Dialog Masalah Ketuhanan Yesus

oleh Antonius Widuri dan Bahaudin Mudhary

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota


| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Bahaudin Mudhary |

MALAM YANG KELIMA

Dosa Waris

AW: Saya ingin menerima penjelasan dari bapak kyai, tentang kepercayaan kepada dosa waris yang disebabkan karena dosanya Adam dan Hawa.

BM: Baiklah, saya akan berikan jawabannya, tetapi sebelumnya saya ajukan pertanyaan: Betulkah menurut kepercayaan Kristen bahwa anak cucu Adam dan Hawa dari sejak dilahirkan sudah membawa dosa.

AW: Betul begitu, karena Adam dan Hawa berdosa, maka cucunya menerima warisan dosa dari keduanya.

BM: Mengapa dosa Adam dan Hawa diwariskan kepada cucunya, mestinya setiap manusia memikul dosanya dari perbuatannya sendiri, bukan memikul dosanya orang lain.

AW: Tetapi menurut ajaran Kristen, setiap manusia pada sejak waktu dilahirkan sudah memikul dosa, atau menerima warisan dosa dari dosanya Adam dan Hawa. Oleh karena kedatangan Yesus itu adalah untuk menebus dosa-dosa manusia dari warisan Adam dan Hawa tersebut.

BM: Kalau keterangan saudara benar pada ajaran Kristen, silahkan saudara periksa kitab Nabi Yehezkiel pasal 18 ayat 20.

AW: Pasal dan ayat tersebut menyebutkan: "Orang berbuat dosa, ia itu juga akan mati; maka anak tiada akan menanggung kesalahan bapaknya, dan Bapa pun tiada akan menanggung kesalahan anak-anaknya; kebenaran orang yang benar akan tergantung atasnya dan kejahatan orang fasik pun akan tergantung atasnya."

BM: Jelas Bibel sendiri menyebutkan bahwa setiap manusia akan menanggung sendiri perbuatan baik maupun buruk, tidak boleh dibebankan atau diwariskan kepada orang lain. Berdasarkan ayat tersebut, maka dosa Adam dan Hawa harus ditanggung sendiri oleh keduanya. Tetapi mengapa dosa Adam dan Hawa harus diwariskan atas anak cucunya, sehingga anak cucunya ikut serta menanggung dosanya; padahal kitab Injil sendiri tegas menyebutkan bahwa setiap perbuatan baik atau buruk yang dikerjakan oleh seseorang tidak dapat dibebankan atas orang lain. Baiklah, saya teruskan pertanyaan saya pada saudara; sejak umur berapa saudara dibaptis.

AW: Kata orang tua saya, sejak umur tiga bulan dibawa ke gereja dan di sana dibaptis, oleh karena setiap manusia sejak dilahirkan sudah membawa dosanya Adam dan Hawa yang disebut Dosa Waris, jadi sejak bayipun sudah membawa dosa; oleh karenanya saya dibaptis waktu masih kecil.

BM: Apakah perbuatan demikian itu berdasarkan kitab Bibel

AW: Saya berkeyakinan demikian. Sebagaimana saya terangkan bahwa bayi yang baru dilahirkan itu tidak suci, yakni sudah membawa dosanya Adam dan Hawa.

BM: Kalau begitu, bayi yang belum dibaptis sekiranya ia meninggal dunia (mati) tentu tidak akan masuk surga, sebab matinya ada membawa dosanya Adam dan Hawa.

AW: Ya, mestinya demikian.

BM: Silahkan periksa Matius pasal 19 ayat 14.

AW: Di pasal dan ayat ini menyebutkan: "Tetapi kata Yesus. 'Biarkanlah kanak-kanak itu, jangan dilarangkan mereka itu datang kepadaku, karena orang yang sama seperti inilah yang empunya kerajaan surga.'"

BM: Nah, … perhatikanlah di ayat itu nyata-nyata Yesus sendiri yang berkata ia mengakui kesuciannya kanak-kanak. Sedangkan mereka belum mengakui kesalibannya Yesus dan juga belum dibaptiskan, tetapi mempunyai kerajaan surga. Jadi berdasarkan pengakuan Yesus sendiri bahwa kanak-kanak itu tidak membawa dosa waris dari Adam dan Hawa, oleh karena itulah Yesus berkata: Mereka adalah suci dari dosa dan dengan sendirinya masuk surga. Saya ingin bertanya lagi, Saudara waktu umur tiga bulan itu sudah membawa dosakah atau belum.

AW: Kalau berdasarkan perkataan Yesus yang bapak katakan tadi, tentu tidak.

BM: Jadi masih suci dari dosa walaupun tanpa dibaptiskan.

AW: Ya betul demikian.

BM: Kalau begitu, apakah gunanya saudara dibaptis pada waktu umur tiga bulanitu?

AW: Waktu umur tiga bulan tentu saya tidak tahu apa-apa.

BM: Saya bertanya sekarang, bukan bertanya kepada saudara diwaktu saudara berumur tiga bulan. Jadi apakah sekarang saudara sudah menyadari tentang tidak adanya dosa waris.

AW: Seperti bapak terangkan tadi, berdasarkan pengakuan Yesus sendiri tentu saya menyadarinya. Karena, Yesus sendiri yang mengatakan bahwa anak-anak itu suci pada waktu dilahirkan.

BM: Nah, bagaimanakah sekarang, masih adakah pandangan saudara terhadap dosa waris.

AW: Tentu saja harus menyadari berdasarkan perkataan Yesus sendiri bahwa anak-anak yang baru dilahirkan itu suci tidak membawa dosa sedikitpun.

BM: Tidak membawa dosa yang bagaimana?

AW: Ya, tidak membawa warisan dosa dari Adam dan Hawa.

BM: Kalau begitu saudara telah mengakui bahwa dosa waris itu tidak ada?

AW: Ya, demikianlah harus saya akui berdasarkan Kitab Bibel sendiri.

BM: Syukur saudara telah mengakui tidak adanya dosa waris, kalau dosa waris itu turun-temurun, maka anak yang baru lahir yang belum tahu apa-apa belum bisa memisahkan antara yang baik dan buruk, kalau bayi itu mati ia membawa dosa dan masuk neraka, dan dimanakah letaknya keadilan Tuhan kalau demikian.

AW: Ya, saya bisa terima keterangan Bapak.

BM: Nah, coba pikirkan dengan penuh kesadaran. Kalau ada seorang tua dari beberapa orang anak, dan orang tua itu menjadi penipu, pencuri, penghianat, berbuat aniaya, kejam, dan bermacam-macam dosa ia kerjakan, lalu ia dihukum masuk penjara, apakah anak-anaknya juga diharuskan menanggung dosa orang-orang tuanya, lalu anak-anak itu harus dihukum juga masuk penjara dengan alasan dosa waris. Apakah pengadilan semacam itu akan dikatakan penegak keadilan.

AW: Terima kasih, saya sudah menyadari, bahwa dosa itu tidak bisa diwariskan atau dioperkan kepada orang lain.

BM: Syukur kalau begitu.

AW: Akan tetapi kalau dosa itu tidak bisa diwariskan mestinya pahala juga tidak diwariskan. Bagaimanakah menurut ajaran agama Islam dalam hal itu.

BM: Tidak bisa, malah tidak boleh; baik pahala maupun dosa dioperkan pada orang lain.

AW: Jawaban "tidak boleh" itu apakah menurut pendapat bapak sendirikah atau menurut ajaran Islam.

BM: Menurut ajaran Islam, pahala seseorang tidak boleh diwariskan atau dioper kepada orang lain, begitu juga dosanya seseorang tidak boleh diwariskan kepada orang lain. Setiap orang menanggung sendiri pahala dan dosanya atas perbuatannya sendiri.

AW: Akan tetapi saya pernah membaca sebuah buku agama Islam yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad pernah berkorban seekor kambing buat umatnya sekalian dan buat familinya. Ini berarti bahwa Nabi Muhammad mewariskan atau mengoperkan pahala kepada orang lain, yakni kepada umatnya dan familinya. Yang demikian itu bukan dosa waris, tetapi jelas pahala waris. Jadi di dalam ajaran Islam ada juga pahala waris, maka saya kira bapak tidak perlu urus tentang dosa-dosa waris dalam ajaran Kristen, kalau didalam ajaran Islam terdapat ajaran pahala waris atau ajaran oper pahala.

BM: Kalau buku agama Islam yang saudara baca mau dijadikan pokok tentang bolehnya warisan pahala, mestinya orang Islam boleh sembahyang dan berpuasa, lalu diwariskan pahalanya buat sekalian umat Islam yang masih hidup dan yang mati, tetapi tidak ada umat Islam yang berbuat demikian, kalaupun ada, mungkin karena mereka tidak tahu, bahwa perbuatan yang demikian itu, bertentangan dengan kitab sucinya Al-Qur'an. Jadi bukan kitab sucinya yang salah, tetapi penganutnya sendiri, dan berbeda dengan kitab Bibel yang mengandung banyak perselisihan antara satu ayat dengan yang lain. Di dalam kitab suci Al-Qur'an, tidak terdapat ajaran pahala waris maupun dosa waris. Akan tetapi dalam kitab Bibel (Kristen) antara satu ayat dengan ayat yang lain bersimpang siur.

AW: Saya pernah membaca kitab terjemahan Al-Qur'an bahasa Indonesia, kalau tidak keliru di dalam surat Ath Thurr ayat 21 ada menyebutkan yang maksudnya bahwa anak-anak orang mukmin akan dimasukkan surga lantaran ibu bapaknya. Jadi lantaran amalan ibu bapaknya anak-anak itu masuk surga. Kalau yang demikian itu bukan pahala waris, lalu apakah namanya.

BM: Ayat Al-Qur'an yang saudara maksudkan itu bunyinya akan saya bacakan sebagai berikut: Yang artinya: "Dan mereka yang beriman dan diikuti oleh anak-anak cucunya (keturunannya) dengan keimanan pula. Kami (Allah) kumpulkan anak cucu itu dengan mereka dan tiadalah kami kurangi pahala amalan mereka sedikit juapun." (Surat Ath Thurr ayat 21). Di ayat ini jelas menyebutkan tidak adanya pahala waris, malah tanggungan pun mengenai pahala warispun tidak ada. Yang masuk surga bersama Ibu bapaknya itu adalah anak-anak yang belum baligh, karena yang sudah baligh tentu bertanggung jawab sendiri. Oleh karenanya dalam ayat tersebut ada sambungannya. Yang artinya: "Setiap orang bertanggung jawab (terikat) oleh amalannya sendiri-sendiri (masing-masing)." Jadi setiap orang menanggung dosa dan pahala atas perbuatannya masing-masing bukan warisan dari orang lain.

AW: Apakah di dalam Kitab Al-Qur'an ada yang lebih tegas menyebutkan bahwa dosa dan pahala itu tidak dapat diwariskan atau dihadiahkan pada orang lain.

BM: Ada, cukup banyak.

AW: Maafkan, kami ingin mengetahui di surat apa, dan di ayat berapa, kami akan cocokkan dirumah, karena kami ada mempunyai kitab terjemahan Al-Qur'an Bahasa Indonesia. Mungkin juga saudara-saudara yang hadir di sini juga memerlukan juga.

HADIRIN: Perlu diterangkan, karena memang penting diterangkan.

BM: Apakah tidak sebaiknya kita bersama-sama memeriksa di sini saja, kalau saudara menyetujui saya suruh ambilkan Al-Qur'an lalu saya tunjukkan surat dan ayatnya sekali. Bagaimana, apakah sekarang juga.

AW: Kalau Bapak hafal lebih baik sebutkan sekarang saja ayat-ayatnya, akan kami catat: lalu akan kami cocokkan dirumah dengan Al-Qur'an kami. Tapi kalau bapak tidak hafal kami minta besok malam untuk menghemat waktu.

BM: Insya Allah saya hafal ayat-ayatnya.

AW: Baik, silahkan bapak sebutkan, kami akan catat.

BM: Saya akan sebutkan nama-nama surat dan nomor ayatnya, lalu saya akan beri keterangan dan saudara catat nama Surat dan nomor ayatnya yang sebut, lalu cocokkan lagi dirumah.

AW: baik, kami setuju.

BM: 1. Surat Al Baqarah, ayat 286: "Kepada dirinya apa yang ia kerjakan, dan atas dirinya apa yang dia lakukan." Maksudnya, baik dan buruknya suatu perbuatan, harus ditanggung sendiri oleh yang mengerjakannya, tidak boleh dibebankan atas orang lain.

2. Surat Al Baqarah, ayat 123: "Dan Hendaknya kamu takut pada suatu hari (kiamat) tidak berkuasa seorang membebaskan sesuatu atas orang lain." Maksudnya, kelak dihari kiamat, seseorang tidak berkuasa menebus dosanya orang lain, dan pahala tidak diperbolehkan atas orang lain. Masing-masing harus menanggung sendiri perbuatannya baik maupun jahat.

3. Surat Al Ankabut, ayat 6: "Siapa yang giat berusaha maka usahanya itu untuk dirinya sendiri."

4. Surat Yaasiin, ayat 54: "Maka pada hari kiamat, tidak seorangpun akan teraniaya, dan kamu tidak akan dibalas, melainkan apa yang kamu sendiri telah kerjakan."

5. Surat Al Isra', ayat 15: "Dan seseorang tidak berkuasa memikul dosanya orang lain."

6. Surat An Najm, ayat 38 dan 39: "Bahwa seseorang tidak berkuasa menanggung dosanya orang lain dan sesungguhnya seorangpun tidak akan menerima pahala melainkan daripada perbuatannya sendiri."

7. Surat Luqman, ayat 33: "Hai Manusia hendaklah kamu takut kepada suatu hari (kiamat) seorang bapak tidak berkuasa membebaskan anaknya (dari perbuatan anaknya), seorang anak tak akan berkuasa membebaskan perbuatan bapaknya."

Ayat-ayat yang saya sebutkan di atas tadi jelas sekali menunjukkan bahwa seseorang tidak berkuasa menebus dosanya atau mengambil oper pahala orang lain. Jadi dalam Islam, tidak ada manusia yang berkuasa menebus dosa, atau seorang pejabat menebus dosa, perbuatan baik atau jahat harus ditanggung sendiri oleh yang mengerjakannya. Saya kira sudah cukup ayat-ayat yang saya sebutkan, tetapi kalau saudara masih memerlukan, saya akan sebutkan lagi ayat-ayat yang lain.

AW: Sudah cukup, dan kami sudah mengerti, akan tetapi kami pernah membaca sebuah kitab yang menyebutkan sebuah Hadist Nabi Muhammad, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang menerangkan bahwa: "Mayit itu disiksa lantaran ditangisi oleh familinya." Berdasarkan Hadist tersebut berarti bahwa siksaan atas mayit itu, disebabkan perbuatan orang lain, bukan dari perbuatan dirinya sendiri. Mayit itu disiksa lantaran "perbuatan" tangisnya orang lain. Kami telah tanyakan kepada beberapa orang yang kami pandang mengerti tentang agama Islam, dan salah seorang guru agama Islam mengenal susunan Hadist tersebut memberikan jawaban bahwa hadist itu benar (sahih), oleh karena yang meriwayatkan adalah Imam Bukhari dan Imam Muslim.

BM: Hadist Nabi yang saudara bawakan itu susunannya demikian: "Telah berkata Umar dan Ibnu Umar: Bersabda Nabi Muhammad SAW. sesungguhnya mayit itu disiksa lantaran ditangisi oleh keluarganya (riwayat Bukhari dan Muslim)." Akan tetapi hakekatnya Hadist itu Tidak Sahih, oleh karena berlawanan dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Walaupun oleh karena saudara yang beragama Kristen, mungkin belum mengetahui tentang Hadist-hadist Sahih dan Hadist-hadist Palsu, maka agar saudara yang hadir dipertemuan ini dapat mengikuti juga, merasa perlu saya terangkan bahwa menurut kitab-kitab Ushul Fiqih dan kitab Musthalahul Hadist, yang disebut Hadist Nabi, bukan saja mesti sah riwayatnya malah mesti beres susunannya dan arti dari pada hadist itu HARUS tidak berlawanan dengan kitab Al-Qur'an. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim jelas diterangkan demikian. Maksud Hadist tersebut, tatkala hadist yang menerangkan bahwa mayit itu disiksa lantaran ditangisi oleh familinya, di dengar oleh Siti Aisyah (Istri Nabi), maka Siti Aisyah menolak kebenaran Hadist tersebut. Aisyah berkata: "Cukuplah buat kamu Ayat Al-Qur'an; Dan tidak berkuasa seseorang menanggung dosa orang lain.

AW: Nah, kalau begitu Pak Kyai, sekarang kami telah mengerti bahwa berdasarkan Kitab Bibel sendiri dan Kitab Al-Qur'an pada hakekatnya dosa waris dan pahala waris itu tidak ada. Yakni setiap manusia menanggung sendiri dosanya, dan pahalanya menurut perbuatannya masing-masing. Ini adil namanya.

BM: Ya, seharusnya begitu; sebagaimana tersebut dalam kitab Bibel dan Al-Qur'an yang telah kita baca tadi. Akan tetapi supaya lebih jelas dan tambah meyakinkan saudara, silahkan saudara periksa di Injil: "Surat kiriman Rasul Paulus kepada orang Rum Pasal 2 ayat 5 dan 6.

AW: Baik, surat dan ayat ini menyebutkan sebagai berikut: "Tetapi menurut degilmu dan hati yang tiada mau bertobat, engkau menghimpunkan kemurkaan keatas dirimu untuk hari murka dan kenyataan hukum Allah yang adil." "Yang akan membalas ke atas tiap-tiap orang menurut perbuatan masing-masing."

BM: Apakah di ayat ini Bibel menerangkan Dosa Waris.

AW: Tidak, malah sebaliknya setiap orang akan dibalas menurut amalnya masing-masing.

BM: Periksa lagi Matius pasal 16 ayat 27.

AW: Ayat ini menerangkan/menyebutkan: "Karena anak manusia akan datang dengan kemuliaan Bapanya beserta dengan segala malaikatnya; pada masa itu Ia akan membalas kepada tiap orang menurut perbuatannya."

BM: Apakah di ayat ini Bibel menerangkan Dosa Waris?

AW: Tidak ada, menurut ayat ini perbuatan dosa dan perbuatan baik akan ditanggung sendiri, tidak boleh dibebankan atau diwariskan pada orang lain.

BM: Jadi di Kitab Injil sendiri yang menyebutkan tidak adanya dosa waris.

AW: Ya, dari mana asalnya ada sebutan dosa waris itu.

BM: Apakah saudara masih memerlukan penjelasan lebih lanjut?

AW: Sudah sangat jelas sekali.

BM: Kalau begitu baiklah kita lanjutkan. Di ayat saudara bacakan tadi ada sebutan "Anak manusia … Bapanya." Silahkan saudara bacakan sekali lagi.

AW: Baik, awal ayat tersebut menyebutkan: "Karena Anak Manusia akan datang dengan kemuliaan Bapanya..."

BM: Bagaimana menurut pengertian saudara yang dimaksudkan dengan "Anak Manusia dan Bapanya."

AW: Anak manusia itu tentulah Yesus, sedang Bapa ialah Tuhan.

BM: Periksa lagi: "Surat kiriman yang kedua kepada orang Kristen " pasal 5 ayat 10.

AW: Baik ayat ini menyebutkan: "Karena tak dapat tiada kita sekalian akan jadi nyata dihadapan kursi pengadilan Kristus, supaya tiap-tiap orang menerima balasan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh tubuh itu, baik atau jahat."

BM: Ayat Injil sendiri yang menyebutkan, bahwa setiap orang harus bertanggung-jawab atas perbuatannya masing-masing, baik maupun jelek, tidak boleh dibebankan atau diwariskan kepada orang lain.

AW: Berdasarkan ayat-ayat Bibel yang bapak tunjukkan bahwa perbuatan baik atau jelek seseorang tidak dapat diwariskan kepada orang lain. Oleh karenanya, kepercayaan saya kepada dosa waris itu mulai luntur.

BM: Kalau begitu lantas bagaimana dosanya Adam dan Hawa, apakah dapat diwariskan kepada orang lain, tegasnya kepada anak cucunya.

AW: Berdasarkan ayat Bibel tersebut di atas tentu tidak. Jadi dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa, seharusnya ditanggung sendiri oleh keduanya, tidak bisa diwariskan kepada anak cucunya.

BM: Dalam sejarah Agama Kristen kita kenal yang disebut: "biechten," ialah orang yang berbuat dosa, dan "de biechtafleggen," ialah orang yang meminta ampun atas kesalahannya, dan "Biecht-vader," ialah orang-orang yang diberi wewenang memberi ampun. Setiap orang merasa menyesal atas kesalahannya dapat menerima ampunan dengan jalan membeli selembar surat yang menyebutkan bahwa orang yang berdosa sudah diberi ampun atas dosanya. Surat ampunan itu disebut "Aflaat-brieven" atau Indul gences, yang artinya kemurahan Tuhan.

AW: Ya, saya menyadari soal itu, keterangan bapak memuaskan saya.

BM: Bukan hanya demikian, akan tetapi Aflaat-brieven itu pada zaman dulu dipropaganda (gepredicht) di Negara Jerman oleh seorang rabib (nonnik) bernama "Tetzel" dalam tahun 1517 atas perintah Paus Leo, yang menjadi Paus pada tahun 1513-1521. Sebahagian dari pada hasil penjualan Aflaat-brieven itu digunakan untuk pendirian bangunan gereja "Saint Pieter Kerk" di kota Roma. Terlalu panjang kalau saya uraikan sejarah pemerintahan gereja di Eropa pada permulaan abad pertengahan.

AW: Terima kasih, kita lanjutkan saja soal yang lain, sekarang sudah larut malam, lain kali kami akan datang lagi.


Penerbit Kiblat Centre Jakarta 1981 Versi di atas ini merupakan kumpulan posting dalam milis di lingkungan ISNET yang diposting oleh: From: Dwi Santoso <DWIST@ptcpi.com> To: "'Islam'" <is-lam@isnet.org>


| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Bahaudin Mudhary |
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team