| |
|
PENGAKUAN TERHADAP KONDISI DARURAT DI ANTARA kemudahan yang sangat dianjurkan ialah mengakui kondisi darurat yang muncul dalam kehidupan manusia, baik yang bersifat individual maupun sosial. Syariat agama ini telah menetapkan hukum yang khusus untuk menghadapi kondisi darurat; yang membolehkan kita melakukan sesuatu yang biasanya dilarang dalam kondisi biasa; dalam hal makanan, minuman, pakaian, perjanjian, dan muamalah. Lebih daripada itu, syariat agama kita juga menurunkan ketetapan hukum dalam kasus tertentu dan pada masa-masa tertentu --yang berlaku bagi orang khusus maupun orang awam-- yang sama dengan hukum darurat, demi memudahkan umat dan untuk menghindarkan mereka dari kesulitan. Yang menjadi dasar bagi hal itu ialah penjelasan yang terdapat di dalam al-Qur'an setelah menyebutkan tentang makanan yang diharamkan pada empat tempat di dalam al-Qur'an, yang menyatakan bahwa tidak berdosa orang-orang yang dalam keadaan terpaksa untuk memakan makanan tersebut: "... tetapi barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (al-Baqarah: 173) Selain itu, terdapat juga penjelasan dari sunnah Nabi saw yang memperbolehkan penggunaan sutera bagi kaum lelaki setelah beliau mengharamkannya untuk mereka. Yaitu riwayat yang mengatakan bahwasanya Abdurrahman bin 'Auf dan Zubair bin 'Awwam sama-sama mengadukan hal mereka kepada Nabi saw bahwa mereka terserang penyakit gatal, kemudian Rasulullah saw mengizinkan mereka untuk memakai pakaian terbuat dari sutera karena adanya kasus tersebut. ------------------------------------------------------ FIQH PRIORITAS Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah Dr. Yusuf Al Qardhawy Robbani Press, Jakarta Cetakan pertama, Rajab 1416H/Desember 1996M |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |