Ahmadiyah dalam Perspektif | |
PAHAM MAHDI SYI'AH (8/8) oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A. Ketegangan jiwa akibat wafatnya seorang pemimpin yang dicintai, sering menimbulkan perubahan sikap atau tingkah laku seseorang, apabila ketegangan tersebut sulit diatasi. Keadaan semacam ini rupanya pernah dialami oleh 'Umar ibn Khattab sewaktu mendengar berita Rasulullah wafat. Ia tidak mengakui Nabi telah wafat, dengan pedang terhunus ia mengancam siapa saja yang berani mengatakan bahwa Nabi telah tiada. Akan tetapi, perubahan sikap demikian itu, tampaknya hanya bersifat sementara. Kasus seperti apa yang dialami 'Umar tersebut, rupanya banyak pula dialami oleh manusia lainnya. Dan bahkan jauh sebelum agama Yahudi lahir, bangsa Chaldea sudah pernah mengalami kasus seperti itu, yaitu tidak mau mengakui kematian Qabil sewaktu dibunuh oleh saudaranya, Habil. Malahan diyakini, ia akan kembali lagi ke dunia. Demikian pula halnya dengan kaum Nasrani, mereka meyakini bahwa Yesus yang mati di tiang salib, bangkit kembali dan terus naik ke langit dan duduk di sisi Tuhan, dia akan datang kembali ke dunia untuk memenuhi bumi dengan kedamaian dan kesucian. Dari keterangan diatas, dapatlah disimpulkan bahwa pendapat al-Bahi tersebut memandang berpengaruhnya ajaran Yahudi di kalangan Syi'ah hanyalah sebagai faktor yang mempercepat proses lahirnya 'aqidah Raj'ah saja, sedangkan kepercayaan seperti itu merupakan gejala umum jiwa manusia dan tidak terbatas pada sekelompok manusia tertentu. Adapun munculnya 'Aqidah Raj'ah dalam suatu kelompok, terbatas pada para pencinta pimpinan atau imam, mereka menderita kesedihan yang hebat sebagai akibat wafatnya pimpinan yang dicintai tersebut. Masalah al-Gaibah yang berkaitan erat dengan 'Aqidah ar-Raj'ah tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan Syi'ah terhadap al-Mahdi. Tokoh ini merupakan idola pemimpin Syi'ah yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh penganut Syi'ah Duabelas. Rupanya sekte ini saja yang masih gigih mempertahankan paham Mahdi, sedangkan sekte-sekte lainnya yang semula memiliki kepercayaan yang serupa semakin lama semakin memudar bersama dengan memudarnya pengaruh sekte-sekte tersebut. Tetapi tidak demikian halnya dengan sekte Syi'ah Zaidiyyah. Sekte ini secara tegas menolak paham Mahdi, kecuali golongan al-Jarudiyyah yang merupakan sub sekte Syi'ah Zaidiyyah yang telah menyimpang jauh dari doktrin kezaidiyyahannya. Dengan demikian, aliran Syi'ah dalam perjalanan sejarahnya, banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran non-Islam dan hanya Syi'ah Zaidiyyah yang masih menunjukkan keortodokannya, bila dibandingkan dengan sekte Syi'ah lainnya. Keterbukaan sikap kaum Syi'ah dalam menghadapi penetrasi budaya dan kepercayaan non-Islam yang pernah berakar dalam suatu masyarakat sebelum Islam datang, agaknya merupakan salah satu faktor penyebab tergesemya ajaran Islam ortodoks dalam kehidupan beragama di satu pihak, dan di pihak lain faktor terbentuknya paham Mahdi dengan berbagai macam versinya. Kemahdian Syi'ah Tujuh tampak lebih nyata daripada kemahdian Syi'ah Dua belas, sehingga sekte yang disebut belakangan ini mencipta teori tentang al-Bab dan teori tentang Mandataris Imam, dengan demikian ide kemahdiannya lebih lama bertahan daripada yang lain. Catatan kaki: 1 Keberadaan Ibn Saba' dalam sejarah, tampaknya menjadi masalah yang kontroversial, sementara penulis-penulis Islam modem ada yang tidak meyakini keberadaannya. Pendapat ini senada dengan pendapat Montgomery Watt dalam salah satu karyanya, memandang Ibn Saba' sebagai mitos bikinan kaum Sunni. Pernyataan ini berbeda dengan pengakuan penulis-penulis Muslim terdahulu baik dari kalangan Syi'ah maupun Sunni. Seperti: at-Tabari, al-Mahdi Lidinillah Ahmad, al-Syahrastani, Ibnul-Asir dan lain-lainnya. Sedang dan penulis-penulis Muslim belakangan, antara lain: Ahmad Syalabi, Ahmad Amin dan Abu Zahrah, mereka pada dasarnya mengakui keberadaan Ibn Saba' seperti halnya Sayyid Amir' Ali dari kalangan Syi'ah. Kaum Syi'ah pada umumnya mengakui keberadaannya namun mereka tidak mengakuinya sebagai kelompok Syi'ah. Dalam kaitan ini, Ahmad Syalabi menandaskan, adanya sebuah buku yang berjudul 'Abdullah ibn Saba' yang ditulis oleh Dekan Fakultas Ushuluddin di Irak, Murtada al-Askari. Pengarang buku ini mencoba membuktikan kebenaran pendapatnya dengan berbagai alasan atau argumen. Menurut pendapatnya bahwa Abdullah ibn Saba' yang ada didalam sejarah Islam itu hanya cerita bohong cerita itu telah diciptakan oleh seorang yang bernama Saif ibn 'Umar yang meninggal 170 tahun sesudah Hijrah.L Riwayatnya ini bertentangan dengan kebanyakan riwayat yang lain. Tampaknya penulis buku tersebut, juga membawa kebohongan, yang penting, demikian Ahmad Syalabi, bukan masalah nama, akan tetapi kebenaran tokoh sesat dan menyesatkan itu memang benar-benar ada. Demikianlah komentar Syalabi menaggapi pendapat diatas, dalam bukunya, Mausu'atut-Tarikh al-Islami wal-Hadaratul-Islamiyyah, vol.III, hlm. 145-146. 2 Donaldson op. cit., hlm. 230. 3 Ahmad Amin, Duhal-Islam,vol.III, selanjutnya disebut Duhal-Islam III (Kairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah, 1964), hlm. 235-6. 4 H.A.R. Gibb and Kramers, Eds., Shorter Encyclopaedia Islam, (Leiden E. J. Brill, 1947), hlm. 310. 5 Ahmad Amin, Fajrul-Islam, selanjutnya disebut Fajrul-Islam, (Singapura Sulaiman al-Mar'i 1965), hlm. 270. 6 Al-Mahdi Lidinillah Ahmad, al-Munyah wal 'Amal fi Syarhil-Milal wan Nihal, ed. Dr. Mahmud Jawad Masykur, Beirut: Darul-Fikr, 1979), hlm. 81. 7 Maulana Muhammad 'Ali, Mirza Ghulam Ahmah of Qadian, His Life and Mission, (Lahore: Ahmadiyah Anjuman Isha'at Islam, 1959), hlm. 17. 8 Donaldson, op.cit., hlm. 32. 9 Ibnul-Asir, al-Kamil fit-Tarikh, vol II, (Darus-Sadir, 1965), hlm. 317. 10 Syed Amir 'Ali, Api Islam, terj. HB. Jassin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 471. 11 Donaldson, op. cit., hlm. 55. 12 Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah dan Syi'ah, terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1983), hlm. 140. 13 Muhammad Abu Zahrah, Tarikhul-Mazahibul-Islamiyyah, vol. I, (Daril Fikril-'Arabi, tt), hlm. 36. 14 Fajrul-Islam, op. cit., hlm. 266-7. 15 Pada prinsipnya kaum Syi'ah tidak: mau mengakui golongan Saba'iyyah sebagai sektenya, tetapi kaum Sunni pada umurnnya memandang golongan Saba'iyyah sebagai Syi'ah. 16 Ihsan Ilahi Zahir, asy-Syi'ah wat-Tasyayyu selanjutnya disebut asy-Syi'ah (Lahore: Iradah Tarjumann as-Sunnah, 1984), hlm. 163. 17 Fazlur Rahman, Islam, (Chicago and London: University of Chicago Press, 1977), hlm. 171. 18 Asy-Syiah, op.cit., hlm. 186. 19 Ibid., hlm. 187. 20 Ahmad Syalabi, Mausu'atut-Tarikhul-Islami wal-Hadaratul-Islamiyyah, vol. II, (Qahirah: Maktabah an-Nahdatul-Mġsriyyah, 1978), hlm. 147-8. 21 Al-Mahdi Lidinillah Ahmad, op. cit., hlm. 82. 22 Abul-Fath 'Abdul-Karim asy-Syahrastani, selanjutnya disebut asy- Syahrastani, al-Milal wan-Nihal, (Beirut: Darul-Fikr, tt.), hlm. 149. 23 Ibid., hlm. 151. 24 Duhal Islam III, op. cit., hlm. 271-2. 25 Abdur Rahman ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, selanjutnya disebut Ibn Khaldun, (Darul-Fikr, tt.), hlm. 200. 26 Ibid., hlm. 162. 27 'Ali adalah satu-satunya putera Husain yang selamat dari pembantaian tentara Yazid, sewaktu Husain terbunuh di padang Karbela Sikapnya yang pemurung dan sesing menangis karena teringat mendiang ayahnya, maka ia memusatkan aktivitasnya pada ibadah, oleh karenanya ia dijuluki dengan [kata-kata Arab]. Pengikut aliran ini kemudian membuat cerita fiksi bahwa 'Ali sewaktu remajanya pernah pergi ke Hajar al-Aswat bersama Muhammad ibn al-Hanafiyyah, keduanya untuk meminta petunjukTuhan, siapa diantara keduanya yang lebih berhak menjadi imam. Saat 'Ali ibn Husain berdoa, terguncanglah Hajar al-Aswad itu, sebagai pertanda bahwa dirinyalah yang lebih berhak menjadi imam sesudah ayahnya. 28 Donaldson, op. cit., hlm. 123. 29 Asy-Syi'ah, op. cit., hlm. 216. 30 Aliran Huramiyah ini membolehkan pengikutnya hidup bergelimang dalam kesenangan dan kemewahan serta membebaskan pengikutnya dari segala macam kewajiban. Aliran ini juga dikenal dengan al-Babikiyyah, pemimpirmya terbunuh dalam pemberontakan melawan pemerintahan al-Mu'tasim dari dinasti 'Abbasiyyah. 31 Al-Mahdi Lidinillah Ahmad, op. cit., hlm.96-7. 32 Fazlur Rahman, op. cit., hlm. 175-6. 33 As-Syi'ah. op. cit., hlm. 235. 34 Muhammad Abu Zahrah, op. Cit., hlm. 62-3. 35 Ahmad Syalabi, op. Cit., hlm. 190. 36 Asy-Syahrastani. op. cit., hlm. 170. 37 Gibb dan Kramers, eds., op. cit., hlm. 188. 38 Donaldson, op. Cit., hlm. 305-6. 39 As-Syi'ah, op. Cit., hlm. 362. 40 Fajrul-Islam, op. cit., hlm. 270. 41 Duhal-Islam, III, op. cit., hlm. 218. 42 Muhammad Aba Zahrah, op. cit., hlm. 239. 43 Asy Syi'ah, op. cit., hlm. 352. 44 Muhammad al-Bahi, al-Janibul-Ilahi min Tafkiril-Islami, (Qahirah: Daru Ihya'il-Kutubil-'Arabiyyah, 'Isa al-Babi al-Halabi, 1948), hlm. 88. 45 Ibid, hlm. 88-9. ------------------------------------------------- Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif Drs. Muslih Fathoni, M.A. Edisi 1 Cetakan 1 (1994) PT. RajaGrafindo Persada Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15 Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai Jakarta Utara 14240 | |
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |