Ahmadiyah dalam Perspektif | |
PAHAM MAHDI AHMADIYAH (6/6) oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A. 3. MASALAH JIHAD Masalah yang ketiga ini, merupakan salah satu model pembaharuan yang dicanangkan oleh al-Mahdi, yang dalam doktrinnya sangat berkaitan dengan misi kemahdiannya. Sebagaimana diketahui, jihad dalam Islam yang dilakukan oleh Nabi SAW. dan para sahabatnya adalah berperang di jalan Allah untuk menghadapi ancaman musuh-musuh Islam dan ummat Islam, sebagai suatu alternatif untuk membela atau mempertahankan diri. Akan tetapi para orientalis Barat menyelewengkan pengertian jihad tersebut, untuk merusak citra Islam. Dua macam jihad dalam Islam dikenal dengan Jihadul-Asgar atau jihad kecil,yaitu berperang melawan musuh. Kedua, Jihadul-Akbar atau jihad paling besar, yaitu berperang melawan hawa nafsu. Selain dua macam jihad di atas, menurut paham Mahdi Ahmadiyah, masih ada satu lagi jihad yang diistilahkannya dengan Jihadul-Kabir atau jihad besar, seperti: tablig dan dakwah. Jihad besar dan jihad yang paling besar terus berjalan sepanjang masa, sedangkan jihad kecil, memiliki beberapa syarat dan berlakunya secara insidentil.40 Dalam hubungan ini, pendiri aliran tersebut menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas-tugas kemahdian serta dalam mencapai tujuan, yaitu menghidupkan ajaran Islam dan mengembangkannya guna meraih kembali kejayaan dan wibawa Islam di seantero dunia. Adapun cara serta jalan yang ditempuh untuk mencapai maksud tersebut, adalah dengan jalan damai, bukan dengan jalan kekerasan atau dengan mengangkat senjata. Cara-cara seperti ini, bagi kaum Ahmadiyah adalah mencontoh cara-cara Nabi 'Isa. Oleh karena itu, berjihad dalam berperang di jalan Allah, untuk mempertahankan Islam bagi kaum Ahmadiyah, sudah tidak diperlukan atau tidak relevan lagi untuk masa-masa sekarang ini. Mereka beralasan bahwa cara tersebut, hanyalah merupakan jihad kecil semata, sedangkan jihad besar dan yang paling besar banyak dilupakan orang. Dan sebagai gantinya -jihad kecil- dapat digunakan media cetak, dengan menerbitkan berbagai karya tulis untuk memahamkan Islam kepada masyarakat non-Muslim. Oleh karena itu, di saat seperti sekarang ini, masyarakat memiliki kebebasan berbicara, beragama, dan Islam pun tidak membenarkan para pengikutnya memaksakan keyakinan atau agamanya pada orang lain. Dalam kaitan ini NazirAhmad menyatakan: "Sungguh Allah telah mewajibkan kepada ummat Islam suatu kewajiban yang lebih besar daripada berperang, yang karenanya syari'at itu diturunkan, yaitu jihad besar dan yang paling besar ialah mendamaikan jiwa dan mempropagandakan agama serta dakwah di jalan Allah, di tengah-tengah masyarakat dunia."41 Adanya pemahaman seperti di atas, pendiri Ahmadiyah menolak berjihad melawan kaum kolonial Inggris di India saat itu sebagaimana ia menyatakan: "... oleh karena itu, aku menolak jihad. Aku bukan orang yang tertipu oleh pemerintah Inggris, dan sesungguhnya yang benar, adalah bahwa pemerintah Inggris tidak melakukan sesuatu (tindakan) terhadap Islam dan syi'ar agama. Dia pun tidak pula secara terang-terangan menyebarkan agamanya dengan pedang. Perang atas nama agama yang seperti itu, haram dalam tuntunan al-Quran. Demikian pula pemerintah Inggris tidak menyebabkan perang agama."42 Kehadiran al-Mahdi ke dunia untuk menyebarkan Islam dengan pedang, dalam pandangan Ahmadiyah adalah sangat keliru, bahkan harus diberantas. Sebab cara demikian tidak cocok dengan nama Islam itu sendiri, sebagai agama perdamaian. Islam tidak pernah menggunakan kekerasan dan paksaan untuk mendapatkan kemenangan spiritualnya. Dan oleh karena itu, Mirza (al-Mahdi) merasa telah menerima keterangan dari Tuhan, bahwa kehadiran al-Mahdi yang menghunus pedang untuk memerangi kaum kafir dan memaksa mereka masuk Islam, sama sekali tidak pernah disebutkan dalam wahyu yang diterimanya. Pembaharuan tentang makna jihad dalam misi kemahdian Mirza, tampaknya justru menambah keyakinan Muslim non-Ahmadiyah, bahwa kaum Qadiani telah menjadi alat pemerintah Inggris untuk memecah-belah kesatuan ummat Islam. Oleh karena itu, pemerintah Inggris di India tetap memberi hak hidup sekte ini untuk berkiprah dan memberikan jaminan keamanan mereka. Akhirnya tiga persoalan -masalah kewahyuan, kenabian, dan masalah jihad- di atas, disamping ia merupakan identitas misi Mahdiisme Ahmadiyah, juga merupakan salah satu faktor timbulnya perselisihan dan permusuhan yang hebat antar sesama ummat Islam. Sehingga tidak mustahil dampak negatif ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Inggris untuk mengokohkan kekuasaannya di India. Catatan kaki: 1 Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, terj. Panitia Penerbit, (Jakarta: Panitia Penerbit, 1966), hlm. 27. 2 K. 'Ali History of India, Pakistan & Bangladesh, (Dacca: 'Ali Publication, 1980), hlm. 496. 3 Maulana Muhammad Ali, Mirza Ghulam Ahmad of Qadian, His Life and Mission, (Lahore: Ahmadiyah Anjuman Isha'at Islam, 1959), hlm. 12. 4 Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India, (New Delhi: Usha Publication, 1979), hlm. 368. 5 Abul-A'la al-Maududi, Ma Hiyal-Qadiyaniyyah, selanjutnya disebut al-Maududi, (Beirut: Darul-Qalam Kuwait, 1969), hlm. 12. 6 Ibid., hlm. 12-3. 7 Ibid. 8 Wilfred Cantwell Smith. op. cit., hlm. 369. 9 S. Ali Yasir, Gerakan Pembaharuan dalam Islam, vol. I, (Yogyakarta: PP. Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia, 1978), hlm. 71-2; Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang, (Yogya Rapem, 1979), hlm. 25. 10 Saleh A. Nahdi, Masalah Imam Mahdi, (Surabaya Raja Pena, 1966), hlm. 9. 11 Maulana Sadiq H. A., "Kedatangan al-Masih dan al-Mahdi," Sinar Islam, Februari 1980, hlm. 21. 12 Ibid., hlm. 19-20. 13 Al-Maududi, op. Cit., hlm. 22. 14 Maulana Muhammad 'Ali, op. Cit., hlm. 2. 15 Ibid., hlm. 17. 16 Mirza Ghulam Ahmad, Itmamul-Hujjah'alal-Lazi Lajja wa Zaga'anil-Mahajjah, (Lahore: Kalzar Muhammadi, 1311 H), hlm. 3. 17 Al-Maududi, op. cit., hlm. 23. 18 Ibid., hlm. 24. 19 Maulana Muhammad 'Ali, op. cit., hlm. 8-10. 20 Ibid., hlm. 15. 21 Mirza Ghulam Alunad, Hamamat al-Busyra ila Ahlil-Makkata wa Shulaha'i Ummil-Qura, (Sialkot Al-Munsyi Ghulam Qadir al-Fashih, 1311 H/ 1892 M), hlm. L9. Selanjutnya disebut Hamamat al-Busyra. 22 Maulana Muhammad 'Ali, op. Cit., hlm. 20. 23 Al-Maududi, op. Cit., hlm. 16-9. 24 Maulana Muhammad 'Ali, op. cit., hlm 21-2. 25 Muhammad Abu Zahrah, op. cit., hlm. 255. 26 Syafi R. Batuah, Ahmadiyah Apa dan Mengapa, (Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1985), hlm. 21. 27 Ibid., hlm. 22. 28 HAR. Gibb and J.H. Kramers, op. cit., hlm. 44. 29 Nazir Ahmad, al-Qawl as-Sharih fi Zuhur al-Mahdiy wa al-Masih, (Lahore: Nawa-i Waqt Printers Ltd., 1389/1970), hlm. 66. 30 S. Ali Yasir, op. Cit., hlm. 35-6. 31 Hamamatul-Busyra, op. cit., hlm. 29-30. 32 Susmoyo Djoyosugito., op. cit., hlm. 4. 33 Team Dakwah PB GAI, 'Aqidah Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia, (Bagian Tablig dan Tarbiyah, 1984), hlm. 9. 34 Muhammad Shadiq, H.A., Analisa Tentang Khatam al-Nabiyyin (Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1984), hlm. 12. 35 Nazir Ahmad, op. cit., hlm. 195. 36 Hamamatul Busyra. op. cit.. hlm. 313. 37 Al-Maududi, op. cit., hlm. 32. 38 Al-Maududi, op. cit., hlm. 115. 39 Ibid., hlm. 116. 40 Nazir Ahmad, op. cit., 69-70. 41 Ibid., hlm. 81. 42 Ibid. ------------------------------------------------- Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif Drs. Muslih Fathoni, M.A. Edisi 1 Cetakan 1 (1994) PT. RajaGrafindo Persada Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15 Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai Jakarta Utara 14240 | |
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |