|
Tanggapan atas Dialog 25-26
(1) Ibn Taimiyah berkata: Hadits tersebut bukan hadits
Musnad melainkan hadits mursal, meskipun telah ditetapkan
bersumber dari 'Umar ibn Maimun. Sebab dia ini masuk Islam
di tangan Mu'adz ibn Jabal, dan tidak pernah berjumpa dengan
Nabi. Dalam hadits ini terdapat kata-kata palsu yang
mengatasnamakan Rasulullah saw. Misalnya dikatakan bahwa
Rasulullah bersabda: "Tidak sepatutnya aku pergi, kecuali
engkau ('Ali) menjadi penggantiku". Padahal Nabi sering
pergi dan penggantinya di Madinah seringkali bukan 'Ali.
Misalnya Nabi melakukan umrah pada perjanjian
Hudaibiyah.
Dalam peristiwa ini 'Ali bersama Nabi, dan pengganti Nabi
tentulah bukan 'Ali. Sesudah itu, Nabi hadir pada perang
Khaibar, Fathu Makkah, perang Hunain, Thaif, dan
perang-perang lainnya sebelum perang Badar, dan melakukan
haji wada'. Semua itu Nabi lakukan bersama 'Ali. Dan
pengganti Nabi di Madinah, tentulah orang lain, bukan 'Ali
ibn Abi Thalib.
Semua ini diketahui lewat hadits-hadits dengan isnad yang
sahih dan dengan kesepakatan para ahli hadits. Jika
dikatakan bahwa pengganti Nabi adalah orang yang paling
utama, maka ini justru akan membuat 'Ali tidak unggul dalam
setiap pertempuran maupun dalam umrah dan hajinya. Apa lagi
pengganti itu sering kali adalah sahabat-sahabat Nabi yang
lain (bukan 'Ali). Dan pada perang Tabuk, pengganti Nabi
justru wanita dan anak-anak kecil, orang-orang yang mendapat
izin absen perang, tiga orang yang disebut dalam ayat
wa'alatstsalatsatil ladzina khullifs (QS, at-Taubah, 9:118)
atau orang-orang yang diduga sebagai munafik. Dan pada saat
itu Madinah termasuk kota yang aman yang tidak memberi
kekhawatiran kepada penduduknya. Orang yang menggantikan
Nabi tidak perlu berperang sebagaimana pada saat-saat lain
ketika Nabi pergi.
Demikian pula perkataan Nabi "Tutuplah semua pintu,
kecuali pintu 'Ali", ini adalah perkataan palsu yang
dibuat-buat oleh kaum Syi'ah untuk menandingi hadits yang
asli. Hadits yang sesungguhnya ada dalam kitab sahih adalah
hadits yang bersumber dari Sa'id dari Nabi saw. Diceritakan
bahwa Nabi berkata diwaktu beliau sakit yang membawa kepada
wafatnya: "Sesungguhnya orang yang paling aku percayai,
dalam hartanya dan persahabatannya ialah Abu Bakar.
Seandainya aku boleh mengambil seorang kekasih selain
Tuhanku, aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasih
(khalil). Tapi aku hanya boleh mengambilnya sebagai saudara
seagama." Nabi juga tidak membiarkan pintu-pintu yang
menghadap ke Masjid tetap terbuka, kecuali pintu Abu Bakar.
(Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn 'Abbas dan tersebut
dalam Sahih Bukhari dan Muslim ).
Demikian pula perkataan nabi: "Engkau adalah penggantiku
bagi setiap Muslim setelahku" adalah hadits palsu (maudhu')
menurut kesepakatan para ahli hadits.
Apa yang sahih dalam hadits ini bukanlah kekhususan para
imam, juga bukan kekhususan 'Ali ibn Abi Thalib saja. Orang
lain pun turut memilikinya, misalnya kecintaan kepada Allah
dan Rasul, dan Allah dan Rasul pun mencintainya. Juga
mengenai diangkatnya seseorang sebagai pengganti Nabi dan
kedudukannya di sisi Nabi seperti kedudukan. Harun di sisi
Musa, maka setiap orang yang ditunjuk Nabi sebagai
penggantinya, juga mempunyai kedudukan seperti itu. Mengapa
Nabi memberi pernyataan khusus kepada 'Ali, tidak lain
karena 'Ali keluar menemui Nabi sambil menangis dan
mengadukan dirinya yang ditunjuk sebagai pengganti Nabi
untuk menjaga kaum wanita dan anak-anak kecil. Lalu Nabi
menyatakan kepadanya (dengan ungkapan khusus tersebut),
supaya ia senang dan sejuk hatinya dengan tugas yang
dibayangkan 'Ali sebagai suatu kelemahan dan menurunkan
derajat itu. Hal yang sama berlaku mengenai posisi 'Ali
sebagai pemimpin (mawla) bagi setiap orang yang menyintai
Nabi. Sesungguhnya setiap orang mu'min merupakan wakil Allah
dan Rasul-Nya. Juga mengenai surat al-Bara'ah (at-Taubah)
yang tidak dapat disampaikan kepada orang-orang Musyrik
kecuali oleh seorang laki-laki dari keturunan Bani Hasyim,
sesungguhnya hal ini berlaku umum untuk semua keturunan Bani
Hasyim. Hal demikian karena menurut kebiasaan sebuah
perjanjian tidak dapat dibuat atau batalkan kecuali oleh
seorang dari kabilah yang terpandang. Karena itu, Nabi
mengutus 'Ali untuk menyampaikan surat tersebut, lalu dia
menyampaikannya sementara di bawah komando Abu Bakar (Minhaj
as-Sunnah 3/8 dan 9).
|