PENGANTAR EDITOR
Ucapan terima kasih saya yang dalam kepada Penerbit Mizan
yang telah berani dan apresiatif menerbitkan buku ini. Tidak
banyak yang berani melakukan hal yang sama, menerbitkan
potret seorang Osama bin Laden, dengan berbagai
pertimbangan, kendati telah terbit buku Osama the Man Who
Declared a War on America karya Yossef Bodanski,
Direktur The House Republican Task Force on Terrorism and
Unconventional Warfare, dan buku The Two Jackals: Ramzi
Yoesef, Osama bin Laden and the Future of Terrorism
karya Simon Reeve, serta Unholy War karya
Cooley.
Untuk mengangkat sosok Osama bin Laden sebenarnya
bukanlah hal yang mudah. Pertama, tidak banyaknya
sumber tulisan yang bebas bias. Kedua, kolega-kolega
Osama yang belum diketahui secara jelas dan terbuka karena
pertimbangan keamanan. Ketiga, Osama yang diisolasi
dan diburu sampai sekarang.
Buku yang berada di tengah sidang pembaca ini tidak lain
hanyalah kompilasi tulisan yang berserak di berbagai media
massa dan meneropong dari berbagai perspektif serta
wawancara yang dilakukan oleh berbagai sumber yang dapat
memberikan potret Osama. Idealnya, buku ini ingin
menampilkan potret lain dan sosok Bin Laden, seorang
milyader Arab Saudi yang kehilangan kewarganegaraannya pada
1996 dan sedang ngumpet di tengah
ganasnya daratan Afghanistan, namun itu belum terwujud
karena beberapa faktor di atas. Osama dideskripsikan sebagai
sosok monster yang setiap saat mengancam AS dan
kepentingannya di seluruh dunia.
Millennium bug di penghujung abad ke-20 yang lalu
bukanlah ancaman bagi AS. Yang menjadi ancaman baginya
justru borderless terrorism. Terorisme ini kerap
mengancam AS dan kepentingan mondialnya, baik yang terjadi
di AS, Arab Saudi, Somalia dan yang paling akhir terjadi
pada 7 Agustus 1998. Dua kedutaan besar AS di Kenya dan
Tanzania berhasil diratakan dengan bumi oleh ledakan dahsyat
yang menelan ratusan korban jiwa. Hanya dalam hitungan jam,
AS berang dan bereaksi keras dengan memproklamasikan Osama
bin Laden sebagai sang tertuduh tunggal yang berada di
belakang kedua pemboman tersebut serta menobatkannya sebagai
"the Public Enemy Number One". Osama pun menjadi
pemilik kepala termahal harganya pada awal abad ke-21 ini.
Hanya tiga belas hari kemudian (20 Agustus 1998) Washington
berhasil memuntahkan lebih kurang 80-an rudal ke kota Khost,
tepat di atas tiga markas pelatihan militer. Namun, Osama
yang menjadi target, selamat dari malapetaka.
Konon, Osama dapat keluar markas setelah ada informasi
yang bocor tentang penghujanan Tomahawk beberapa saat
setelah rudal tersebut diluncurkan dari tujuh kapal perang
AS di Samudra India. Pada hari yang sama, AS juga berhasil
menghancurkan pabrik farmasi Sudan yang dituduh menjadi
pusat produksi senjata kimia.
Kendati Osama dapat bebas menghirup udara segar, berbagai
upaya terus digalang AS dalam berburu kepala termahal ini,
baik via tekanan diplomatik, maupun jalur intelijen dan
sarana politis serta yudisial. "Kami tidak akan pernah
membiarkan mereka sampai keadilan ditegakkan," ucap Bill
Clinton pada acara memperingati setahun pemboman di Nairobi
dan Daressalam yang menewaskan 224 orang dan 12 di antaranya
warga Amerika.
Berbagai isu penyerangan kembali sarang Osama di
Afghanistan santer terdengar (kendati tidak terjadi). Konon
AS sudah menyiapkan satu brigade khusus untuk diterjunkan ke
daratan negeri Mulla Omar ini, namun terlalu riskan bagi AS
untuk mengulangi kekalahan pasukan Beruang Merah dahulu.
Pasukan Osama sudah siap untuk memberi pelajaran bagi
"pahlawan" dunia ini.
Simpati Muslim di Pakistan dan dunia terus mengalir
kepada Bin Laden. Berbagai bentuk ancaman dari para pembesar
agama terus meneror AS kalau saja Osama tertangkap atau
terbunuh. Kekuatan Osama bukan semakin lemah, malah kian
mengukuh.
Bin Laden dengan Brigade 055 yang tangguh di medan perang
dan jaringan global 'Al-Qaeda'-nya menjadi momok sang polisi
dunia. Bin Laden dan jaringannya identik dengan teror yang
dapat melecehkan superioritas negara adidaya tunggal ini,
karena itu harus dihabisi sampai ke akar-akarnya.
Penangkapan simpatisan jaringan global Osama terus dilakukan
untuk mengeliminasi sepak terjang mereka di abad ke-21 ini.
Dan, wajar AS merasakan ancaman ini karena hancurnya Khost
yang menelan 13 jiwa meninggal dan dua lusinan luka-luka
tidak melemahkan semangat jihad mereka sama sekali. Bahkan,
Dr. Ayman Al-Zawahiri --tangan kanan Osama sekaligus
pimpinan Al-Jihad Al-Islami Mesir-- langsung bereaksi. Dr.
Al-Zawahiri, yang fasih berbahasa Inggris, menelpon
Rahimullah Yusufzai, wartawan senior harian The News
Pakistan, Time, dan ARC, pada 21 Agustus 1998,
satu hari setelah penghujanan rudal Tomahawk di kota Khost,
provinsi bagian timur Afghanistan. "Katakan kepada mereka
bahwa perang baru saja dimulai; orang Amerika sekarang harus
menunggu balasan kami," tegasnya menggertak.
Osama menjadi sosok yang siap meneror setiap warga AS
baik militer maupun nonmiliter karena baginya AS adalah
musuh yang harus dikeluarkan dari tanah Arab Saudi dan Dunia
Islam lainnya. AS tidak bisa dilawan kecuali dengan muntahan
peluru dan kekuatan jihad. Menurut Osama, AS tidak akan mau
keluar dari tanah suci Islam kecuali setelah para tentara
dan warga sipilnya terkemas rapi di dalam peti-peti mati
kembali ke negerinya.
Ini yang menjadikan Osama menjelma menjadi sosok dan
figur yang banyak dikagumi orang di belahan Dunia Islam
karena keberanian dan ketegarannya menentang AS. Wajar kalau
ada yang memposisikannya sebagai pengganti Soviet: AS versus
Osama bin Laden. Di Pakistan sendiri mewabah pemberian nama
anak-anak yang baru lahir dengan Osama bin Laden. Almanak
yang diberi gambar Bin Laden terjual laris di pasar.
Ternyata Bin Laden punya daya jual yang tinggi.
Semua jerat untuk menangkap Osama telah dikerahkan.
Televisi komersial dunia, BBC, sempat menayangkan 30 detik
kampanye gerakan terorisme Osama. Embargo ekonomi atas
Afghanistan oleh DK PBB yang berlaku sejak 14 November 1999
adalah bagian upaya menekan pemerintahan Kabul untuk
mengekstradisi Osama. Dan itu tidak cukup untuk membuat
Mulla Omar jera walau sebelumnya sudah sempat mendapat
"hadiah" ledakan bom dahsyat di dekat kediamannya di kota
Kandahar.
Ketika pemerintah Kabul apatis dengan berbagai tawaran
dan ancaman, AS pun menekan Pakistan agar dapat mengisolasi
Af ghanistan dari semua lini. Dengan pertimbangan bahwa
hanya Pakistan yang menjadi tumpuan harapan pemerintahan
Kabul untuk survive. Dan konspirasi penembakan roket
di beberapa instalasi penting AS di Islamabad sampai ke yang
paling akhir adalah ancaman untuk menjadikan Pakistan
sebagai negara sponsor teroris kalau tidak menghentikan
dukungan kepada pejuang Kashmir dan Afghanistan. Kendati ada
kesediaan pemerintah militer Islamabad untuk menjadi
mediator kasus Osama, hasilnya tetap saja belum
kelihatan.
Osama berhasil dideskripsikan sebagai teroris global,
namun dia tetap menjadi wajah lain di belahan dunia lain,
Dunia Islam. Mungkin kalau Osama tertangkap atau terbunuh,
problem terorisme tidak akan terobati, bahkan bisa jadi
semakin agresif karena, menurut Yossef Bodanski. "We
are not going to solve the problem. There will be more of
them." Dan menurut salah seorang mujahidin
Harkat-ul-Ansar (gerakan jihad Kashmir) di Karachi, "Setiap
orang yang terbunuh atau terluka dari serangan AS, sebagai
balasan paling tidak seratus orang AS yang harus terbunuh.
Mungkin saya tidak akan hidup lama lagi, tetapi Anda akan
ingat kata-kata saya ini." (The News, 7 Maret 1999)
Menurut Osama, seorang Muslim harus melancarkan jihad kepada
AS dan semua kepentingannya karena AS berencana untuk
memecah-belah Dunia Islam. Dan, kalau memang membela Dunia
Islam dengan jihad dianggap sebagai sebuah kriminalitas,
Osama berkata, "Kalau memang mengobarkan jihad melawan
Yahudi dan Amerika untuk membebaskan Al-Aqsa dan Ka'bah
dianggap sebuah kriminalitas, biarkan sejarah sebagai saksi
bahwa saya adalah kriminal."
Osama memang bukan seperti Ramzi Yousef atau Aimal Kanzi
yang keduanya tertangkap di Pakistan. Dia sekaligus
merupakan seorang filantrofis, ideologis, miliuner, brilian,
dan mujahid. Menurut Dr. Ijaz Hussain, Direktur Departemen
Hubungan Internasional Qua-i-di Azam, Universitas Islamabad,
Osama adalah "some kind of a hero in this part of the
World".
Atas terbitnya buku ini, sekali lagi, terima kasih kepada
Penerbit Mizan dan teman-teman saya, terutama saudara Samson
Rahman, Erizal Ilyas, Amir Faesal, M. Iqbal yang telah
banyak memotivasi saya, dan kepada teman-teman lain yang
tidak mungkin saya sebutkan di sini satu per satu. Tidak
lupa pula kepada ayahanda, H. Basori, dan Ibunda Hasanah
serta Ibunda Sofiah yang telah sabar mendidik dan terus
mendorong saya untuk belajar. Tentu tidak lupa terima kasih
kepada istri saya tercinta, Nurhafni, yang telah meluangkan
waktu dan dengan sabar mengoreksi terjemahan buku ini hingga
sampai di meja redaksi.
Semoga ini menjadi amal baik kita semua di kemudian hari.
Amin!
Wassalam,
Islamabad, 9 Februari 2000
Ahmad Dumyathi Bashori
|