Kamus Terorisme dari Chomsky
Jalaluddin Rakhmat
"Proses pertukaran sandera Timur Tengah (Timteng) yang
rumit kini sudah mulai dilaksanakan, ketika sisa-sisa mayat
seorang serdadu Israel dipulangkan dari Wina hari jumat(13
September 1991). Seorang aktivis Palestina juga dibolehkan
pulang ke Tepi Barat. Sedangkan, kelompok-kelompok pro-Iran
di Lebanon mendorong usaha para penengah PBB lebih lanjut."
Inilah lead untuk berita utama Kompas, Sabtu
14 September 1991.
Di samping berita itu, ada foto besar yang melukiskan
aktivis Palestina yang dibebaskan sedang berpelukan dengan
ibu dan isterinya. Berita itu secara keseluruhan menunjukkan
iktikad baik Israel untuk membebaskan para sandera yang ada
di tangannya. Israel digambarkan sebagai negeri yang
"pemurah", karena membebaskan banyak sandera semata-mata
untuk mencapai perdamaian.
Sehari sebelumnya, salah satu judul berita di halaman
pertama surat kabar Kompas (13 September 1991) adalah
"Israel Siap Membebaskan Lebih Banyak Sandera Arab". Kata
Kompas, "Milisi dukungan Israel di Lebanon selatan
hari Rabu telah membebaskan 51 warga Arab yang ia tahan di
Penjara Khiam dan menyerahkan tahanan itu lewat Kornite
Internasional Palang Merah" Dan, pembebasan 51 orang sandera
ini dilakukan untuk sekadar informasi mengenai nasib
prajurit Israel, "sesudah Israel menerima bukti yang tak
bisa dibantah bahwa Rahamim Alsheikh, salah satu prajuritnya
yang hilang pada 1986 telah tewas".
Sambil menceritakan "kemurahan" Israel, berita yang sama
menceritakan peranan Iran dalam pembebasan sandera. Tetapi,
peranan Iran (dan Suriah) ditampilkan untuk menegaskan
dukungan Iran kepada kelompok teroris. Iran aktif dalam
usaha pembebasan itu hanya karena "Iran tahu ia tidak bisa
bergabung dalam keluarga bangsa-bangsa tanpa menyelesaikan
urusan sandera". Kompas juga mengutip ucapan Menteri
Pertahanan Israel Moshe Arens, "Kesan Saya menyatakan, Iran
dan Suriah sudah menyimpulkan sandera-sandera itu menjadi
beban bagi mereka dan mereka merasa, lebih baik membebaskan
diri dari beban itu."
Walhasil, Iran dan Suriah (Syria) telah berlaku "bodoh"
dengan menyandera orang-orang yang tidak bersalah.
Penyanderaan itu hanya mempersulit mereka. Karena itu,
mereka terpaksa berupaya melakukan pertukaran sandera.
Tindakan Iran mendukung kaum teroris telah memencilkannya
dari keluarga bangsa-bangsa di dunia. Para pembaca yang
tidak kritis segera menyimpulkan bahwa Iran adalah pemancing
di air keruh yang tercebur ke dalamnya.
Mereka tidak tahu bahwa Iran sama sekali tidak terlibat
dalam penyanderaan warga Israel atau warga Barat mana pun di
Lebanon. Iran justru terpanggil untuk menyelesaikan
pertukaran sandera karena keinginan untuk mengetahui nasib
empat orang diplomat Iran yang disandera milisi dukungan
Israel.
Sembilan tahun yang lalu, tepatnya 4 Juli 1982, sebuah
mobil polisi Lebanon mengawal mobil bernomor kedutaan Iran.
Pada perjalanan dari Beirut ke Tripoli, di Barbara, 40
kilometer dari Beirut, para diplomat Iran disuruh turun.
Mobil pengantar dipaksa kembali, dan empat orang Iran itu
diculik milisi Kristen dukungan Israel. Berbagai upaya
dilakukan pemerintah Iran untuk menemukan di mana mereka
berada. Semuanya gagal.
Lima tahun kemudian, 17 Maret 1987, Dr. Robert Rowens,
juru bicara Uskup Agung Canterbury, mengatakan bahwa Kepala
Gereja Canterbury telah mengirim pesan kepada Hujatul Islam
Hashemi Rafsanjani, bahwa ia bersedia untuk menemukan status
diplomat-diplomat Iran yang diculik. Ia mohon Rafsanjani
dapat membantunya untuk membebaskan Terry Waite, utusan
Uskup Agung Canterbury yang diculik di Beirut. Rafsanjani
menjawab permohonan ini dengan memulai upaya pembebasan.
Delapan tahun setelah penculikan para diplomat Iran,
keluarga mereka datang ke Lebanon. Mereka menemui pemimpin
Falangis, Samir Gea Gea. Gea Gea menjelaskan bahwa ketika ia
mengambil alih pimpinan, tidak ada seorang pun tahanan Iran.
Ia hanya mendengar dari anak buahnya bahwa para diplomat
Iran itu ditangkap oleh Eli Hobeika, lalu dibunuhnya dan
dikuburkan di pemakaman massal di hadapan Dewan Perang Kaum
Falangis. Keluarga para diplomat kembali ke Teheran dengan
berita yang masih kabur. Sekarang, September 1991,
pemerintah Iran masih mencari warganya yang hilang.
Kisah warga Iran yang diculik ini tidak disebut sama
sekali dalam berita Kompas di atas. Inilah kisah yang
disembunyikan oleh media internasional karena dapat mengubah
apa yang disebut Walter Lippmann sebagai "pictures in our
head". Negara-negara adikuasa, menurut Chomsky, secara
sistematis dan terus-menerus telah melukiskan gambaran dunia
tertentu pada benak kita. Untuk memudahkan memori kita dalam
menyimpan informasi, peristiwa-peristiwa di dunia itu diberi
label.
Bayangkan Anda sedang menulis suatu peristiwa dalam
beberapa halaman. Tulisan itu Anda arsipkan dalam memori
komputer dengan memberinya filename (nama arsip).
Peristiwa-peristiwa sejenis, Anda masukkan pada
filename yang sama. Anda telah menulis puluhan
halaman, yang Anda bagi menjadi beberapa bab. Kumpulan
tulisan itu Anda arsipkan sebagai "disertasi". Ketika Anda
melanjutkan topik yang sama, Anda masukkan itu ke dalam
arsip yang sama. Kelak, bila Anda ingin membaca tulisan Anda
itu, Anda hanya memanggil "disertasi". Komputer segera
mengeluarkan (retrieve) semua makalah yang Anda
masukkan dalam arsip "disertasi".
Otak Anda persis seperti komputer. Ia merekam berbagai
peristiwa di dunia. Peristiwa-peristiwa itu Anda kelompokkan
dalam kategori-ketegori tertentu. Pemilihan umum, litsus,
pidato presiden, demonstrasi mahasiswa, dan sebagainya.
Semua penstiwa itu, Anda simpan dalam satu kategori. Anda
berikan nama pada kategori itu "politik". Politik menjadi
filename. Otak Anda menjadi mirip kamus. Setiap
entry mempunyai sejumlah makna. Kapan saja Anda
menyaksikan kejadian-kejadian di dunia ini, Anda merujuk
kepada kamus besar Anda.
Karena kamus besar Anda terdiri dari kata-kata,
sebenarnya Anda melihat dunia ini lewat kata-kata. Sebagai
alat untuk mengategorikan pengalaman, kata-kata hanya
menjalankan kemampuan kodrati (innate ability) dalam
sistem kognitif kita. Manusia tidak pernah melihat dunia ini
sebagai sesuatu yang kabur, acak-acakan, dan tidak tersusun.
Manusia selalu menyusun, menstruktur, dan mengorganisasikan
pengalamannya. Pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang
selalu aktif mengorganisasikan stimulus yang diterimanya
lazim disebut sebagai kognitivisme. Salah seorang tokoh
kognitivisme dalam bidang linguistik adalah Noam
Chomsky.
Dalam bidang linguistik memang sudah lama ada anggapan
bahwa ada hubungan erat antara bahasa, pikiran, dan
pengalaman. Bahasa mempengaruhi cara berpikir kita; dan
selanjutnya menentukan medan pengalaman kita. Profesor Leo
Weisberger, misalnya, mengemukakan teori "sprachliche
Weltanschaunglehre" --yakni, pandangan-- dunia kita sangat
ditentukan oleh kebiasaan bahasa kita. Edward Sapir dan
Benjamin Whorf menunjukkan bahwa setiap bahasa melihat dunia
dengan cara yang unik. Kata-kata merupakan alat untuk
mengategorisasikan realitas menurut cara tertentu. Menurut
terminologi modern, kata-kata merupakan kategorisasi
linguistik tertentu untuk realitas nonlinguistik. Bila Anda
tidak memahami kalimat terakhir ini (saya juga tidak), boleh
jadi inilah maksudnya. Pikiran kita tidak secara pasif
merekam realitas. Pikiran kita memandang realitas dari
perspektif tertentu, dari sudut pandang tertentu. Bahasa,
dalam hal ini kata-kata, memberikan perspektif itu.
Noam Chomsky, yang berpisah dari pandangan kaum
behavioris yang dominan waktu itu, memperkuat teori hubungan
bahasa dan pikiran ini. Teori generative grammar,
yang menyebabkan Chomsky melejit dari rekan-rekannya,
mengasumsikan kategori kodrati (innate categories)
dalam jiwa manusia. Pengetahuan diperoleh dengan
mengaplikasikan kategori kodrati ini dalam pengalaman.
Seperti Rene Descartes, Chomsky percaya bahwa manusia telah
dibekali kemampuan dasar (a priori qualities) untuk
memahami pengalaman. Ia melihat manusia sebagai makhluk
rasional.
Dalam buku yang Anda pegang, Maling Teriak Maling:
Amerika sang Teroris?, Chomsky kelihatan prihatin karena
rasionalitas manusia ini telah dikendalikan oleh kekuatan
raksasa. Pikiran manusia telah dikontrol melalui penggunaan
kata-kata dan pemberian makna tertentu. Marilah kita kembali
kepada analogi komputer di atas. Dewasa ini, Anda tidak
bebas menentukan filename dan isi tulisan yang Anda
masukkan dalam memori Anda. Ada sistem yang mengontrol
pikiran Anda. Noam Chomsky menyebutnya "the American
Ideological System". Nama arsip dalam memori Anda telah
dirancang dengan memproduksi kata atau ungkapan baru yang
indah. Chomsky menyebutnya --dengan mengutip istilah George
Orwell-- Newspeak.
Sejumlah Newspeak telah dibuat untuk membatasi
pandangan Anda tentang realitas. Sekarang ini, Anda
mempunyai dua dunia: dunia yang sebenarnya dan dunia yang
terbentuk dalam pikiran Anda dunia real dan dunia
Newspeak. Anda sudah mempunyai kamus yang dikeluarkan
oleh Penerbit Adikuasa. Chomsky menulis buku ini agar Anda
meninjau kembali (rewrite) kamus itu.
Dengan contoh-contoh, yang dapat membuat Anda jengkel dan
marah, Chomsky menghimpun sejumlah kata atau ungkapan yang
maknanya telah disimpangkan. "Proses perdamaian" berarti
"usulan perdamaian yang diajukan oleh Amerika Serikat".
Usulan-usulan perdamaian, yang dikemukakan oleh
negara-negara Arab --apalagi Palestina (betapapun
realistisnya)-- dianggap sebagai penolakan. Untuk itu
diciptakan kata baru buat usulan yang tidak sama dengan
usulan AS --rejeksionisme. Melalui pengendalian makna
seperti itu, kita akan bersimpati kepada AS yang selalu
bersusah payah menciptakan perdamaian. Pada saat yang sama
kita membenci negara-negara Arab yang selalu menolak
perdamaian.
Bila negara-negara Arab itu menerima posisi AS, mereka
disebut "moderat". Bila mereka menolaknya, mereka tentu saja
disebut "ekstremis". Tidak heran bila dalam benak Anda
sekarang, ketika Anda merujuk kata "ekstremis", Anda akan
memasukkan ke dalamnya PLO, Libya, Iran, dan belakangan
Irak. Suriah yang it ekstrem" sekarang menjadi "moderat"
karena menerima usulan perdamaian James Baker, menlu AS.
Khomeini jelas embah-nya "ekstremis" karena tidak
segan-segan menyebut AS sebagai Setan Besar. Rafsanjani
menjadi "moderat" karena kelihatannya mau mengikuti saran
Amerika untuk tidak melibatkan diri dalam Perang Teluk.
Kata-kata berikutnya adalah "terorisme". Terorisme pada
mulanya berarti tindakan kekerasan-disertai dengan
sadismeyang dimaksudkan untuk menakut-nakuti lawan. Dalam
Kamus Adikuasa, terorisme adalah tindakan protes yang
dilakukan oleh negara-negara atau kelompok-kelompok kecil.
Pembunuhan tiga orang Israel di Larnaca adalah terorisme,
tetapi penyerbuan sasaran sipil di Tunisia, pembantaian
Sabra dan Satila, dan penyiksaan warga Palestina disebut
"pembalasan" atau "tindakan mendahului" (preemptive). Erat
kaitannya dengan terorisme adalah "sandera". Bila dua atau
tiga orang ditangkap karena melakukan tindakan spionase pada
kelompok "si pembajak", mereka disebut "sandera". Bila
ratusan atau ribuan orang digiring ke kamp-kamp konsentrasi
oleh sang Kaisar, mereka disebut "unsur subversif".
Bila beberapa orang Palestina mengarahkan pesawat
penumpang ke tujuan tertentu, mereka dikatakan melakukan
"pembajakan" (hijacking); tetapi bila Angkatan Laut
Israel menembaki kapal-kapal kecil milik Muslim Lebanon dan
menggiringnya ke pangkalan Israel, mereka sedang melakukan
"penangkapan" (interception). Dalam buku ini, Chomsky
melaporkan peristiwa-peristiwa "penangkapan" yang dilakukar.
AS dan Israel. Ternyata pembajakan lebih sering dilakukan AS
dan Israel daripada oleh negara-negara kecil.
Belakangan muncul Newspeak baru yang lebih indah,
yaitu "tatanan dunia baru" (new world order). Dalam
Kamus Adikuasa, rangkaian kata ini berarti sistem
ekonomi dan militer dunia yang sepenuhnya tunduk kepada
hegemoni AS. Ketika pesawat-pesawat tempur membom Bagdad,
menyerang kawasan-kawasan sipil, membunuh lebih dari
setengah juta rakyat sipil waktu itu, dan jutaan orang lagi
sesudahnya, Amerika sedang menegakkan tatanan dunia baru.
Ketika AS memaksakan pembatasan senjata bagi negara-negara
Arab dan memasok lebih banyak senjata kepada Ismel, is
sedang mengajukan usul perdamaian. Ketikatujuh negara
industri berkumpul di London dan menetapkan aturan ekonomi,
yang mempercepat pengalihan kekayaan ke negara-negara
intlustri maju, mereka sedang menegakkan tatanan ekonomi
dunia baru (new world economic order).
Setelah Chomsky mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan
makna ini, bacalah kisah di balik penarikan pasukan Irak.
Sejak pra-Perang Teluk, ketika pasukan multinasional
mengemban "misi perdamaian", Iran berusaha mencegah perang
sebatas kemampuannya. Teheran melakukan kegiatan diplomatis
yang intensif untuk mendesakkan gencatan senjata. Teheran
mengadakan perundingan dengan Menteri Luar Negeri Aljazair
dan Yaman, juga dengan negara-negara nonblok di Belgrade.
Sebelumnya, Iran mengirim utusan ke Turki untuk meyakinkan
Presiden Turgut Ozal agar tidak mengizinkan. AS menggunakan
pangkalan militer Turki. Para pemimpin Iran juga meminta
perhatian Sekjen Menlu Perancis, Francois Scheer, tentang
dampak yang mengerikan dari perang dan pentingnya segera
mengakhiri perang. Mehdi Kerubi, Ketua Majelis Iran,
merigusulkan rencana perdamaian yang terdiri atas lima
butir. Untuk menyukseskan usulan perdamaian ini, Teheran
menjalin hubungan dengan negara-negara OKI, termasuk Tunisia
dan Yordania yang pernah mendukung Irak ketika menyerang
Iran.
Upaya perdamaian Iran ini mencapai puncaknya ketika pada
4 Februari 1991, Rafsanjani menawarkan diri untuk menjadi
penengah antara Amerika dan Irak. Duta besar Iran di PBB
menjelaskan bahwa Irak harus bersedia menarik pasukannya
dari Kuwait sebelum Teheran menghubungi Amerika melalui
Swiss. Setelah Irak mengundurkan diri, AS menyusul dengan
menarik.pasukan multinasional. Usulan Iran disetujui dan
didukung oleh Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar. Uni Soviet
juga mendukung rencana perdamaian Iran dan mengirim utusan
khusus ke Teheran.
Anehnya, atau tidak anehnya, AS menolak usul perdamaian
ini. Juru bicara Departemen Pertahanan Amerika menganggap
usulan Iran tidak relevan dan hanya retorika. Tidak ada yang
perlu ditengahi, katanya. Tetapi, Teheran terus berusaha
sehingga datang berita gembira dari Irak. Bagdad mengirim
Tariq Aziz ke Teheran dan Moskow, menyatakan kesediaan Irak
untuk mematuhi Resolusi PBB 600. Kepada Menlu Burkina Faso,
Rafsanjani menyatakan kegembiraannya bahwa "usaha perdamaian
itu akhirnya membuahkan hasil". Apa jawaban Amerika dan
Inggris? Bush mengatakan kehendak Irak --seperti yang
disampaikan melalui Gorbachev dan Rafsanjani-- sebagai
"lelucon kejam" (cruel hoax); dan John Major dari
Inggris menyebutnya bogus sham. Pasukan multinasional
rupanya tidak puas menghajar Irak sebelum menghancurkan
seluruh kekuatan militernya. Ketika kemudian Irak
betul-betul menarik pasukannya, AS dan sekutunya masih juga
menggempur Irak.
Apakah ini terorisme? Mrs. Margaret Thatcher menjawabnya
dengan pidato panjang di depan Chicago Council on Foreign
Relations and the Economic Club of New York (1718 Juni
1991). Ia menyebut Perang Teluk sebagai suatu peristiwa
ketika "Prajurit Amerika dan Inggris bahu-membahu menentang
tirani dan ketakadilan untuk tujuan bersama yang mulia
--menentang dan menghukum agresi."
Thatcher menyatakan bahwa satu-satunya dasar yang kukuh
bagi tatanan dunia baru adalah solidaritas Barat di bawah
kepemimpinan Amerika. Amerika harus berperan "sebagai Atlas
yang memikul beban dunia dan bertindak sebagai pemutus
terakhir dalam masalah internasional, bukan saja dalam
koalisi militer ad hoc, melainkan juga dalam gabungan
yang lebih luas, yang meliputi hubungan ekonomi dan
perdagangan. Dengan cara inilah, kata Thatcher, dunia dapat
dibawa ke "freedom, democracy, and its free market
economy".
Kata-kata terakhir Thatcher ini adalah Newspeak
lainnya yang baru Anda pahami maknanya bila Anda membaca
buku ini. Bacalah kembali berita surat kabar hari ini. Lewat
Chomsky, dunia tampak lain. Dan, inilah pelajaran terakhir:
sistem ideologi Amerika adalah sistem, yang merekayasa
kesepakatan dengan menciptakan kata-kata muluk, lalu
memberikan maknanya sesuai dengan kehendak sang Adikuasa.
Sistem ini boleh jadi terjadi di mana-mana, termasuk di
rumah kita sendiri.
Bandung, 16 September 1991
|