Penjelasan Tentang Unsur-unsur yang Menciptakan Hakikat
Taubat
Dari penuturan Al Gazhali dan ulama lainnya dapat ditarik
pengertian: bahwa hakikat taubat yang diperintahkan Allah
SWT bagi seluruh kaum mu'minin agar mereka beruntung, serta
memerintahkan agar mereka bertaubat dengan taubat nasuha,
terdiri dari beberapa unsur dan faktor yang tiga itu:
tersusun secara berurutan satu sama lain. Seperti dijelaskan
oleh Al Ghazali.
1. Unsur pengetahuan dalam taubat
Unsur atau faktor pertama dari unsur-unsur itu adalah
unsur pengetahuan. Yang tampak dalam pengetahuan manusia
akan kesalahannya dan dosanya ketika ia melakukan
kemaksiatan kepada Rabbnya, serta matanya terbuka sehingga
ia dapat melihat kesalahannya itu, melepaskan sumbatan dari
telinganya sehingga ia dapat mendengar, dan mengusir
kegelapan dari akalnya sehingga ia dapat berpikir, dalam
setiap kesempatan kembalinya diri kepada fithrahnya. Saat
itu ia akan mengetahui keagungan Rabbnya, kemuliaan
maqam-Nya dan kebesaran hak-Nya. Juga mengetahui kekurangan
dirinya, mengapa ia mengikuti syaitan, serta kerugiannya
yang jelas di dunia dan akhirat jika ia terus berjalan
mengikuti perilaku Iblis dan tentaranya.
Saat itu, manusia butuh untuk memusatkan pikirannya,
menggunakan akalnya, serta merenungi dengan dalam tentang
dirinya dan apa yang berada di sekelilingnya, nilai-nilai
yang ia miliki, perjalanan dirinya, akhir perjalanannya
kemana, makna kehidupannya, kematian dan apa setelah
kematiannya, tentang ni'mat Allah yang demikian besar
baginya, sikapnya terhadap ni'mat-ni'mat itu, tentang ni'mat
Allah yang terus turun kepadanya, dan kejahatan dirinya akan
dilaporkan kepada Allah. Allah SWT akan menghidupkan
cintanya dengan memberikan ni'mat kepadaanya walaupun Allah
SWT tidak butuh kepadanya. Ia mendorong kemarahan Allah
dengan melakukan maksiat, sedangkan ia adalah orang yang
amat membutuhkan Allah, dan Allah tidak menutup pintu-Nya
bagi hamba-hambaNya, meskipun mereka telah melampaui batas
terhdap diri mereka sendiri, dan Allah terus memanggil
mereka:
"Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya". (QS.
az-Zumar: 53)
Kesadaran jiwa adalah pangkal pertama bagi bangunan
taubat. Dialah yang akan mendorong hati untuk menyesal,
kemudian bertekad untuk meninggalkan dosa itu, lidahnya
beristihgfar, kemudian tubuhnya mencegah dari melakukan dosa
itu.
Inilah yang diperingatkan oleh Al Quran dalam firman
Allah SWT:
"Dan orang -orang yang telah diberi ilmu,
meyakini bahwasanya Al Qur'an itulah yang hak dari
Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepadanya" (QS. al Hajj: 54.). Dengan runtutan ini yang
ditunjukkan oleh hurup sambung "fa".
Yang pertama adalah pengetahuan, yang dengannya manusia
mengetahui bahwa kebenaran adalah dari Rabb mereka. Dan itu
akan menyebabkan mereka mengimaninya. Dengan demikian, ilmu
pengetahuan adalah petunjuk dan pemimpin keimanan. Kemudian
keimanan itu akan mengantarkan pada ketundukan dan khusyunya
hati.
Allah SWT berfirman tentang sifat kaum muttaqin:
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
dari pada Allah? - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui". (QS. Ali Imran:
135)
Mereka itu menyebut Allah, dan meminta ampunan dari dosa
mereka kepadaNya. Istighfar itu terjadi akibat dzikir atau
mengingat Allah SWT. Dan dzikir di sini adalah suatu macam
pengetahuan. Karena yang dimaksud di sini bukan dzikir
dengan lidah, seperti disangka orang. Namun ia adalah
kebalikan dari lupa dan kealpaan. Dan ia adalah bagian dari
macam-macam pengetahuan. Seperti firman Allah SWT:
"Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa."
(QS. al Kahfi: 24)
Ilmu pengetahuan dalam Islam didahulukan dari keadaan
jiwa dan perbuatan tubuh. Oleh karena itu, tidak aneh jika
ayat yang pertama diturunkan dalam Al Quran adalah:
"Bacalah dengan nama Tuhan-mu yang telah
menciptakan." (QS. al 'Alaq: 1)
dan membaca adalah kunci ilmu pengetahuan.
Imam Al Bukhari berkata dalam shahihnya: bab: "Ilmu
sebelum beramal". Ia berdalil dengan firman Allah SWT:
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan
bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu'min, laki-laki
dan perempuan". (QS. Muhammad: 19)
Maka di sini didahulukan perintah untuk berilmu dari
perintah untuk beristighfar.
Al Qusyairi berkata dalam kitabnya "Risalah Qusyairiah":
taubat yang pertama adalah: bangunnya hati dari kelalaian,
serta sang hamba melihat kondisi yang buruk akibat dosa yang
ia poerbuat. Dan itu akan mendorongnya untuk mengikuti
dorongan hati nuraninya agar tidak melanggar perintah Allah
SWT. Karena dalam khabar disebutkan: "penasehat dari Allah
SWT terdapat dalam hati setiap orang muslim". (Hadits
diriwayatkan oleh Ahmad dari An Nuwas bin Sam'an). Dan dalam
khabar:
"Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal
daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika
ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah itulah
hati". (Hadits muttafaq alaih dari Nu'man bin Basyir).
Jika hatinya merenungkan keburukan perbuatannya, serta ia
menyadari dosa-dosa yang ia perbuat itu, niscaya daam
hatinya akan terdetik keinginan untuk bertaubat, dana
menjauhkan diri dari melakukan tindakan-tindakan yang buruk
itu. Kemudian Allah SWT akan membantunya dengan menguatkan
tekadnya itu, melakukan tindakan koreksional atas
dosa-dosanya, serta melakukan perbuatan-perbuatan yang
seharusnya dalam bertaubat. (Risalah Qusyairiah dengan
tahqiq Dr. Abdul Halim Mahmud, dan Dr. Mahmud bin Syarif,
(juz 1/ 254, 255))
2. Unsur Hati dan Keinginan
Unsur kedua dalam taubat adalah: unsur jiwa, yang
berhubungan dengan hati dan keinginan diri. Atau dengna kata
lain: emosi dan inklinasi.
Dari unsur ini ada yang berhubungan dengan masa lalu, dan
ada yang berhubungan dengan masa depan.
a. Menyesal dengan sangat
Yang berkaitan dengan masa lalu adalah apa ang kita kenal
dengan penyesalan. Tentang ini terdapat hadits: "penyesalan
adalah taubat". Karena ia adalah bagian yang paling penting
dari taubat. Seperti dalam hadits "Hajji adalah Arafah".
Karena ia adalah rukun yang paling penting dalam hajji itu.
al Qusyairi mengutip dari beberapa ulama: penyesalan itu
cukup untuk mewujudkan taubat. Karena penyesalan itu akan
menghantarkan kepada dua rukun lainnya, yaitu tekad dan
meninggalkan perbuatan dosa. Adalah mustahil jika ada
seseorang yang menyesali tindakan yang masih terus ia
lakukan atau ingin ia lakukan kembali.
Penyesalan adalah: perasaan, emosi atau gerak hati. Yaitu
suatu bentuk penyesalan dalam diri manusia atas perbuatan
dosa yang ia lakukan terhadap Rabbnya, terhadap makhluk yang
lain dan bagi dirinya sendiri. Ini adalah penyeslan yang
mirip dengan api yang membakar hati dengan sangat. Malah ia
akan merasakannya seperti dipanggang ketika ia mengingat
dosanya, sikap pelanggarannya serta hak Rabbnya atasnya. Itu
adalah kondisi "terbakar di dalam" yang diungkapkan oleh
sebagian kaum sufi ketika mereka mendefinisikan taubat:
melelehkan lemak (yang terkumpul) karena kesalahan masa
lalu. Dan yang lain berkata: ia adalah api hati yang
membakar, serta sakit dalam hati yang tidak terobati!.
Al Quran telah mendeskripsikan sisi jiwa ini bagi
beberapa orang yang melakukan taubat, dengan deskripsi yang
amat bagus. Yaitu dalam kisah tiga sahabat yang absen dari
mengikuti perang yang besar bersama Rasulullah Saw, yaitu
perang Tabuk. Yang merupakan peperangan pertama Rasulullah
Saw dengan negara yagn paling kuat di dunia saat itu: negara
Romawi. Mereka tidak mengungkapkan alasan bohong seperti
kaum munafik, maka Rasulullah Saw memerintahkan untuk
mengucilkan mereka. Kemudian mereka menyesali perbuatan
mereka itu dengan sangat, dan dilukiskan oleh Al Quran
sebagai berikut:
"Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan
(penerimaan taubat ) mereka, hingga apabila bumi telah
menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan
jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka,
serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari
dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian
Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam
taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang". (QS. at-Taubah: 118)
Oleh karena itu Dzun-Nun al Mishri berkata: hakikat
taubat adalah: engkau merasakan bumi yuang luas ini menjadi
sempit karena dosamu, hingga engkau tidak dapat lari
darinya, kemudian kesempitan itu engkau rasakan dalam
dirimu. Seperti diungkapkan oleh al Quran: "dan jiwa
merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka".
Di antara bentuk penyesalan adalah: mengakui dosa, dan
tidak lari dari pertanggungjawaban dosa itu, serta meminta
ampunan dan maghfirah dari Allah SWT.
Seperti kita temukan dalam kisah Adam setelah beliau dan
istirnya memakan pohon yang dilarang itu:
"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi". (QS. al
A'raf: 23)
Dan seperti kita temukan dalam kisah Nuh ketika ia
meminta ampunan kepada Rabbnya atas anaknya yang kafir. Dan
jawaban Ilahi terhadapnya adalah:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk
keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan),
sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik.
Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang
kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya Aku
memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk
orang-orang yang tidak berpengetahuan". (QS. Huud: 46)
Di sini Nuh a.s. merasakan kesalahannya, dan iapun
menyesalinya. Serta berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada
Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada
mengetahui (hakekatnya) . Dan sekiranya Engkau tidak
memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan
kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang
merugi". (QS. Huud: 47)
Dan seperti kita lihat dalam kisah Musa, ketika beliau
memukul seorang laki-laki dari Koptik dan menewaskannya:
Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan syaitan
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan
lagi nyata (pemusuhannya)'. (QS. al Qashash: 15-16)
Juga kita lihat dalam kisah nabi Yunus:
"Ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia
menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya
(menyulitkannya), maka dia menyeru dalam keadaan yang
sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya
aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (QS. al
Anbiyaa: 87)
Meskipun jika kita perhatikan dosa-dosa yang diperbuat
oleh para Rasul itu adalah dosa-dosa kecil, terutama jika
kita perhatikan situasi dan kondisi terjadinya dosa itu,
maka dosa-dosa itu memang ringan. Namun para Rasul itu,
karena halusnya perasaan mereka, hati mereka yang hidup,
serta perasaan mereka yang kuat akan hak Rabb mereka, maka
mereka melihat dosa itu sebagai dosa yang amat besar, mereka
mengakui kesalahan diri mereka, dan merekapun segera memohon
ampunan dan maghfirah dari Rabb mereka, karena Dia adalah
Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
|