PEMIKIRAN SALAFI
Yang dimaksud dengan "Pemikiran Salafi" di sini ialah
kerangka berpikir (manhaj fikri) yang tercermin dalam
pemahaman generasi terbaik dari ummat ini. Yakni para
Sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia,
dengan mempedomani hidayah Al-Qur'an dan tuntunan Nabi SAW.
Kriteria Manhaj Salafi yang Benar
Yaitu suatu manhaj yang secara global berpijak pada
prinsip berikut :
- Berpegang pada nash-nash yang ma'shum (suci), bukan
kepada pendapat para ahli atau tokoh.
- Mengembalikan masalah-masalah "mutasyabihat" (yang
kurang jelas) kepada masalah "muhkamat" (yang pasti dan
tegas). Dan mengembalikan masalah yang zhanni kepada yang
qath'i.
- Memahami kasus-kasus furu' (kecil) dan juz'i (tidak
prinsipil), dalam kerangka prinsip dan masalah
fundamental.
- Menyerukan "Ijtihad" dan pembaruan. Memerangi
"Taqlid" dan kebekuan.
- Mengajak untuk ber-iltizam (memegang teguh) akhlak
Islamiah, bukan meniru trend.
- Dalam masalah fiqh, berorientasi pada "kemudahan"
bukan "mempersulit".
- Dalam hal bimbingan dan penyuluhan, lebih memberikan
motivasi, bukan menakut-nakuti.
- Dalam bidang aqidah, lebih menekankan penanaman
keyakinan, bukan dengan perdebatan.
- Dalam masalah Ibadah, lebih mementingkan jiwa ibadah,
bukan formalitasnya.
- Menekankan sikap "ittiba'" (mengikuti) dalam masalah
agama. Dan menanamkan semangat "ikhtira'" (kreasi dan
daya cipta) dalam masalah kehidupan duniawi.
Inilah inti "manhaj salafi" yang merupakan khas mereka.
Dengan manhaj inilah dibinanya generasi Islam terbaik, dari
segi teori dan praktek. Sehingga mereka mendapat pujian
langsung dari Allah di dalam Al-Qur'an dan Hadits-Hadits
Nabi serta dibuktikan kebenarannya oleh sejarah. Merekalah
yang telah berhasil mentransfer Al-Qur'an kepada generasi
sesudah mereka. Menghafal Sunnah. Mempelopori berbagai
kemenangan (futuh). Menyebarluaskan keadilan dan keluhuran
(ihsan). Mendirikan "negara ilmu dan Iman". Membangun
peradaban robbani yang manusiawi, bermoral dan mendunia.
Sampai sekarang masih tercatat dalam sejarah.
Citra "Salafiah" Dirusak oleh Pihak yang Pro dan Kontra
Istilah "Salafiah" telah dirusak citranya oleh kalangan
yang pro dan kontra terhadap "salafiah". Orang-orang yang
pro-salafiah - baik yang sementara ini dianggap orang dan
menamakan dirinya demikian, atau yang sebagian besar mereka
benar-benar salafiyah - telah membatasinya dalam skop
formalitas dan kontroversial saja, seperti masalah-masalah
tertentu dalam Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh atau Ilmu Tasawuf.
Mereka sangat keras dan garang terhadap orang lain yang
berbeda pendapat dengan mereka dalam masalah-masalah kecil
dan tidak prinsipil ini. Sehingga memberi kesan bagi
sementara orang bahwa manhaj Salaf adalah metoda "debat" dan
"polemik", bukan manhaj konstruktif dan praktis. Dan juga
mengesankan bahwa yang dimaksud dengan "Salafiah" ialah
mempersoalkan yang kecil-kecil dengan mengorbankan hal-hal
yang prinsipil. Mempermasalahkan khilafiah dengan
mengabaikan masalah-masalah yang disepakati. Mementingkan
formalitas dan kulit dengan melupakan inti dan jiwa.
Sedangkan pihak yang kontra-salafiah menuduh faham ini
"terbelakang", senantiasa menoleh ke belakang, tidak pernah
menatap ke depan. Faham Salafiah, menurut mereka, tidak
menaruh perhatian terhadap masa kini dan masa depan. Sangat
fanatis terhadap pendapat sendiri, tidak mau mendengar suara
orang lain. Salafiah identik dengan anti pembaruan,
mematikan kreatifitas dan daya cipta. Serta tidak mengenal
moderat dan pertengahan.
Sebenarnya tuduhan-tuduhan ini merusak citra salafiah
yang hakiki dan penyeru-penyerunya yang asli. Barangkali
tokoh yang paling menonjol dalam mendakwahkan "salafiah" dan
membelanya mati-matian pda masa lampau ialah Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah beserta muridnya Imam Ibnul-Qoyyim. Mereka
inilah orang yang paling pantas mewakili gerakan"pembaruan
Islam" pada masa mereka. Karena pembaruan yang mereka
lakukan benar-benar mencakup seluruh disiplin ilmu Islam.
Mereka telah menumpas faham "taqlid", "fanatisme madzhab"
fiqh dan ilmu kalam yang sempat mendominasi dan mengekang
pemikiran Islam selama beberapa abad. Namun, di samping
kegarangan mereka dalam membasmi "ashobiyah madzhabiyah"
ini, mereka tetap menghargai para Imam Madzhab dan
memberikan hak-hak mereka untuk dihormati. Hal itu jelas
terlihat dalam risalah "Raf'l - malaam 'anil - A'immatil
A'lam" karya Ibnu Taimiyah.
Demikian gencar serangan mereka terhadap "tasawuf" karena
penyimpangan-penyimpangan pemikiran dan aqidah yang menyebar
di dalamnya. Khususnya di tangan pendiri madzhab "Al-Hulul
Wal-Ittihad" (penyatuan). Dan penyelewengan perilaku yang
dilakukan para orang jahil dan yang menyalahgunakan
"tasawuf" untuk kepentingan pribadinya. Namun, mereka
menyadari tasawuf yang benar (shahih). Mereka memuji para
pemuka tasawuf yang ikhlas dan robbani. Bahkan dalam bidang
ini, mereka meninggalkan warisan yang sangat berharga, yang
tertuang dalam dua jilid dari "Majmu' Fatawa" karya besar
Imam Ibnu Taimiyah. Demikian pula dalam beberapa karangan
Ibnu-Qoyyim. Yang termasyhur ialah "Madarijus Salikin syarah
Manazil As-Sairin ila Maqomaat Iyyaka Na'budu wa Iyyaka
Nasta'in", dalam tiga jilid.
Mengikut Manhaj Salaf Bukan Sekedar Ucapan Mereka
Yang pelu saya tekankan di sini, mengikut manhaj salaf,
tidaklah berarti sekedar ucapan-ucapan mereka dalam
masalah-masalah kecil tertentu. Adalah suatu hal y ang
mungkin terjadi, anda mengambil pendapat-pendapat salaf
dalam masalah yang juz'i (kecil), namun pada hakikatnya anda
meninggalkan manhaj mereka yang universal, integral dan
seimbang. Sebagaimana juga mungkin, anda memegang teguh
manhaj mereka yang kulli (universal), jiwa dan
tujuan-tujuannya, walaupun anda menyalahi sebagian pendapat
dan ijtihad mereka.
Inilah sikap saya pribadi terhadap kedua Imam tersebut,
yakni Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnul-Qoyyim. Saya sangat
menghargai manhaj mereka secara global dan memahaminya.
Namun, ini tidak berarti bahwa saya harus mengambil semua
pendapat mereka. Jika saya melakukan hal itu berarti saya
telah terperangkap dalam "taqlid" yang baru. Dan berarti
telah melanggar manhaj yang mereka pegang dan perjuangkan
sehingga mereka disiksa karenanya. Yaitu manhaj "nalar" dan
"mengikuti dalil". Melihat setiap pendapat secara obyektif,
bukan memandang orangnya. Apa artinya anda protes orang lain
mengikut (taqlid) Imam Abu Hanifah atau Imam Malik, jika
anda sendiri taqlid kepada Ibnu Taimiyah atau Ibnul-Qoyyim
Juga termasuk menzalimi kedua Imam tersebut, hanya
menyebutkan sisi ilmiah dan pemikiran dari hidup mereka dan
mengabaikan segi-segi lain yang tidak kalah penting dengan
sisi pertama. Sering terlupakan sisi Robbani dari kehidupan
Ibnu Taimiyah yang pernah menuturkan kata-kata: "Aku
melewati hari-hari dalam hidupku dimana suara hatiku
berkata, kalaulah yang dinikmati ahli syurga itu seperti apa
yang kurasakan, pastilah mereka dalam kehidupan yang
bahagia".
Di dalam sel penjara dan penyiksaannya, beliau pernah
mengatakan: "Apa yang hendak dilakukan musuh terhadapku?
Kehidupan di dalam penjara bagiku merupakan khalwat
(mengasingkan diri dari kebisingan dunia), pengasingan
bagiku merupakan rekreasi, dan jika aku dibunuh adalah mati
syahid".
Beliau adalah seorang laki-laki robbani yang amat
berperasaan. Demikian pula muridnya Ibnul-Qoyyim. Ini dapat
dirasakan oleh semua orang yang membaca kitab-kitabnya
dengan hati yang terbuka.
Namun, orang seringkali melupakan, sisi "dakwah" dan
"jihad" dalam kehidupan dua Imam tersebut. Imam Ibnu
Taimiyah terlibat langsung dalam beberapa medan pertempuran
dan sebagai penggerak. Kehidupan dua tokoh itu penuh
diwarnai perjuangan dalam memperbarui Islam. Dijebloskan ke
dalam penjara beberapa kali. Akhirnya Syaikhul Islam
mengakhiri hidupnya di dalam penjara, pada tahun 728 H.
Inilah makna "Salafiah" yang sesungguhnya.
Bila kita alihkan pandangan ke zaman sekarang, kita
temukan tokoh yang paling menonjol mendakwahkan "salafiah",
dan paling gigih mempertahankannya lewat artikel, kitab
karangan dan majalah pembawa missi "salafiah", ialah Imam
Muhammad Rasyid Ridha. Pem-red majalah "Al-Manar' yang
selama kurun waktu tiga puluh tahun lebih membawa "bendera"
salafiah ini, menulis Tafsir "Al-Manar" dan dimuat dalam
majalah yang sama, yang telah menyebar ke seluruh pelosok
dunia.
Rasyid Ridha adalah seorang "pembaharu" (mujaddid) Islam
pada masanya. Barangsiapa membaca "tafsir"nya, sperti :
"Al-Wahyu Al-Muhammadi", "Yusrul-Islam", "Nida' Lil-Jins
Al-Lathief", "Al-Khilafah", "Muhawarat Al-Mushlih
wal-Muqollid" dan sejumlah kitab dan makalah-makalahnya,
akan melihat bahwa pemikiran tokoh yang satu ini benar-benar
merupakan "Manar" (menara) yang memberi petunjuk dalam
perjalanan Islam di masa modern. Kehidupan amalinya
merupakan bukti bagi pemikiran "salafiah"nya.
Beliaulah yang merumuskan sebuah
kaidah "emas"
yang terkenal dan belakangan dilanjutkan Imam Hasan
Al-Banna. Yaitu kaidah :
"Mari kita saling bekerja sama dalam hal-hal
yang kita sepakati. Dan mari kita saling memaafkan dalam
masalah-masalah yang kita berbeda pendapat."
Betapa indahnya kaidah ini jika dipahami dan diterapkan
oleh mereka yang meng-klaim dirinya sebagai "pengikut
Salaf".
(disalin dari buku "Aulawiyaat Al Harokah Al Islamiyah fil
Marhalah Al Qodimah" karya Dr.Yusuf Al Qordhowi, edisi
terjemahan Penerbit Usamah Press)
Date: Mon, 25 Oct 1999 08:42:47 +0700
From: "Abu Al Fatih" <aws99@indosat.net.id>
To: "Islamic Network Discussion" <is-lam@isnet.org>
|