Rasionalisme, Kebebasan, dan Cinta
(Brussel, 7 Februari 1985)
Marcheile H. Boisot, lewat artikelnya yang berjudul
"Sistem Nilai Barat: Sebuah Senjata Etika"--dalam harian
Akademi Militer Eropa di Luxemburg, edisi 3/84-- berhasil
menciptakan kesuksesan mencengangkan dalam menguraikan inti
problem. Ia melakukan analisis terhadap situasi sistem nilai
Barat kontemporer. Dia mengakhiri artikelnya dengan
kesimpulan bahwa peradaban-peradaban selalu berjalan menuju
krisis jika mengizinkan, seperti yang dialami Barat
sekarang, karena goncangnya tiga nilai utama: rasionalisme,
kebebasan, dan cinta.
Kebebasan yang tidak didasari cinta bisa berubah menjadi
kekacauan. Rasionalisme yang tidak didasari cinta akan
berakhir dengan timbulnya kebakaran. Cinta yang tidak
dibarengi rasionalisme bisa menghancurkan dirinya sendiri.
Rasionalisme yang kosong dari kebebasan berubah sifatnya
menuju "Kepulauan Gulag." [8]
Anda tinggal mengganti term "cinta" dengan ukhuwah,
menghormati ilmu pengetahuan sebagai ganti rasionalisme,
kehormatan individu sebagai ganti dari kebebasan, agar Anda
mengetahui mengapa peradaban Islam yang hakiki mampu
menghindari instabilitas yang kini menimpa nilai-nilai
fundamental Barat.
Hari ini, di kantor NATO, aku membagikan naskah-naskah
artikel ini kepada para pejabat Konferensi Pers Nasional,
sambil menganjurkan mereka agar melupakan --walau sejenak--
kesibukan-kesibukan mereka. Hal itu agar mereka merenungi
kewajiban mereka dalam jangka panjang, yaitu menghadapi
revolusi kebudayaan yang bisu yang hampir-hampir kita tidak
merasakannya. Dan, ia sedang merayapi fondasi sistem nilai
Barat.
[8] Cerita Solgestein yang masyhur tentang
tahanan politik yang mengalami penyiksaan yang sangat kejam
pada masa rezim Soviet yang lama.
(sebelum, sesudah)
|