3. Sisi Praktis dalam Taubat
Jika dalam taubat ada sisi atau unsur pengetahuan; yang
terwujudkan dalam ilmu tentang maqam Allah SWT dan kebesaran
hak-Nya atas hamba-hamba-Nya, serta nikmat-nikmat-Nya yang
banyak atas mereka pada satu segi, dan pada segi lain
pengetahuan tentang bahaya kemaksiatan dan kesalahan serta
pengaruhnya di dunia dan akhirat, serta ia akan menjadi
penghalang antara manusia dan Rabbnya, dan akan menghalangi
manusia untuk mencapai keberuntungan dan keselamatan yang
dicarinya:
"Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah
beruntung." (QS. Ali Imran: 185)
Dalam taubat juga ada sisi atau unsur hati, emosi dan
hasrat. Terwujudkan dalam penyesalan yang membakar kayu-kayu
dosa. Air mata penyesalan yang mencuci kotoran kesalahan.
Dan cahaya semangat dan tekad yang benar untuk tidak kembali
melakukan kemaksiatan yang telah ia mintakan taubatnya,
sebesar apapun godaan yang ia jumpai.
Dalam taubat juga terdapat sisi atau unsur praksis yang
harus dijalankan, hingga hakikat taubat dapat dipenuhi,
serta ia dapat memberikan hasilnya bagi jiwa dalam
kehidupan.
Sisi praksis ini mempunyai dasar, dan darinya keluar dua
cabang, atau barangkali beberapa cabang.
a. Meninggalkan Kemaksiatan
Secepatnya
Pokoknya adalah: meninggalkan kemaksiatan secepatnya.
Suatu taubat tidak bermakna jika orang yang bertaubat itu
masih tetap menjalankan kemaksiatan yang ia sesali itu,
serta tiddak meinggalknanya; karena, kalau begitu, apa yang
ia taubatkan, jadinya? Meninggalkan taubat itu dinilai
sebagai pekerjaan, karena ia menahana diri dari kemaksiatan
yang ia ingin lakukan, untuk tetap dalam ketaatan. Tidak
diragukan lagi, menahan diri ini adalah pekerjaan, gerak
tubuh, serta jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami." (QS. al 'Ankabut: 69).
b. Istighfar
Sedangkan dua cabang asal itui adalah, pertama:
istighfar. Dengan pengertian, memintah maghfirah dan ampunan
dari Allah SWT. Seperti dikatakan oleh bapak yang pertama,
Adam, dan ibu yang pertama, Hawa; setelah keduanya makan
pohon yang dilarang itu:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi." (QS. al A'raaf: 23)
Seluruh orang yang bertaubat amat membutuhkan untuk
beristighfar, seperti diperintahkan oleh Al Quran dan sunnah
serta dijelaskan oleh kaum salaf saleh.
Mengingat pentingnya istighfar, dan diulangnya perintah
untuk istighfar itu, serta dorongan untuk melakukannya dalam
al Quran dan hadits, maka kami akan khususkan suatu pasal
tesendiri tentang hal itu.
c. Mengubah Lingkungan dan Teman
Cabang kedua adalah: merubah lingkungan masyarakat yang
penuh dengan kotoran, yang ia tempati saat ia melakukan
kemaksiatan dan penyelewengan. Kemudian mencari lingkungan
yang bersih dan suci yang bebas dari penyakit yang
berbahaya. Yang kami maksud dengan penyakit-penyakit itui
adalah: penyakit kesalahan, dosa dan penyelewengan. Dan ini
lebih berbahaya dari penyakit badan, dan lebih cepat
pengaruhnya.
Jika pengaruh penyakit anggota badan berbahaya bagi
seorang individu, maka bahaya penyelewengan dan kemaksiatan
mengancam individu dan masyarakat secara bersamaan. Ia tidak
hanya bahaya bagi materi yang tangible (terindera) saja,
namun juga terhadap sisi maknawi dan etika (yang
intangible). Ia tidak hanya berbahaya bagi dunia saja, namun
juga terhadap dunia dan akhirat secara bersamaan.
Ini artinya, orang yang bertaubat hendaknya meninggalkan
teman-temannya yang jahat yang mengajaknya untuk melakukan
kemaksiatan dan menarik kakinya ke arah itu. Yang membuat ia
terjatuh seperti mereka. Sehingga ia kemudian turut meminum
minuman keras, berjudi, menggunakan obat bius, memperjual
belikan barang yang haram, menerima sogokan, jatuh dalam
tipu daya wanita, bekerja dengan musuh sebagai mata-mata,
atau meninggalkan shalat serta mengikuti syahwat... dan
macam-macam kesalahan lainnya. Oleh karena itu, ia harus
mengganti teman-teman yang jahat itu dengan teman-teman yang
baik. Yang dengan melihat mereka saja ia akan mengingat
Allah SWT, pembicaraan mereka mengajak kepada ketaatan
kepada Allah SWT , dan perbuatan mereka menunjukkan kepada
jalan Allah SWT.
Orang yang bertaubat harus meninggalkan menemani "tukang
tiup api" untuk kemudian memilih teman "tukang jual minyak
wangi", seperti diajarkan oleh pengajar yang pertama,
Rasulullah Saw.
Pengaruh teman dan shabat bagi manusia amat besar,
seperti diungkapkan oleh para bijak bestari dan para penyair
dari semenjak dahulu kala. Hingga ada penyair yang
berkata:
"Tentang seseorang maka janganlah tanyakan
dirinya sendiri, namun tanyakan temannya Karena setiap
teman dengan temannya adalah sama. "
dan penyair lain berkata:
"Hati-hatilah dan jangan temani orang yang
pencela, karena ia akan menularkan seperti orang sehat
tertularkan orang berpenyakit kusta."
Teman ada dua macam: teman yang membawa engkau menuju
surga, dan teman yang menjerumuskan engkau ke dalam neraka.
Al Quran telah menceritakan kepada kita akan bahaya teman
jenis terakhir ini. Karena ia dapat menyesatkan dan
menghalangi dari jalan Allah. Dan mungkin korban-korban
mereka baru diketahui di akhirat nanti, ketika tabir
kegaiban telah dibuka, dan manusia melihat hakikat sejara
jelas. Allah berfirman:
"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang
yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata:
"Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu)
tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku).
Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an
ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan adalah
syaitan itu tidak mau menolong manusia." (QS. al Furqan:
27-29).
Oleh karena itu, kita melihat seluruh teman di dunia
menjadi musuh di akhirat. Masing-masing mencela yang lain,
dan satu orang melaknat temannya yang lain, serta mereka
saling membebaskan diri dari masing-masing. Seluruh mereka
berkata kepada sahabatnya: engkaulah yang telah menyesatkan
dan membuatku sesat. Kecuali ada satu jenis teman dan
kekasih yang tetap saling mencintai, yaitu orang-orang yang
taqwa, yang takut kepada Rabb mereka, dan azab yang buruk.
Allah SWT berfirman:
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya
menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang
yang bertakwa." (QS. az-Zukhruf: 67)
Dari sini, sebagian ahli suluk dari kalangan salaf
memperingatkan untuk mengganti sahabat. Ketika ia berkata,
"taubat adalah: menyesal dengan hati, bertekad untuk
meninggalkan maksiat, meminta ampunan dengan lisan,
menjauhkan maksiat dengan badan, serta menjauhi teman-teman
yang buruk." Ini adalah pandangan pendidikan yang benar dan
telah teruji. Inilah yang telah diperingatkan oleh al
Qusyairi dan ia menasehati orang yang taubat untuk memulai
dengan perbuatan ini, yaitu menjauhi teman-teman yang buruk.
Merekalah yang mendorongnya untuk menggagalkan niatnya untuk
bertaubat, serta menganggu tekadnya untuk melakukan
ketaatan. [Risalah Qusyairiah : 1/255.].
Ini diperkuat oleh hadits sahih: yaitu hadits yang
berbicara tentang orang yang telah membunuh seratus orang,
kemudian ia bertanya siapa orang yang paling pandai di
dunia. Kemudian ia diberitahukan untuk menemui seorang alim
ia berkata kepadanya: bahwa ia telah membunuh seratus orang,
maka apakah ia masih mempunyai kesempatan untuk bertaubat?
Orang alim itu menjawab: ya, siapa yang yang menghalangi
orang untuk bertaubat? Pergilah engkau ke daerah ini dan
ini, karena di sana terdapat orang-orang yang menyembah
Allah SWT, maka beribadahlah kepada Allah SWT bersama
mereka, dan jangan engkau kembali ke kampungmu, karena ia
adalah kampung yang buruk... hadits. [Hadits itu
muttafaq alaih dari Abi Sa'id al Khudri. Disebutkan oleh al
Mundziri dalam Targhib wa Tarhib. Lihatlah : al Muntaqa
(1936) dan telah disebutkan hadits ini dengan lengkap pada
halaman sebelumnya.].
d. Mengiringi Perbuatan Buruk dengan
Perbuatan Baik
Ini adalah cabang lain yang menyempurnakan dua cabang itu
dan memperkuat taubat. Yaitu: mengiringi keburukan dengan
kebaikan, sehingga dapat menghapus pengaruhnya dan
membersihkan kotorannya. Inilah yang diperintahkan oleh
Rasulullah Saw kepada Abu Dzarr r.a. ketika beliau
mewasiatkan kepadanya dengan wasiat yang agung ini, dan
bersabda:
"Bertakwalah di manapun engkau berada, dan
ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia
akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak
yang baik." [Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan
Tirmizi dari Abi Dzar. Tirmizi berkata: hadits ini hasan
sahih. Dan Al Hakim mensahihkannya atas syarat Bukhari
dan Muslim, dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan Al Baihaqi
dalam Asy-Syu'ab. Dan Ahmad serta Tirmizi dan Al Baihaqi
juga Thabrani meriwayatkannya pula Mu'adz. Adz Dzahabi
berkata dalam kitab Muhadz-dzab: sanadnya adalah hasan.
(Al Faidl: 1/121)]
Yang dimaksud adalah: seorang muslim, jika ia melakukan
maksiat, hendaknya segera mengiringinya dengan kebaikan.
Seperti shalat, shadaqah, puasa, perbuatan yang baik,
istighfar, dzikr, tasbih dan lainnya, dari macam-macam
perbuatan yang baik. Seperti firman Allah SWT :
"Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi
siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan
daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang
baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk." [QS. Huud: 114]
Ibnu Arabi berkata: kebaikan akan menghapus keburukan,
baik sebelumnya atau setelahnya. Pelaksanaan kebaikan
setelah keburukan itu lebih baik, karena perbuatan itu lahir
dari hati, dan berpengaruh dengannya. Maka jika ia melakukan
kebaikan, itu menunjukkan hatinya yang baik. Dan jika ia
melakukan perbuatan yang baik, itu timbul dari pilihan hati,
sehingga menghapus keburukan yang dilakukan sebelumnya.
Pengertian literer sabda beliau: 'tamhuha' "akan
menghapusnya", artinya dosa itu akan lenyap dari catatan.
Ada yang berpendapat: maksudnya adalah, tidak diancam dengan
hukuman atas dosanya itu. [Lihatlah: Faidlul Qadir:
1/120]
Jika kesalahannya itu adalah membicarakan keburukan orang
lain di hadapan seesorang tertentu, maka kebaikan itu adalah
memuji orang tadi dihadapan orang yang diajak berghibah
sebelumnya, atau ia beristighfar kepada Allah SWT
baginya.
Jika keburukannya itu adalah mencela seseorang di hadapan
manusia, maka kebaikannya itu adalah menghormatinya,
memuliakannya serta menyebutnya dengan kebaikan.
Orang yang kejahatannya adalah membaca buku-buku yang
buruk, maka kebaikannya adalah membaca al Quran, kitab
hadits serta ilmu-ilmu Islam. Orang yang keburukannya adalah
menghardik kedua orang tua, maka kebaikannya itu adalah
dengan berlaku sebaik-sebaiknya dengan keduanya dan
memuliakannya serta berbuat baik kepadanya, terutama saat
mereka dalam usia lanjut.
Orang yang keburukannya adalah memutuskan silaturahmi,
serta berbuat buruk kepada saudara, maka kebaikannya adalah
berbuat baik kepada mereka serta berusaha menjaga
persaudaraan, walaupun mereka memutuskannya, dan memberi
mereka walaupun mereka belum pernah memberi.
Jika keburukannya adalah duduk dalam tempat hiburan,
main-main dan melakukan yang haram, maka kebaikannya itu
adalah duduk di tempat kebaikan, dzikr dan ilmu yang
bermanfaat.
Jika keburukannya itu adalah bekerja di koran yang
memusuhi Islam dan para da'inya, maka kebaikannya itu adalah
bekerja di koran yang melawan musuh-musuh Islam itu, dengan
menyebarkan berita yang jujur, serta pendapat yang
lurus.
Jika keburukannya adalah mengarang kitab yang
menyesatkan, serta mengajak kepada kemungkaran dalam
perkataan dan perbuatan, menyebarakan pemikiran yang
menyesatkan serta mengajak kepada syahwat, maka kebaikannya
itu adalah mengarang kitab yang melawan kecenderungan itu,
mengajak kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma'ruf,
serta melarang dari kemunkaran.
Barang siapa yang kebaikannya adalah menyebarkan nyanyian
yang merangsang, serta mengundang nafsu yang rendah dengan
segala cara, maka kebaikannya adalah menyebarkan kebaikan,
serta mengajak kepada sifat malu dan menjaga kehormatan
diri.
Barangsiapa keburukannya adalah menzhalimi manusia,
memusuhi orang-orang lemah, serta mengganggu kehormatan
mereka dan hak-hak material atau immaterial mereka, maka
kebaikan mereka itu adalah berusaha menegakkan keadilan,
berlaku jujur kepada orang yang zhalim, membela orang-orang
yang lemah, dan berusaha memperjuangkan hak-hak mereka.
Jika keburukannya adalah bergabung dengan kelompok
penguasa yang despotis dan mendukung kebohongan mereka,
serta membantu mereka menjalankan kezaliman mereka terhadap
rakyat, maka kebaikannya adalah membantah orang-orang yang
zalim itu sedapat mungkin, serta membuka kebobrokan mereka
di hadapan massa, membongkar kelakuan buruk mereka serta
korupsi yang mereka lakukan, sehingga manusia menjauh dari
mereka.
Inilah kebaikan yang dapat menghapuskan dosa orang yang
melakukan keburukan semampu ia lakukan. Yaitu dengan
melawannya, menghilangkan pengaruhnya, serta membersihkan
diri dari pengaruhnya. Yaitu dengan meniti jalan yang
berlawanan dari perbuatan buruk itu, seperti dijelaskan oleh
imam Al Ghazali. Karena orang yang sakit diobati dengan
lawannya penyakit itu.
Seluruh kezaliman yang naik ke hati dengan kemaksiatan,
maka ia tidak dapat dihapuskan kecuali dengan cahaya yang
naik dengan perbuatan baik, yang berlawanan dengan perbuatan
buruk itu. Yang berlawanan adalah yang berpasangan
(baik-buruk). Demikianlah hendaknya, seluruh keburukan
dihapuskan dengan kebaikan yang sejenisnya, semampu mungkin.
Cara seperti ini dalam menghapus keburukan, lebih dipercaya
dan lebih diyakini dari pada secara terus menerus
menjalankan suatu macam ibadah tertentu saja, meskipun itu
juga pada gilirannya akan menghapus dosanya.
Cara penghapusan dosa dengan lawannya ini, diperkuat oleh
syari'ah. Yaitu al Quran mewajibkan dalam kasus pembunuhan
karena kealpaan dengan membebaskan budak. Karena perbudakan
adalah semacam kematian seseorang, karena ia tidak mempunyai
kebebasan. Dengan membebaskan budak maka terdapat
penghidupan maknawi di dalamnya. Karena manusia tidak
mungkin menghidupkan orang secara material dan langsung,
maka ia dapat menghidupkannya secara maknawi, yaitu dengan
membebaskannya.
|