Subject: [mus-lim] MEMBANTAH: Gudeg Gurih Karena Darah
Date: Fri, 26 Jan 2001 12:01:30 -0600
From: "Anies Baswedan - MLST" <anies_baswedan@yahoo.com>
Assalamu'alaikum.
Dibawah ini saya kirimkan sebuah tulisan yang secara
khusus menjelaskan cara memasak gudeg dan sebuah komentar
tentang profil singkat seorang pedagang gudeg.
Tujuan tulisan pertama adalah membantah tulisan bahwa
gudeg itu gurih karena unsur darah ayam. Klarifikasi ini
sangat penting agar para pedagang gudeg --yang skala
modalnya ribuan kali lebih kecil daripada Dancow, Indomie
dan Ajinomoto-- tidak "dijotos" secara kolosal dan
sembarangan oleh tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar.
Sementara komentar kedua memberikan profil singkat
seorang pedagang gudeg yang untuk mencapai lokasi
penjualannya saja harus menyewa taksi dan bukan diantar
dengan mobilnya sendiri. Merekalah yang akan menderita
akibat tuduhan-tuduhan macam ini.
Karena itu, kalau memang penulis ttg gudeg berunsur darah
ini menyaksikan sendiri penggunaan darah tsb, sebaiknya
dituliskan lokasinya agar tidak terjadi generalisasi.
Generalisasi ini bisa sangat merugikan karena membantahnya
jauh lebih sulit daripada menyebarkannya apalagi ada ratusan
bahkan ribuan pedagang gudeg yang sumber ekonominya bisa
ludes oleh generalisasi macam ini. Meskipun --seperti akan
dijelaskan oleh tulisan dibawah ini-- sinyalemen bawah gudeg
itu berunsur darah adalah sinyalemen yang janggal dan tidak
logis dari sudut masak-memasak.
- Wassalam,
- Anies Baswedan
Komentar dari Rimawan (pengajar University of Limerick
Irlandia)
Halal-haram Gudeg Yogya;
Tinjauan Metoda Masak-memasak
Tulisan ini merupakan komentar terhadap tulisan
'Kehalalan Gudeg Yogya' yang dikirimkan oleh Bapak Rusdi
Suripno Siha, Jl. Wijaya Kusuma 95-A, Situbondo.
Pada dasarnya beliau berkesimpulan bahwa gudeg Yogya bisa
dikatagorikan sebagai syubhat, bahkan haram. Hal ini
didasarkan pada pengalaman beliau yang saya kutipkan sebagai
berikut:
'... suatu hari, ketika sedang membeli di
warung langganan saya, saya melihat di tempayan (tempat
gudeg diolah), ada kepala dan leher seekor ayam yang masih
utuh (tidak ada bekas sembelihan). Lalu saya tanya ke si
penjual gudeg, apakah ayamnya tidak disembelih? Dengan
ringan si penjual menjawab bahwa sudah biasa bagi
penjual/bakul gudeg bahwa setiap ayam yang dimasak untuk
gudeg, ayam tersebut tidak disembelih, tetapi ditusuk dengan
besi di bagian lehernya. Sedang darah yang keluar ditampung
dan nantinya dicampur dengan santan untuk dicamput dengan
gudeg itu. Dan justru darah inilah yang memberi rasa gurih
dan memberi warna kecoklat-coklatan ...'
Dalam tulisan berikut ini, saya hanya ingin mengomentari
tulisan diatas sesuai dengan pengalaman saya sebagai tukang
masak selama 15 tahun baik di dalam maupun di luar negeri.
Terdapat dua macam gudeg, yaitu gudeg yang manis dan
gudeg gurih. Tidak banyak perbedaan mendasar diantara
keduanya, hanya versi pertama lebih manis dan tersaji lebih
kering. Untuk memasaknya kita harus memisahkan antara
memasak gudeg (nangka muda), memasak ayam (opor biasanya
tapi agak manis), telur dan areh (terbuat dari santan
kental). Sejauh yang saya ketahui, saya belum pernah menemui
penjual memasak nangka muda dan ayam secara bersamaan.
Alasannya ... nangka muda dimasak dalam waktu lama dicampur
dengan daun jati sebagai bahan pewarna kecoklat-coklatan.
selain daun jati bisa juga dipakai daun jambu batu atau daun
pisang (yang terakhir ini saya belum pernah mencoba). Daun
jambu batu agak riskan karena kadang menghasilkan rasa
'sepet' kata orang jawa. Nangka muda dimasak dalam waktu
yang lama. Jika nangka muda dan ayam dicampur untuk dimasak
bersamaan, maka ayam akan hancur. Itulah sebabnya telur dan
ayam biasanya tidak dimasak bersamaan dengan gudeg. warna
kecoklat-coklatan dari telur disebabkan oleh penggunaan
kecap. Kalau disimak lebih lanjut, semua gudeg (nangka muda)
disajikan dalam bentuk yang relatif kering dan terpisah dari
ayam. Nangka muda dimasak hingga airnya habis. Biasanya ayam
dimasak opor. Meski seringkali rasa opor bervariasi dari
yang gurih hingga yang agak manis. Dengan demikian tidak ada
alasan bagi penjual untuk memasak ayam dan nangka bersamaan.
Pada kutipan diatas diungkapkan bahwa darah ayam dicampur
dengan santan untuk dicampur dalam gudeg. terlebih
diungkapkan bahwa warna kecoklat-coklatan diperoleh dari
darah ayam tersebut.
Maaf jika saya agak skeptis dengan argumentasi diatas.
Warna kecoklatan diperoleh dari daun jati, daun jambu batu
atau daun pisang yang ikut direbus selama pembuatan gudeg
yang lama itu. Apakah darah membuat warna kecoklatan?
Jawabannya adalah tidak sama sekali. Jika darah di masak,
maka akan mengental. Jika dicampur dengan santan baru
dimasak, tetap saja kita bisa menemukan kristal-kristal
darah dalam gudeg dengan mudah. Jangankan gumpalan darah,
jika kita memasak hati maka kaldu yang dihasilkan akan kotor
oleh kristal-kristal darah.. bagaimanapun bersihnya anda
mencuci hati tersebut. Itulah sebabnya di dunia masak
memasak kita tidak direkomendasikan untuk menggunakan kaldu
dari hati atau ampela. Mengapa, selain masih terdapat sisa
darah, kaldu hati atau ampela berbau anyir (amis) dan tidak
jernih. Jika darah dicampurkan untuk memasak gudeg, maka
butiran sisa darah akan tersebar di seluruh gudeg. Ini
berakibat warna gudeg tidak bisa bersih. Darah menyebabkan
gudeg menjadi kotor dengan kristal-kristal darah dan warna
gudeg menjadi kusam.
Hal lain adalah bahwa rasa gudeg biasanya sangat manis,
tapi tidak untuk rasa ayam. Ini menunjukkan bahwa nangka
muda dan ayam dimasak terpisah. Karakter gudeg adalah manis.
Artinya proporsi gula sangat besar ditambah sedikit garam
untuk penyeimbang. Sementara itu ayam di gudeg rasanya
gurih. Rasa gurih didapat dari campuran garam dan santan
dengan sedikit tambahan gula (garam lebih dominan di sini).
Dengan demikian tidak ada alasan bahwa ayam dan nangka
dimasak bersamaan jika rasanya berlawanan (karena
komposisinya berlawanan pula). Teknik penggabungan gula dan
garam ini hanya kita temui pada masakan Indonesia. Hal
inilah yang menyebabkan harmonisasi rasa..
Lalu, apakah rasa daging lebih enak jika binatangnya
tidak disembelih tapi di tusuk? Menurut saya, ini hanyalah
'kepercayaan' yang salah kaprah. Justru daging dari binatang
yang tidak disembelih dan darah tidak keluar,
kecenderungannya berwarna agak kehitaman ketika dimasak.
Tentunya, ini tidak akan mengundang selera makan kita.
Terlebih lagi, rasa enak atau tidak dalam suatu masakan
lebih ditentukan oleh komposisi bumbu dan teknik memasak
yang benar.
Saya mohon maaf jika dalam tulisan ini ada yang tidak
berkenan di hati Bapak-Ibu sekalian.
Rimawan Pradiptyo
Komentar dari Walid
(pengemudi taksi di Yogyakarta)
Saya rasa surat dari Rusdi itu kasuistik. Dan tentu saja
tidak bisa di generalisir. Rusdi, tentu saja harus
menunjukkan tempatnya di mana. Sebab kalau tidak dia justeru
menyebarkan fitnah.
Saya sudah sepuluh tahun berprofesi sebagai driver taksi.
Dan bahkan saya punya langganan tetap selepas subuh. Namanya
saya tidak tahu, tapi saya memanggil emak. Dia orangnya
sangat solihah. Setiap didalam mobil taksi selalu bertasbih
(mungkin melanjutkan tasbihnya setelah sholat subuh).
Tinggalnya di Karangwuni blok E-10. Anies boleh Chek. Dia
jualan di di depan PKU (jalan KH A Dahlan) agak ke barat
sedikit. Kenalan bakul gudeg saya yang lain kebanyakan juga
muslimah.
Mungkin memang ada yang diceritakan oleh Rusdi itu. Tapi
sebenarnya nggak hanya gudeg. Semua sajian makanan yang
dijual di warung tidak ada yang menjamin halal atau haram.
Bisa saja misalnya soto pak X atau pecel pak Y Cara
menyembelih ayam atau kambingnya tidak pakai Bismillah. Yang
mana menurut fiqih mazab Syafii kan dianggap tidak halal.
Mohon disampaikan kepada Rusdi, gudeg yang mana? Sebab
jangan sampai jadi fitnah. kasihan orang-orang kecil bakul
gudeg. Sebab hal ini sangat sensitif.
|