|
Sanggahan terhadap Dialog 111, 112
Dialog al-Musawi dengan Syeikh al-Bisyri berakhir dengan
dua dialog ini. Dalam dua dialog ini kedua pihak sama-sama
menyatakan rasa cinta dan kasih sayang mereka serta saling
memberikan pujian dan sanjungan, yaitu sanjungan seorang
murid terhadap gurunya dan sebaliknya, bukan sanjungan
antara dua orang yang berlawan dialog.
Dalam Dialog 111, Syeikh al-Bisyri mengakui --menurut
perkataan al-Musawi-- bahwa kaum Rafidhah dalam
masalah-masalah furu' dan ushul mengikuti jalan Ahlul-Bait.
Ia juga mengakui ketidaktahuannya dalam soal ini, sehingga
ia meminta informasi dari al-Musawi. Maka al-Musawi lalu
memberikan penerangan dan menampakkan kebenaran kepadanya.
Di sini seolah-olah saya melihat Syeikh al-Bisyri telah
memperlihatkan dirinya sebagai penganut paham rafadh, dengan
penerimaannya atas ajaran-ajaran Rafidhah dalam soal-soal
furu' dan ushul seperti yang dijelaskan al-Musawi
kepadanya.
Dalam Dialog 112, al-Musawi membalas sanjungan Syeikh
al-Bisyri. Ia menyatakan kegembiraannya atas
kesimpulan-kesimpulan yang telah mereka capai, yaitu
kemenangan al-Musawi atas Syeikh al-Bisyri, dan ditemukannya
kebenaran oleh yang disebut belakangan ini setelah ia
terlibat secara intens dalam pembicaraan dan diskusi yang
mendalam mengenainya. Maka setelah kebenaran itu menjadi
terang-benderang kepadanya, tak ada lagi fanatisme dan emosi
yang mencegahnya untuk menerima kebenaran itu.
Di sini kami ingin menyatakan bahwa al-Musawi telah
berdusta dengan mencatut nama Syeikh al-Bisyri dalam dua
dialog terakhir ini. Sebab barangsiapa yang menghalalkan
dusta dalam soal agama, maka tak usah diherankan jika ia
berdusta mengenai pembicaraan manusia. Dalam dialog-dialog
yang dinisbatkan kepadanya, Syeikh al-Bisyri tampak tidak
memiliki ilmu dan kemampuan berargumentasi seperti yang
dikatakan al-Musawi. Dalam semua dialognya, Syeikh al-Bisyri
hanya bertindak sebagai penanya, peminta penjelasan dan
keterangan-keterangan tambahan.
Al-Musawi sungguh telah berbuat dusta dengan mencatut
nama Syeikh al-Bisyri ketika --dalam Dialog 111-- dia
menggambarkan Syeikh sebagai seorang yang telah menerima
paham Rafidhah, meyakini prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran
furu'nya. Seandainya Syeikh al-Bisyri benar-benar seperti
yang digambarkan al-Musawi ini, tentu hal ini diketahui baik
dalam majelis-majelis beliau, dalam kuliah-kuliah yang
disampaikannya, maupun dalam karya-karyanya. Sebab, sesudah
terjadinya dialog yang dikatakan terjadi itu, beliau masih
hidup dalam waktu yang cukup lama di tengah-tengah
rekan-rekan dan para mahasiswanya. Allah lebih mengetahui
tentang hal ini, dan Dia sendirilah yang menjustifikasi
kebenaran dan memberikan petunjuk jalan yang benar.
|