| |
|
Saya cukup beruntung mendapatkan sedikit orientasi dari duta besar AS. ketika masih di Pakistan. Persepsi saya tentang Amerika dibentuk oleh film-film, oleh apa yang saya lihat d majalah-majalah. Dia membawa kami, enam pemuda, ke sebuah auditorium. Lalu lampu ditemaramkan, dan yang kemudian tampak di layar adalah sebuah gambar dari majalah Playboy. Gambar tersebut berada di layar selama satu menit, tetapi rasanya seperti selamanya. Kami gelisah, menunduk, melihat ke samping. Kami sangat malu. Akhirnya dia menyalakan lampu, memandang kepada kami dan berkata, "Sekarang saya ingin Anda menanamkan dalam benak Anda bahwa di Amerika tidak semua wanita seperti itu. Mereka sama seperti saudara perempuan dan ibu Anda." Saya pikir kami berenam diharapkan untuk mengerti bahwa Amerika bukan seperti apa yang tampak di majalah itu. Kami diharap untuk datang dengan berbekal pemahaman dan rasa hormat yang jauh lebih baik terhadap rakyat Amerika. Saya kuliah di Northrop Institute of Technology, di Inglewood, California. Mata kuliah utama saya adalah elektronika. Karena bekal yang terbatas, dalam waktu enam bulan saya sudah harus mencari pekerjaan. Itu saya perlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah saya. Pekerjaan pertama yang saya dapatkan adalah di McDonalds. Saya kuliah di pagi hari, siangnya saya pergi ke McDonalds dan bekerja selama tiga jam. Setelah itu saya bekerja untuk sebuah toko perkakas, di bagian pembersihan. Setelah itu di rumah sakit hewan. Kemudian saya pulang, menyelesaikan pekerjaan rumah, memasak, istirahat, dan memberi makan binatang. Lalu tidur, dan kembali ke kampus keesokan harinya. Pada enam bulan pertama, ketika saya tinggal di asrama mahasiswa, bulan Ramadhan tiba. Inilah Ramadhan pertama saya jauh dari rumah. Kami meminta untuk disediakan makan pada pukul setengah empat pagi. Mereka memandang kami seolah-olah berkata, Anda pasti bergurau. Kami katakan pada mereka bahwa ini bulan Ramadhan. Dengan sedikitnya masyarakat Muslim di L.A., kami harus menerangkan mengapa kami harus berpuasa selama Ramadhan dan bangun dini hari untuk makan. Kami beruntung. Northrop, yang kini menjadi universitas, sangat mengakomodasi kami, karena mereka mengharapkan pelajar-pelajar asing untuk datang ke sana. Mereka berkata, kami tidak dapat menyediakan makan pada dini hari, tetapi kami akan membuka fasilitas dapur untuk Anda. Maka saya dan keenam rekan yang lain bangun dini hari dan turun ke dapur, mengocok telur, lulu memasukkannya ke alat pemanggang, kemudian makan. Sepulang kuliah, saya akan berlari ke McDonalds dan masak kentang goreng yang diiris memanjang. Saya tetap berpuasa sepanjang hari. Sementara saya menyajikan makanan dan minuman, saya tidak makan apa pun. Itu memang jalan yang sangat berat untuk dilalui. Jika Anda tumbuh dewasa bersama agama Islam di negara Anda sendiri, Anda akan menemukan bahwa kebudayaan telah berbaur dengan agama. Ketika Anda berpuasa seluruh negara akan berpuasa, setiap orang mengubah gaya hidupnya. Aktivitas dimulai pada jam yang berbeda dari biasanya, tutup pada jam yang berbeda; makanan disajikan pada jam yang berbeda; rumah makan dibuka pada jam yang berbeda. Tetapi di sini, hidup berjalan sebagaimana biasa. Andalah yang harus membuat penyesuaian. Ketika Anda dilahirkan dalam agama Islam, Anda akan mempelajarinya dari lingkungan sekitar Anda, bukan hanya dari buku-buku, bukan hanya dari Al-Quran, tetapi juga dari para imam, teman, dan keluarga Anda. Sekarang saya merasa sebagai seorang Muslim yang lebih baik dengan pemahaman yang jauh lebih baik tentang agama saya, dan saya merasa jauh lebih bahagia. Saya dapat memandang agama saya dalam cahaya yang sebenarnya. Saya tahu lebih banyak tentang apakah Islam sebenarnya. Saya mulai mempelajari apakah hadis itu, apakah Al-Quran, dan apakah kebudayaan. Dan Anda dapat memisahkan kebudayaan dari ajaran agama. Perusahaan elektronik dan pesawat di daerah Selatan California memberhentikan sebagian besar insinyur elektronik dan penerbangannya ketika saya baru menyelesaikan studi. Kemudian McDonalds menawarkan pada saya sebuah jabatan di bagian manajemen. Saya memandang hal itu sebagai kesempatan. Sekarang saya telah bekerja dengan McDonalds selama lebih dari dua puluh tiga tahun. Saya telah beberapa kali mengalami perubahan jabatan, dari seorang pesuruh menjadi manajer shift lalu manajer tetap. Kemudian saya bergabung dengan McDonalds Corporation, dan mengawasi lima restoran, kemudian bergeser lagi menjadi konsultan untuk McDonalds Corporation mengawasi pengoperasian sembilan restoran di daerah Los Angeles yang lebih besar. Kemudian saya pindah ke Connecticut sebagai manajer yang berlisensi. Saya membawahi sebelas negara bagian. Pada dasarnya saya bertugas mewawancarai dan memilih usahawan yang ingin menjadi penyelenggara restoran McDonalds. Saya memasukkan mereka ke program latihan dan akhirnya menempatkan mereka di restoran. Setelah itu saya pindah ke markas besar McDonalds International di Chicago. Saya membantu McDonalds membuka restoran-restoran di Malaysia, Philipina, dam Thailand, dan mengadakan perjalanan pertama ke Indonesia dan beberapa negara sekelihng Pasifik, termasuk Korea. Yang merupakan negara-negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam adalah Malaysia, Indonesia, dan Singapura. Di Malaysia, restoran McDonalds menyajikan makanan halal. Ketika kami membuka restoran di Indonesia, semua orang di markas besar mengetahui bahwa ini pun harus merupakan restoran yang halal sebab sebagian besar penduduknya Muslim, hampir 98 persen. Maka restoran tersebut dibuka dengan menyajikan makanan 100 persen halal. Potongan ayamnya yang halal dibuat di Amerika dan dikirimkan kepada mereka. Hal itu terjadi di Malaysia dan Indonesia. Saya mendukungnya. Sosis yang kami pergunakan adalah Sosis McMuffin --kami harus membuat produk yang sama dari daging sapi, sebagai ganti daging babi Canada, mengikuti standard McDonalds dan juga halal. Saya juga berkesempatan untuk bekerja di Singapura. Di Singapura 30 persen penduduknya Muslim. Direktur pelaksana di sana adalah seorang Cina. Saya meyakinkannya bahwa dia akan kehilangan pelanggan jika tidak menyajikan makanan halal. Saya tahu banyak orang Singapura yang pergi menyeberangi perbatasan ke Johor Baru, yang merupakan bagian dari Malaysia yang terdekat, untuk mendapatkan makanan halal McDonalds, karena mereka tahu McDonalds di sekitar Singapura tidak halal. Siaran nasional CNN melaporkan bahwa McDonalds di Singapura hanya menyajikan makanan halal dan karena itu mengalami kenaikan usahanya sebanyak 19 persen. Sekarang orang Malaysia datang untuk bersantap di restoran tersebut. Ini sangat berarti. McDonalds telah ada di Malaysia dan Indonesia selama sepuluh atau dua belas tahun dan kami telah menyediakan 60 sampai 80 juta hamburger. Di Singapura ada kurang lebih 42 restoran. Malaysia memiliki sekitar 40 restoran yang tersebar di seluruh penjuru negara, dan Indonesia mempunyai empat atau lima. Saya sangat senang menyediakan makanan halal di negara-negara tersebut. Itu membuka pintu bagi negara-negara lain. Sebenarnya --McDonalds telah beradaptasi dengan Islam. Mereka tahu jika mereka ingin memperluas usahanya ke negara-negara Islam, mereka harus menyediakan makanan halal. Mereka mempunyai pemahaman yang baik tentang apa itu halal, dan telah melakukan perbuatan yang menakjubkan. Di setiap negara tersebut McDonalds menyediakan kesempatan usaha bagi banyak usahawan kecil --petani, pembuat kue, dan tukang jagal. Perusahaan tersebut menciptakan infrastruktur, mengajari petani bagaimana cara menanam yang lebih baik untuk mendapatkan hasil panen kentang yang bagus dan bagaimana cara memberi makan hewan ternak untuk mendapatkan kualitas yang dapat dikonsumsi oleh McDonalds. Banyak rekan-rekan dari Saudi Arabia telah mengadakan pendekatan dengan McDonalds. Salah satu dari mereka telah membuka sebuah restoran bergaya McDonalds di Arab Saudi. Tidak lama lagi akan ada restoran McDonalds di sana. Saya pikir setidaknya sepuluh sampai lima belas restoran tersebar di negara itu yang lokasinya sangat dekat dengan masjid. Jika mereka menyediakan makanan halal, usaha mereka akan meningkat seperti kenaikan 19 persen di Singapura itu. Hal yang menyenangkan adalah bahwa perusahaan ini peka terhadap tempat di mana mereka menjalankan usahanya. Mereka akan menyediakan bagel dan krim keju jika mereka menempati lokasi yang penduduknya dominan Yahudi. Saya tidak tahu apakah ada restoran lain yang sekarang menyediakan makanan halal yang juga berpikiran begitu. Saya sendiri memiliki tiga buah restoran. Ketiganya di daerah Missouri. Untuk menjadi penyelenggara McDonalds, Anda memerlukan uang sekitar 150.000 dolar kontan, untuk satu restoran. Dari sana, dimulailah suatu kerja keras yang memerlukan waktu yang panjang dan melelahkan, tetapi salah satu hal yang selalu menarik bagi saya adalah perusahaan ini beroperasi dengan etika. Tidak ada kecurangan, tidak ada persetujuan di bawah tangan. Dan bagi saya sebagai orang Muslim saya sangat mementingkan bahwa saya bergabung dengan sebuah perusahaan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip saya. Kadang-kadang kita merasa menjadi orang yang berbeda dan aneh, dalam arti tidak mengikuti kecenderungan yang dominan. Saya akan selalu ingat apa yang saya dengar beberapa waktu yang lalu. Jesse Jackson berkata bahwa keunggulan adalah alat penangkis diskriminasi yang ampuh. Sampai hari ini, saya menekankan hal itu pada para bawahan saya. Saya membawahi sekitar 150 pegawai di organisasi saya, dan saya menantang mereka untuk menampilkan keunggulannya, sebab keunggulan dapat memilahkan segala sesuatunya, bahkan jika Anda merasa bahwa Anda berbeda sekalipun. Islam telah membuat saya untuk tetap disiplin walaupun banyak godaan di sekeliling saya. Islam menjaga saya untuk tetap berkonsentrasi, menjaga prioritas saya tetap lurus. |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Hak cipta © dicadangkan. |