Bab Empat. Lenyap dalam Samudera Ilahi


Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 24:35)

Tradisi mistis dalam Islam disebut sufisme, atau tashawwuf. Seorang Sufi mengikuti jalan yang diharapkan dapat membawanya lebih dekat kepada Allah. Jalan itu, tariqah, terdiri dari beberapa tingkatan. Beberapa di antaranya adalah tobat dan menghindari dosa-dosa yang pernah dilakukan di masa lalu, kemiskinan spiritual (merasa jauh dari kesempurnaan dan mencarinya pada Allah), terus-menerus mengingat Allah (zikr), dan menahan hawa nafsu bahkan terhadap apa yang dihalalkan Allah dengan tujuan untuk menghindari godaan dan dosa.

Seorang Sufi harus percaya sepenuhnya pada Allah dan menanti dengan penuh harap untuk mendapat petunjuk Tuhan. Pada akhirnya segala sesuatu di muka bumi ini akan sirna atau melebur dalam keesaan Allah. Seorang Sufi akan mengalami peniadaan diri, berperilaku dengan nama-nama Tuhan, dan menyatu dengan Allah dalam cinta.

Persatuan dengan Allah ini, ma'rifah, atau gnosis, mengubah jiwa seorang Sufi, bahkan ketika dia kembali ke kehidupan sehari-hari.

Jalan ini berbahaya, hanya Para guru dan murid-muridnya yang terlatih saja yang cukup berpengalaman untuk menjalaninya sendiri, atau di bawah bimbingan seorang guru yang telah meninggal atau di bawah bimbingan Nabi sendiri, tanpa menjadi tergila-gila pada keagungan Allah sehingga mengabaikan dunia dan kehilangan jalan untuk kembali. Para anggota baru harus dibimbing sepanjang perjalanan itu, setelah diresmikan menjadi pengikut di salah satu dari sekian banyak kelompok atau tarikat, yang membawa mereka kembali kepada jejak Rasulullah, atau paling tidak kepada Ali, sepupu Nabi dan khalifah keempat setelah wafatnya Rasulullah.

Sufisme tergantung pada, dan berada di dalam, ikatan-ikatan eksoterisme, dan pada akhirnya melampauinya.

Konon istilah Sufi berasal dari kata soof, kain dari bulu domba (wol), karena diceritakan bahwa Para Sufi pertama mengenakan pakaian dari bahan wol kasar dan mengikrarkan kemiskinan; atau dari kata suff, sebuah barisan, karena orang-orang ini akan diberi kehormatan untuk berdiri di barisan pertama di hadapan Allah pada Hari Pembalasan.

Beberapa ahli sejarah menghitung Para Sufi yang pertama (selain Nabi) sebanyak empat puluh lima orang laki-laki dari Makkah yang meninggalkan kehidupan duniawi dan mempersembahkan diri mereka sepenuhnya untuk beribadah pada Allah di Masjid Nabawi.

Menurut sejarah, banyak filosof dan penyair Islam yang berpengaruh merupakan orang-orang Sufi --di antaranya adalah Al-Hallaj, Ibn Al-'Arabi, Al-Jilani, Al-Ghazali, Al-Junaid, dan Jalaluddin Rumi, yang alirannya dikenal dengan Whirling Dervishes (Para Darwis yang berputar).1

Para Sufi modern di Amerika biasa mempunyai masjid tersendiri dan mengikuti petunjuk seorang guru yang hidup (atau pernah hidup) di suatu tempat yang jauh di masa lalu --di Afrika, Timur Tengah, dan Turki. Beberapa tarikat mengajarkan pengikutnya untuk menjalani ajaran Sufi itu sambil tetap setia menjalankan aturan-aturan eksoteris, yaitu syariah, menurut salah satu dari empat mazhab utama dalam fiqih Islam, yaitu: Hanbali, Maliki, Syafi'i, dan Hanafi. Kelompok Sufi lain di Amerika memberikan tekanan yang lebih kuat pada sifat-sifat esoteris dari ajaran mistis itu. Dan "tokoh" Sufi tertentu hanya mengambil apa yang diinginkannya dari ajaran-ajaran Sufi (sebagai contoh, berzikir sambil menggerakkan tubuhnya dengan gerakan yang teratur dan cepat), dan luruh dalam "olah raga spiritual".

Catatan kaki:

1 Para pecandu kopi harus berterima kasih pada kaum Sufi. Acara minum kopi yang pertama dilakukan pada abad keenam belas, di mana kopi diminum terutama dalam pertemuan para Sufi untuk menghilangkan rasa kantuk, karena mereka harus tetap terjaga untuk melakukan ibadah sepanjang malam.


Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X oleh Steven Barbosa
Judul Asli: American Jihad, Islam After Malcolm X
Terbitan Bantam Doubleday, Dell Publishing Group, Inc., New York 1993
Penterjemah: Sudirman Teba dan Fettiyah Basri
Penerbit Mizan, Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Cetakan 1, Jumada Al-Tsaniyah 1416/Oktober 1995
Telp.(022) 700931 Fax.(022) 707038
Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.
Hak cipta © dicadangkan.