Pengantar Penerbit
Ketika realitas kontemporer terkuak dan kemudian muncul
gambaran: kaum lemah berhadapan secara tidak seimbang dengan
kaum kuat, warga negara berbenturan dengan tirani kekuasaan
dan masyarakat teknologi-industrial merasakan keterasingan
dahsyat yang mengungkungi eksistensinya, ini berarti manusia
sedang menghadapi problem kemanusiaannya. Oleh karena itu
"pembebasan", yang berarti memanusiakan manusia, menjadi
kata kunci yang paling penting dan mendasar bagi segala
upaya solusif meningkatkan kesejahteraan umat manusia dalam
setiap dimensi kehidupannya dan pada gilirannya mengangkat
citra kehidupan itu sendiri pada stage-nya yang paling
tinggi dan mulia.
Upaya pembebasan, dengan demikian, merupakan agenda utama
dan bermoral yang seharusnya mendasari setiap kerja, baik
yang sistemik-institusional maupun
imaginatik-improvisasional, dari berbagai "elemen sejarah
kemanusiaan"--yang pada situasi kontemporer dewasa ini
sangat didominasi oleh pasar-ekonomi kapitalistik dan
mekanisme negara-politik totalitarian, dengan segala
varian-variannya yang berskala lokal dan global. Suatu
kenyataan-ambiguik yang seringkali mengantarkan kita kepada
situasi yang ironik dan tragik, namun--pada saat yang
sama--sesungguhnya menantang (!) segala potensi kritik dan
kreatif-inovatif dari setiap kita untuk mendayagunakan "yang
telah ada" dan membuka kemungkinan-kemungkinan baru dari
"yang belum ada" bagi program kemanusiaan: Pembebasan.
Di sini, akan dengan sendirinya memunculkan
pertanyaan-pertanyaan: di manakah sesungguhnya terdapat
jalan pembebasan? Adakah ia selama ini telah tertimbun oleh
debu-debu sejarah sehingga membeku menjadi fosil? Ataukah ia
semacam sungai yang mengalir, yang setiap upaya
membendungnya akan berujung pada problem "genangan" yang
selalu mencari celah-celah untuk keluar, dan bahkan bila
terpaksa akan menjebol bendungan yang menghalanginya?
Asghar Ali Engineer, seorang pemikir dan aktifis da'i
yang memimpin salah satu kelompok Syiah Ismai'liyah, Daudi
Bohras (Guzare Daudi) di Bombay India, bahkan telah
melampaui pertanyaan-pertanyaan itu dan menawarkan agama
(Islam) sebagai sebuah jalan pembebasan, atau dalam
bahasanya sendiri: sebagai religiositas yang senantiasa
menyatakan keterlibatan emosi yang tulus dengan visi moral
dan spiritual yang menunjuk kepada pengalaman manusia yang
agung untuk memperjuangkan harkat kemanusiaannya.
Dengan pilihannya ini, Asghar seperti tampak dalam
bukunya yang diterjemahkan: Islam and Its Relevance To Our
Age, tentu harus melakukan kerja keras membongkar berbagai
perwujudan tradisi, pelembagaan ajaran dan bangunan
pemikiran keagamaannya sendiri, yang karena berbagai proses
sejarah yang panjang telah mengalami berbagai distorsi dan
dogmatisasi, sehingga agama seringkali justru menjadi faktor
irrelevan bagi suatu gerak pembebasan. Dan dengan
sendirinya, melalui buku ini, Asghar sekaligus membuktikan
watak liberatif dan progresif dari agama. Esensi dan
kekuatan Islam terletak pada watak pembebasannya, dan karena
esensi itulah Islam telah ikut memaknai perubahan sosial di
berbagai kawasan dunia.
Penerbitan buku Asghar Ali Engineer--pertama kali dalam
edisi Indonesia--ini sebetulnya ingin menambah hiruk pikuk
pencarian pemikiran Islam masa depan.
Yogyakarta, 1 Oktober 1993
Date: Tue, 30 May 2000 12:39:42 +0700
From: Mohamad Zaki Hussein <zaki@centrin.net.id>
To: is-lam@isnet.org
|