|
TUJUH BELAS
SENJATA-SENJATA NUKLIR ISRAEL
Program Israel untuk memproduksi senjata-senjata nuklir
hampir sama tuanya dengan negara Yahudi itu sendiri. Sponsor
pertamanya adalah Perancis, yang membantu membangun
fasilitas nuklir rahasia Israel di Dimona di Gurun Negev
pada akhir 1950-an dan awal 1960-an. Para pejabat Israel
tidak pernah mengakui secara resmi bahwa Israel mempunyai
senjata-senjata nuklir. Sebagai gantinya, mereka membatasi
diri dengan frasa bahwa Israel "tidak akan menjadi pihak
pertama" yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur
Tengah. Namun, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa
Israel telah memiliki senjata-senjata semacam itu sejak
pertengahan 1960-an.1
OMONG KOSONG
"Israel tidak berniat memproduksi
senjata-senjata nuklir. Program (nuklir)-nya semata-mata
dimaksudkan untuk memanfaatkan energi atom bagi tujuan
damai." Pernyataan pemerintah Israel,
19602
FAKTA
Setelah secara resmi meyakinkan Washington pada 19
Desember 1960, bahwa Israel tidak mempunyai program senjata
nuklir, Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion dua hari
kemudian mengadakan pertemuan di hadapan Knesset dan mengaku
bahwa sebuah reaktor nuklir tengah dibangun di Dimona, Gurun
Negev. Namun, dia berkeras, itu semata-mata untuk tujuan
damai.3
Ben-Gurion bersumpah bahwa fasilitas Dimona akan "memenuhi
kebutuhan-kebutuhan industri, pertanian, kesehatan, dan ilmu
pengetahuan," sambil menambahkan bahwa fasilitas tersebut
akan terbuka untuk menerima para siswa pengikut latihan dari
negeri-negeri lain.4
Tak satu pun dari pernyataan-pernyataan ini yang terbukti
kebenarannya.
Pengakuan Ben-Gurion pada 1960 bahwa Dimona adalah sebuah
fasilitas nuklir merupakan suatu titik balik yang
menentukan, sebab sebelumnya penjelasan resmi Israel
mengenai pembangunan di Dimona, yang dilaksanakan dengan
bantuan Perancis, adalah bahwa bangunan itu merupakan sebuah
pabrik tekstil atau stasiun pompa.5
Sangkalan-sangkalan Israel sebelumnya pada Amerika Serikat
mengenai tujuan Dimona yang sebenarnya menyulut kemarahan
beberapa anggota Kongres.
Dalam suatu sesi rahasia dari Komite Hubungan Luar Negeri
Senat pada awal 1961, Senator Bourke Hickenlooper meledak:
"Saya kira orang-orang Israel telah membohongi kita seperti
pencuri-pencuri kuda mengenai hal ini. Mereka telah
menyelewengkan, memberi gambaran keliru, dan memalsukan
mentah-mentah fakta-fakta di masa lalu. Saya kira masalah
ini benar-benar serius, mengingat semua yang telah kita
lakukan untuk mereka, dan balasan mereka adalah dengan
bertindak dengan cara ini menyangkut fasilitas reaktor
produksi yang sangat jelas ini, yang mereka bangun dengan
diam-diam, dan yang secara konsisten, dan dengan
tegas-tegas, tidak mereka akui tengah mereka
bangun."6
Meskipun timbul sentimen-sentimen semacam itu, Amerika
Serikat tidak pernah mengambil tindakan sungguh-sungguh
untuk mencegah Israel meneruskan pengembangan
senjata-senjata nuklir mereka. Satu-satunya usaha setengah
serius dilakukan oleh Presiden Kennedy pada awal 1960-an.
Dia mendesak agar Israel membiarkan para pengawas AS
memasuki Dimona. Namun para teknisi Israel membangun sebuah
ruang kontrol yang seluruhnya palsu di instalasi Dimona
untuk menipu orang-orang Amerika mengenai jenis riset
sesungguhnya yang tengah dikerjakan. Tipu muslihat itu
berhasil dan inspeksi berakhir pada 1969 --setahun setelah
CIA melaporkan bahwa Israel mempunyai senjata-senjata
nuklir-- tanpa menemukan sesuatu yang
mencurigakan.7
Dalam tahun-tahun itu Israel telah melunakkan
pernyataan-pernyataan publiknya. Pada mulanya
pernyataan-pernyataannya terbatas pada formulasi yang
diucapkan oleh Perdana Menteri Levi Eshkol pada pertengahan
1960-an: "Saya telah berkata sebelumnya dan saya ulangi kini
bahwa Israel tidak mempunyai persenjataan atom dan tidak
akan menjadi pihak pertama yang memperkenalkan
senjata-senjata tersebut di wilayah kita
ini."8 Sejak itu
Israel membatalkan sangkalan-sangkalannya bahwa ia mempunyai
suatu program nuklir atau senjata-senjata nuklir dan hanya
menegaskan bahwa Israel tidak akan "menjadi pihak pertama
yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur
Tengah."9
CIA dan para ahli lainnya di seluruh dunia percaya bahwa
Israel memiliki bukan hanya senjata-senjata nuklir melainkan
juga sarana-sarana untuk mengirimkannya ke jarak jauh.
Sebuah laporan lima halaman CIA bertanggal 4 September 1974
mengemukakan kesimpulannya bahwa Israel adalah suatu
kekuatan nuklir "berdasarkan bukti-bukti bahwa Israel
menyimpan sejumlah besar uranium, setengahnya diperoleh
dengan cara sembunyi-sembunyi; sifat mendua dari upaya-upaya
Israel di bidang pengkayaan uranium; dan investasi Israel
dalam suatu sistem misil yang sangat mahal yang dirancang
untuk mengakomodasi ujung-ujung peledak senjata
nuklir."10
Israel dapat mengirimkan ujung-ujung peledak senjata nuklir
dengan misil balistik 260 mil-nya yang dinamai Jericho;
dengan Jericho yang telah dipercanggih, yang mempunyai
jangkauan lebih dari 500 mil; atau dengan artileri,
senjata-senjata kapal, atau pesawat-pesawat
udara.11 Pada
September 1988 Israel meluncurkan sebuah satelit percobaan,
Ofek-1(Cakrawala), ke orbit eliptis 250 hingga 1.000
kilometer. Seorang analis Amerika mengatakan, data
menunjukkan bahwa roket yang meluncurkan satelit itu cukup
kuat untuk membawa sebuah senjata nuklir ke Moskow atau
Lybia.12
Menurut wartawan Seymour Hersh, yang membuat suatu telaah
mengenai program Israel: "Pada pertengahan 1980-an, para
teknisi di Dimona telah menciptakan beratus-ratus ujung
peledak netron berkadar rendah yang mampu menghancurkan
sejumlah besar pasukan musuh dengan kerusakan properti
minimal. Ukuran dan kecanggihan persenjataan Israel
memungkinkan orang-orang seperti Ariel Sharon untuk bermimpi
mengubah peta Timur Tengah dengan bantuan ancaman tak
langsung dari kekuatan nuklir."13
Tak satu pun langkah-langkah utama Israel untuk
mengembangkan persenjataan nuklir yang tidak terdeteksi oleh
intelijen AS. Namun Amerika Serikat tidak berbuat apa-apa
untuk menyimpan jin nuklir Israel di dalam botol. Hersh
menyimpulkan: "Kebijaksanaan Amerika menyangkut persenjataan
Israel... bukan hanya menunjukkan kelalaian biasa: itu
adalah kebijaksanaan yang diambil dengan sadar untuk
mengabaikan kenyataan."14
Jenderal Amnon Shahak-Lipkin, wakil kepala staf Pasukan
Pertahanan Israel, menyatakan pada April 1992: "Saya percaya
bahwa negara Israel sejak sekarang harus menggunakan seluruh
kekuatannya dan mengarahkan seluruh usahanya untuk mencegah
pengembangan nuklir di setiap negara Arab mana pun...
Menurut pendapat saya, semua atau hampir semua sarana yang
dapat dipakai untuk mencapai tujuan itu sah-sah
saja."15
Ancaman-ancaman Israel mengenai pengembangan
senjata-senjata semacam itu oleh negara-negara Arab adalah
munafik. Bagaimanapun juga, orang-orang Israel adalah yang
pertama mengembangkan senjata-senjata nuklir di wilayah
itu.
Lebih-lebih, mencegah pengembangan senjata-senjata nuklir
adalah tugas dari Agen Energi Atom Internasional di Wina,
yang bekerja di bawah pengawasan internasional melalui
Perjanjian Non-Proliferasi Senjata-senjata Nuklir. Hampir
semua negara Arab telah menandatangani perjanjian itu.
Israel belum.
Tetapi Israel telah bertindak sebagai polisi nuklir
wilayah itu, dengan akibat-akibat yang mengerikan. Pemboman
yang dilakukannya pada 1981 atas fasilitas riset nuklir
Osirak milik Irak di dekat Baghdad, lebih dari 600 mil dari
perbatasan Israel, dengan pesawat-pesawat perang buatan AS
dan bantuan langsung Amerika Serikat telah menyulut
kemarahan Irak.16
Fasilitas Osirak adalah proyek teknologi paling canggih di
dunia Arab, dan kehilangan itu merupakan pukulan besar bagi
Irak. Kehilangan itu terutama sangat menyakitkan sebab Irak
adalah penandatangan perjanjian Non-Proliferasi Nuklir,
sementara Israel bukan.17
Orang-orang Amerika pendukung Israel di kemudian hari
mengucapkan selamat pada negara Yahudi itu pada saat
berlangsungnya Perang Teluk 1991 karena serangan yang
dilakukannya memberikan pukulan awal pada sikap militan
Saddam. Namun tidak diragukan lagi bahwa hal itu berakibat
tumbuhnya kebencian Saddam terhadap hubungan Amerika Serikat
dengan Israel, menambah kecurigaannya pada Barat, dan
mendorong sikap pelanggaran hukumnya. Betapapun irasionalnya
sebagai seorang pemimpin, Saddam menyimpan kecurigaan yang
berdasar kuat akan usaha-usaha AS-Israel untuk menghancurkan
stabilitas Irak.18
Sebuah tajuk rencana di New York Times mencatat pada
waktu itu bahwa serangan Israel merupakan tindakan "agresi
yang picik dan tak terampuni."19
Serangan itu kemungkinan telah mendorong Saddam untuk
melakukan sejumlah aksi penting, yang tak satu pun menyentuh
kepentingan Amerika Serikat. Ini termasuk meningkatnya
campur tangan dalam perang saudara di Lebanon dan dukungan
dari sebagian teroris paling radikal di wilayah itu, seperti
Abu Nidal.20
Serangan Israel itu mungkin juga telah mendorong Saddam
untuk melakukan upaya-upaya baru mendapatkan teknologi
Barat, termasuk operasi diam-diam untuk mengembangkan
fasilitas-fasilitas nuklir. Upaya-upaya ini secara
keseluruhan berhasil menambah kecanggihan teknologi mesin
militer Irak.21
Dalam kenyataannya, serangan Israel merupakan puncak dari
kampanye teror rahasia Israel yang dinamakan Operasi Sphinx
yang ditujukan pada program nuklir
Irak.22 Operasi
itu dimulai sejak 6 April 1979, ketika tiga ledakan bom di
fasilitas nuklir milik perusahaan Perancis Constructions
Navales et Industrialles de la Mediterranee di La
Seyne-sur-Mer dekat Marseilles membakar inti reaktor yang
hendak dikapalkan ke Irak. Sabotase ini mengundurkan program
Irak selama setengah tahun.23
Bom-bom juga dipasang di kantor-kantor dan rumah-rumah para
pejabat pemasok kunci Irak di Italia dan Perancis pada tahun
itu.24 Kemudian
pada 13 Juni 1980, Dr. Yahya Meshad, seorang ahli fisika
nuklir Mesir yang bekerja pada Komisi Energi Atom Irak,
terbunuh di Paris di dalam kamarnya. Meshad berada di Paris
untuk memeriksa uranium yang telah diperkaya yang hendak
dikapalkan sebagai bahan bakar utama bagi reaktor Irak.
Menurut seorang Israel yang membelot dari Mossad, Victor
Ostrovsky, Meshad adalah korban dari agen-agen rahasia
Israel.25 Di
Amerika Serikat para pendukung Israel bersedia menghambat
usaha-usaha pemerintah untuk merintangi proliferasi di
negara-negara lain jika tindakan-tindakan semacam itu dapat
mengancam Israel. Wakil Rakyat dari partai Demokrat Stephen
J. Solarz dan Jonathan B. Bingham, keduanya dari New York,
membatalkan amandemen mereka untuk melarang bantuan ke
negeri-negeri pembuat senjata nuklir setelah Kementerian
Luar Negeri memberi informasi bahwa Israel mungkin akan
terkena larangan tersebut. Setelah mendapat penerangan
singkat dari Wakil Menteri Luar Negeri James L. Buckley,
Solarz berkata: "Kami tidak ingin mendapati diri kami berada
dalam posisi di mana kita secara kurang hati-hati dan
sembrono menciptakan suatu situasi yang mungkin dapat
mendorong dipotongnya bantuan ke Israel. Mereka meninggalkan
kesan bahwa permintaan itu akan mendorong penemuan oleh
pemerintah bahwa Israel telah menciptakan bom.
"26
OMONG KOSONG
"Keputusan Israel untuk tidak terikat
Perjanjian Non-Proliferasi didasarkan terutama pada
alasan-alasan bahwa perjanjian itu hanya sedikit
berpengaruh dalam menghambat pengembangan nuklir di
wilayah itu." --AIPAC, 199227
FAKTA
Israel sudah mulai memproduksi senjata-senjata nuklir
sebelum Perjanjian Non-Proliferasi diumumkan secara resmi
pada 1968. Tidak ada negara Arab yang berencana untuk
mengembangkan peralatan nuklir pada waktu itu. Namun Israel
telah menolak seluruh upaya internasional dan AS untuk
menandatangani perjanjian atau membuka fasilitas-fasilitas
nuklirnya bagi pengawasan internasional. Alasannya jelas:
sejak 1968, menurut CIA, Israel telah memiliki
senjata-senjata nuklir.28
Serangkaian laporan intelijen yang bocor dan cerita-cerita
di balik berita sejak itu mengemukakan tentang kemajuan
program nuklir Israel yang ambisius.29
Namun rincian asli dari program Israel baru diketahui publik
pada 5 Oktober 1986, ketika Mordechai Vanunu, seorang
pekerja yang tidak puas di Dimona, berbicara pada Sunday
Times London. Vanunu melaporkan bahwa Israel mempunyai
"paling sedikit 100 hingga 200 senjata nuklir." Dia
mengungkapkan bahwa Israel telah memproduksi senjata-senjata
selama dua puluh tahun dan bahwa kini ia merupakan kekuatan
nuklir terdepan. Tidak ada pejabat Amerika atau ahli fisika
nuklir yang menyanggah deskripsi itu.
Catatan Kaki:
1 Untuk latar belakang
mengenai program nuklir Israel, lihat, antara lain, Geoffrey
Aronson, "Hidden Agenda: US-Israeli Relation and the Nuclear
Question;" Middle East Journal, Musim Gugur 1992;
Frank Barnaby, "The Nuclear Arsenal in the Middle East,"
Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1987;
Beit-Hallahmi, The Israeli Connection; Cockburn,
Dangerous Liaison; Gaffney, Dimona: The Third
Temple? Green, Taking Sides; Hersh, The Samson
Option; Jabber, Israel and Nuclear Weapons; Raviv
dan Melman, Every Spy a Prince; Rogers dan Cervenka,
The Nuclear Axis; Spector, Nuclear Proliferation
Today; Weissman dan Krosney, The Islamic Bomb.
Karya Hersh adalah terbitan paling akhir, muncul pada
pertengahan 1991, dan sepenuhnya membicarakan tentang
program nuklir Israel.
2 Dana Adams Schmidt,
New York Times, 22 Desember 1960; Kementerian Luar
Negeri AS, "Statement Issued by the Department of State,
December 19, 1960," American Foreign Policy: Current
Documents, 1960, 501.
3 Bar-Zohar,
Ben-Gurion, 270-71.
4 New York Times,
22 Desember 1960.
5 Schmidt, New York
Times, 22 Desember 1960.
6 Spector, Nuclear
Proliferation Today, 121.
7 Hersh, The Samson
Option, 111.
8 James Feron, New
York Times, 19 Mei 1966. Juga lihat Aronson, Conflict
and Bargaining in the Middle East, 50-51.
9 Spector, Nuclear
Proliferation Today, 117.
10 New York
Times, 25 Juni 1981. Dokumen itu dirilis pada 1978 atas
permintaan Akta Kebebasan Informasi; CIA di kemudian hari
menyatakan bahwa rilis tersebut merupakan suatu
"kesalahan.
11 Ali A. Mazrui et
al., Study on Israeli Nuclear Armament (United
Nations, 1982), 16; Beit-Hallahmi, The Israeli
Connection, 136.
12 Glenn Frankel,
Washington Post, 20 September 1988; Thomas L.
Friedman, New York Times, 24 Maret 1989.
13 Hersh, Samson
Option, 319.
14 Ibid.
15 Dikutip dalam Israel
Shahak, "Israel's Nuclear Weapons Strategy: Not for
Discussion in English," Washington Report on Middle East
Affairs, Juli 1992.
16 Cockburn,
Dangerous Liaison, 323-24.
17 Tillman, The
United States in the Middle East, 38. Juga lihat Green,
Living by the Sword, 135-52; Hersh, The Samson
Option, 8-10; Raviv dan Melman, Every Spy a
Prince, 250-52; Woodward, Veil, 160.
18 Seale, Asad of
Syria, 359-62; Donald Neff, "The U.S., Iraq, Israel and
Iran: Backdrop to War;" Journal of Palestine Studies,
Musim Panas 1991.
19 New York
Times, 9 Juni 1981.
20 Kelompok 15 Mei Abu
Nidal menjadi luar biasa aktif pada 1982-1983, menyerang
sasaran-sasaran Israel, Yahudi, dan AS di seluruh dunia;
lihat Steven Emerson, "Capture of a Terorist;" New York
Times Magazine, 21 April 1991.
21 Jeffrey Smith,
Washington Post, 22-23 Juli 1992.
22 Ostrovsky dan Hoy,
By Way of Deception,1-28; Raviv dan Melman, Every
Spy a Prince, 250- 52.
23 Sebagai tambahan bagi
Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception, dan Raviv dan
Melman, Every Spy a Prince, lihat Weissman dan
Krosney, The Islamic Bomb.
24 Spector, Nuclear
Proliferation Today, 176-77.
25 Ostrovsky dan Hoy,
By Way of Deception, 23.
26 Judith Miller,
New York Times, 9 Desember 1981.
27 Bard dan Himelfarb,
Myths and Facts, 292.
28 Washington
Post, 2 Maret 1978; David Burnham, New York
Times, 2 Maret 1978.
29 Misalnya, pada 31
Juli 1975, The Boston Globe melaporkan bahwa Israel
diyakini oleh "para analis senior Amerika di kalangan
masyarakat keamanan Amerika" telah memiliki lebih dari
sepuluh bom nuklir, pada 12 April 1976, Time
melaporkan bahwa Israel mempunyai tiga belas bom dan suatu
waktu telah mempertimbangkan untuk menggunakannya dalam
perang 1973; pada 1980 mantan kepala Komisi Energi Atom
Perancis, Francis Perrin, berkata: "Kami yakin orang-orang
Israel mempunyai bom nuklir... Mereka mempunyai fasilitas
yang memadai untuk memproduksi satu atau dua bom setahun."
Lihat Spector, Nuclear Proliferation Today, 132.
|