Taliban menantang Sanksi PBB
Pamela
Constable
Di tengah koridor kekuasaan yang dingin, pejabat tinggi
Taliban berkerumun di sekitar pemanas ruangan dan
sebagaimana biasanya, sikap mereka terhadap Osama tetap
konsisten. Osama, sang jutawan asal Saudi yang tetap tinggal
di Afghanistan, mendorong AS memprakarsai sanksi ekonomi PBB
atas negara yang morat-marit akibat perang berkepanjangan
ini.
"AS menginginkan kami menangkap Osama dan mengirimnya
kepada mereka sebagai hadiah," ucap Wakil Ahmad Muttawakil,
Menlu Taliban yang baru. "Kami siap berunding mengenai semua
persoalan. Kami sudah tawarkan untuk mengadilinya di sini
atau di negara-negara Muslim lain. Tapi mana mungkin kami
dapat menghadiahkan manusia sebagai oleh-oleh, apalagi bila
tindakan kriminal dia belum terbukti?"
Muttawakil mengatakan dalam wawancaranya pada Sabtu, 27
November 1999, bahwa sanksi PBB tidak terlalu banyak
berpengaruh dalam jangka panjang --yang telah melarang
terbang semua maskapai penerbangan Ariana, milik perusahaan
swasta dan pembekuan aset luar negeri Taliban yang
berlangsung sejak 14 November 1999. Dia mengatakan bahwa
Allah Swt. akan melindungi rakyat Afghanistan dan semua
kesengsaraan yang dipaksakan oleh tangan-tangan asing.
"Setiap beberapa tahun, AS mencari seseorang yang baru
untuk dibenci. Sebelumnya Libia dan Irak, sekarang ini
giliran Afghanistan," ujar Menteri Luar Negeri Taliban ini,
"Tapi kalau mereka berusaha untuk mencelakakan kami, mereka
tidak akan memperoleh apa-apa. Allah Swt. senantiasa
menerima doa mereka yang tak berdosa dan membela mereka yang
dizalimi."
Akan tetapi, kondisi di tengah jalanan yang membeku di
sekitar ibu kota --tempat keluarga-keluarga menggigil
kedinginan di tengah antrean mendapatkan roti atau
berhari-hari mengumpulkan kayu untuk menghangatkan ruangan
melawan udara dingin yang menghantam-- membuat sambutan
orang-orang Afghanistan secara tradisional kepada Osama,
seorang tamu yang disanjung, akan menipis.
"Memang tradisi kami untuk bersikap ramah kepada tamu,
tetapi kami juga menghendaki Osama cepat pergi dari sini
karena rakyat yang tak berdosa harus menderita," ucap
Mohammad Taj, 45 tahun, seorang pekerja yang sedang antre
untuk membeli roti. "Orang-orang yang berkuasa akan
mementingkan diri sendiri dan sanksi-sanksi yang ada hanya
akan menyengsarakan rakyat miskin. AS harus lebih berbelas
kasih, tetapi para Mulla juga harus dapat menyelesaikan
persoalan ini dengan PBB."
Banyak orang Afghanistan yang mengecam AS dan sekutunya
karena telah menjatuhkan sanksi ekonomi yang memberatkan
mereka. Seminggu sebelumnya, gedung yang ditempati para
pegawai PBB di enam kota Afghanistan habis dilempari batu
atau dibakar oleh amukan massa. Kendati demikian, PBB tetap
menyediakan bagi mereka bagian terbesar dan makanan dan
bantuan medis.
"Kini, kami adalah negara lemah dan AS mencoba membiarkan
kami dalam kondisi yang sama," ujar Abdul Razaq, 30 tahun,
petugas jaga malam. "Inilah saatnya mereka harus menolong
kami, tetapi malah sebaliknya, mereka melakukan
tindakan-tindakan yang kejam terhadap kami hanya karena satu
orang."
Osama --yang karena sikap anti-- AS-nya menjadi figur
terpandang di Dunia Islam diyakini para pejabat di
Washington telah merencanakan dan mendanai pemboman dua
kedutaan AS di Afrika Timur pada Agustus 1998. Pada bulan
yang sama, AS meluncurkan serangan rudal Tomahawk ke sasaran
yang diduga sebagai tempat persembunyian Osama.
Sejak saat itu, pejabat Taliban telah menawarkan
prosekusi atau memonitor aktivitas Osama, tetapi mereka
menolak semua permintaan AS untuk mengekstradisi dan
mengadilinya di AS. Sebagai balasannya, Washington
menggagalkan semua perjanjian dagang dan investasi dengan
Afghanistan, dan pada Oktober 1999, DK-PBB mengancam untuk
memberlakukan sanksi lebih jauh kalau rezim Kabul tidak mau
tunduk. Karena seruan DK-PBB benar-benar diabaikan, sanksi
itu akhirnya diberlakukan pada 14 November 1999.
Walaupun sanksi tidak melarang import makanan, bantuan
medis, atau perdagangan antara Afghanistan dan para mitranya
dan negara-negara Muslim, ia datang justru di saat rakyat
menghadapi kesulitan baru yang berlipat ganda. Kekeringan
pada musim gugur yang lalu menyebabkan rakyat miskin tidak
dapat memanen gandum yang baik. Pemerintah Pakistan yang
baru telah melarang perdagangan ilegal. Dan dengan ibu kota
(Kabul) yang sebagian besar tanpa pemanas, tentu keganasan
musim dingin acapkali mengancam setiap saat.
Selanjutnya, sanksi ekonomi yang baru semakin memperparah
kondisi rakyat yang kesulitan menerima uang kontan dan sanak
famili mereka di luar negeri. Padahal, uang ini adalah
sumber masukan terbesar sebuah negara yang kebanyakan
penduduknya menganggur karena tidak adanya lapangan kerja.
Bayangkan, dokter saja hanya berpenghasilan kurang dan 5
dolar per bulan. Sejak semua penerbangan ke Afghanistan
dilarang, orang harus pergi atau terbang ke Pakistan untuk
mengambil poswesel.
Sebagian penduduk di Kabul menuduh AS hipokrit dalam
upaya penjaringan Osama bin Laden --figur penting yang
banyak berperan dalam mendanai perlawanan Afghanistan
terhadap pendudukan tentara Soviet selama 1980-an. AS dulu
amat mendukung perlawanan itu, tetapi sejak milisi Taliban
menaklukkan Kabul pada 1996 dan memperkuat implementasi
syariat, Washington langsung berpaling menentang rezim.
Sekarang, setiap upaya penangkapan Osama semakin
memperuncing hubungan kedua negara.
"Bagi Amerika, saat perang suci melawan Soviet, Osama
bagaikan malaikat; tetapi sekarang mereka menyebut dia
adalah mata-mata dan teroris," kata Mohammad Mirwaiz,
mahasiswa Universitas Kabul. "Banyak orang yang telah
melakukan kekejaman semasa perang di sini diizinkan hidup di
AS. Mengapa kami tidak dapat meminta mereka menyerahkannya
kepada kami?"
Menlu Muttawakil menegaskan bahwa AS, "Dikenal sebagai
polisi dunia, tetapi sekarang polisi itu tengah membunuh
rakyat kami dengan rudal dan kelaparan .... Saya tidak tahu
apakah Osama itu seorang pahlawan atau bukan, tetapi
sekarang AS telah membuatnya menjadi seorang pahlawan
besar."
|