada di pihak
'Ali.
Mengenai hadits di mana Rasulullah menyuruh 'Ali untuk
memerangi orang-orang yang merusak bai'atnya, orang-orang
yang menyeleweng dan orang-orang yang murtad, al-Hafidz
adz-Dzahabi berkata dalam ringkasannya: "Hadits itu tidak
sahih". Al-Hakim telah mengemukakan hadits itu sampai ke Abu
Ayub melalui dua saluran yang berbeda. Namun keduanya
sama-sama dha'if. (Al-Mustadrak, 3/140).
Ibn Taimiyah berkata: Al-Hakim dalam al-Arba'ibn
meriwayatkan hadits-hadits dha'if, bahkan maudhu' menurut
kacamata ahli hadits, seperti perkataannya: "('Ali
diperintah) memerangi orang-orang yang merusak (bai'atnya),
orang-orang yang menyeleweng dan orang-orang yang murtad."
(Minhaj, 4/99).
Ibn Asakir memang meriwayatkan hadits ini. Namun menurut
para ahli, dinisbatkannya suatu hadits kepadanya sudah
menunjukkan kedha'ifannya.
Adapun hadits: "Hai 'Ali, engkau akan diperangi oleh
kelompok durhaka, sedang engkau berdiri di atas kebenaran.
Maka barangsiapa yang tidak membelamu --ketika itu--
bukanlah dia termasuk golonganku", adalah hadits maudhu"
yang tidak ada dasarnya sama sekali, juga tidak diriwayatkan
oleh salah seorang pun dari penyusun Kitab Sahih, Kitab
Sunan maupun Musnad. Di sini al-Musawi tidak menyebutkan
sumber hadits itu sama sekali.
Dan mengenai hadits Abu Dzar: "Sesungguhnya ada seseorang
diantara kamu sudah kami bahas dalam tanggapan mengenai
hadits Nomor 39.
40. Hadits: "Hai 'Ali, aku unggul dari engkau
dengan kenabian, sebab tidak ada kenabian setelahku. Dan
engkau unggul dari manusia lainnya dengan tujuh perkara
"
Hadits ini maudhu'. Orang yang diduga memalsukannya
adalah Basyar ibn Ibrahim. Al-Aqili berkata: Ia meriwayatkan
hadi'ts-hadits maudhu' dari al-Auza'i. Ibn Adi berkata:
Menurutku, ia termasuk orang yang memalsukan hadits. Menurut
Ibn Hibban, ia membuat hadits palsu atas nama orang-orang
yang tsiqat.
Al-Hafidz adz-Dzahabi dalam Al-Mizan telah mengemukakan
sejumlah hadits palsu yang diriwayatkan oleh Basyar ibn
Ibrahim, salah satunya adalah hadits ini. (Mizan al-I'tidal,
1/331).
Adapun hadits Abu Said al-Khudri: "Hai 'Ali, engkau
memiliki tujuh sifat, yang tak seorang pun akan membantahnya
Hadits ini terdapat dalam Kitab Kanzul Ummal, jilid 13, hal.
117 dari riwayat al-Abzazi. Ia adalah pendusta.
Setelah kita meneliti keadaan hadits-hadits tersebut, dan
ternyata kebanyakan darinya adalah hadits yang dusta dan
maudhu'. Hanya sebagian kecil saja darinya yang sahih. Akan
tetapi kaum Rafidhah mengartikannya secara lain, memberinya
interpetasi yang rusak, bertentangan dengan al-Qur'an dan
hadits-hadits yang sahih. Dengan demikian, bagaimana dapat
dibenarkan bahwa hadits-hadits itu merupakan dalil yang
membuktikan dakwaan kaum Rafidhah bahwa 'Ali adalah Khalifah
nabi, langsung tanpa jarak waktu, dan bahwa 'Ali adalah
pemimpin kedua ummat Islam setelah Rasul meninggal, dan
kepemimpinan berada di tangannya, bukan berada di tangan
orang lain sebagaimana dijelaskan oleh al-Musawi?
Sesungguhnya menganggap hadits-hadits itu sebagai dalil
untuk membuktikan kebenaran dakwaan mereka, tidak lain hanya
mengungkap kebodohan al-Musawi dan guru-gurunya mengenai hal
ihwal Rasulullah, baik sejarahnya, sunnah maupun sepak
terjang beliau. Mereka tidak mengetahui hal-hal yang umum
diketahui oleh orang yang sedikit saja mengenal sejarah
Nabi. Sekalipun demikian, mereka berani memutarbalikkan
fakta dan kenyataan. Mereka menambahkan dan menguranginya
menurut kemauan hawa nafsu mereka, sesuai dengan paham
mereka yang sesat.
|