TIM PENGACARA GEREJA
Gereja Maranatha Jln. Pattimura No.1 Ambon - Indonesia
Pokok : Himbauan Kepada Umat Islam Di Luar Maluku
- Kepada Yth.:
- SEBAGIAN UMAT ISLAM DI LUAR MALUKU
- (yang tidak memahami kerusuhan dan kondisi Maluku)
- di Tempat
Kami TIM PENGACARA GEREJA (yang dibentuk oleh BADAN
PEKERJA HARIAN SINODE GEREJA PROTESTAN MALUKU dan KEUSKUPAN
AMBOINA) merasa perlu menghimbau dan mengingatkan
saudara-saudari sebagian umat Islam diluar Maluku yang tidak
memahami kerusuhan dan kondisi Maluku khususnya mereka yang
telah memberi andil bagi timbulnya suasana keruh melalui
upaya jihad atau upaya jahat lainnya yang telah/ akan
dilakukan.
Kami menghimbau dan mengingatkan saudara-saudari kerena
didasarkan pada pertimbangan- pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa terjadinya peristiwa kerusuhan di
Maluku yang dimulai dari kerusuhan Dobo (Kecamatan
Pulau-Pulau Aru, Kabupaten Maluku Tenggara) tanggal 15 - 17
Januari 1999, di Ambon pada tanggal 19 Januari 1999
berlanjut, selanjutnya ke daerah lain di Propinsi Maluku
hingga sekarang, adalah akibat perbuatan tidak bertanggung
jawab dari pihak-pihak tertentu yang tidak ingin menghargai
nilai-nilai moral, hukum dan memiliki pemahaman iman yang
dangkal. Mereka adalah oknum-oknum separatis yang ide
dasarnya adalah merobah dasar negara Indonesia "Pancasila"
menjadi negara berdasarkan agama.
2. Bahwa peristiwa kerusuhan di Maluku, dapat dikatakan
sebagai upaya sistematis yang dirancang dari luar Maluku;
kemungkinan sama motifnya dengan peristiwa kerusuhan berupa
pembakaran dan perusakan gedung-gedung gereja dan tidak ada
penyelesaian hukum secara jelas. Dicatat bahwa sampai
sekarang telah terdapat lebih dari 600 gedung gereja yang
dibakar dan dirusak di seluruh Indonesia
3. Bahwa perancang kerusuhan dan para pelaksanannya telah
dengan rapi memperdaya masyarakat umum, mengakibatkan mereka
(penyebab) dapat terhindar dari cercaan, makian dan tudingan
berbagai pihak. Sebaliknya korban dituduh sebagai penyebab
(provokator). Perencanaan dan pelaksanaan yang rapih itu
nampak melalui:
A. Persiapan pelaksanaan:
Sebelum terjadi peristiwa, dilakukan berbagai persiapan
dengan melibatkan tokoh-tokoh penting pada tingkatnya,
namun karena terlalu yakin akan berhasil tercapai, mereka
pun terlibat dalam pelaksanaan dengan peran yang nyata.
Perangkat pembantu antara lain SATGAS PENANGGULANGAN
IDULFITRI BERDARAH SEKSI HUKUM; telah dibentuk sebelum
peristiwa itu terjadi. Tim ini telah dibentuk pada tanggal 6
Januari 1999, padahal Idul Fitri dan kerusuhan Ambon baru
terjadi 13 hari kemudian, yakni tanggal 19 Januari 1999.
Penentuan hari "H" tepat pada hari raya Idul Fitri merupakan
waktu yang dianggap paling tepat untuk menarik simpati dan
memancing emosional umat Islam se-Indonesia dan dunia pada
umumnya seakan-akan umat Kristen adalah pelaku yang paling
biadab, paling bersalah dan paling bertanggung jawab dalam
kerusuhan itu.
B. Pelaksanaan:
Adanya dukungan aparat, Khususnya di kota Dobo dan
Kairatu; Camat dan beberapa aparat tingkat kecamatan
terlibat secara aktif, dengan peran mereka masing-masing.
Pemanfaatan media massa untuk memanipulasi fakta. Dapat
dibuktikan antara lain:
* Sopir bernama YOPY LEUHERY (Kristen) adalah
korban pemerasan dari preman asal Bugis/ Makassar (Islam),
dimanipulir oleh media massa sehingga telah menjadi kesan
masyarakat bahwa pelaku pemerasan adalah YOPY (Kristen)
* Ibu hamil bernama Ny. SERPIELA yang dibelah perutnya
dan mengeluarkan janin dari dalam kandungannya, begitupun
anaknya yang baru berumur 2 (dua) tahun dijadikan tameng;
dilakukan oleh pelaku dan disaksikan oleh suaminya yang
bernama JACOB SERPIELA (Kristen) pada saat warga Kristen di
dusun Benteng Karang diserang oleh penyerang-penyerang Islam
dari desa Hitu, Morela, Mamala dan Wakal; dimanipulir oleh
media massa sehingga menjadi kesan masyarakat umum bahwa ibu
hamil yang dibelah perutnya itu adalah seorang Islam yang
diperlakukan biadab oleh orang Kristen.
Penyerangan disertai penjarahan yang dilakukan oleh
penyerang dan penjarah dari desa Hitu, Morela, Mamala dan
Wakal (desa-desa Islam) pada dusun dan desa Kristen yakni
dusun Benteng Karang, Desa Nania, Desa Negeri Lama dan desa
Hunuth; dimanipulir oleh media massa sehingga menjadi kesan
masyarakat umum bahwa perbuatan biadab berupa penyerangan
dan penjarahan itu dilakukan oleh orang Kristen.
* Nn. Marlen Sitanala,SH. MS (Kristen) adalah dosen Fak.
Hukum Universitas Pattimura dan calon suaminya yang disiksa
dengan sadis, dibunuh kemudian mayat mereka dibuang ke
tempat pembuangan sampah; dimanipulir oleh media massa
sehingga menjadi kesan masyarakat umum bahwa Nn. MARLEN
adalah seorang Islam dan pekerjaannya adalah dosen Institut
Agama Islam Negeri (IAIN).
* Penyerangan yang dilakukan oleh warga kampung Rinjani -
Ahuru kepada umat Kristen di Jemaat Petra (Ahuru) pada Senin
tanggal 1 Maret 1999 sekitar jam 07.30 dan kemudian jatuh
korban pada kedua belah pihak; dimanipulir oleh media massa
menjadi kesan masyarakat umum bahwa penyerangan dan
pembantaian di lakukan oleh umat Kristen dan ABRI terhadap
umat Islam yang sementara bersembahyang subuh di dalam
mesjid.
* Penyerangan dan penjarahan oleh penduduk dari desa-desa
Islam di pulau Haruku yakni, desa Pelau, Kabau, Ori, dan
Kailolo ditambah penyerang dari beberapa desa di Pulau
Saparua dan Pulau Ambon serta beberapa dusun yang
penduduknya beragama Islam ke desa Kariu (desa Kristen) dan
menjarah harta milik masyarakat kemudian membakar seluruh
bangunan (rumah penduduk, sekolah dasar dan gedung gereja)
yang ada; dimanipulir oleh media massa sehingga telah
menjadi kesan masyarakat umum bahwa yang melakukan perbuatan
biadab berupa penyerangan dan penjarahan itu adalah penduduk
dari desa-desa Kristen terhadap desa Islam.
* Tembakan petugas ABRI mengakibatkan 3 (tiga) buah
gedung gereja rusak (gedung gereja Bethabara, gereja Silo,
gereja Petra), seorang meninggal dan melukai beberapa orang
saat umat Kristen sementara berdoa dipimpin oleh pendeta
dengan menggunakan pakaian jabatannya (toga) di dalam
gedung gereja Bethabara yang benar-benar terjadi, tidak
pernah diungkapkan oleh media massa, namun sebaliknya;
"tidak ada penembakan dan penyerangan ke dalam mesjid pada
saat sembahyang subuh", diberitakan oleh media massa
seolah-olah peristiwa itu ada.
* Tindakan sebagian petugas anggota KOSTRAD Ujung
Pandang membantu penyerangan umat Islam ke dalam
perkampungan umat Kristen, dan penembakan petugas ABRI
kepada umat Kristen yang mengakibatkan 32 (tiga puluh dua)
meninggal dan 113 luka; tidak pernah diungkap bahkan
ditutup sangat rapat oleh media massa; sehingga menjadi
kesan masyarakat umum bahwa umat Kristen di Maluku
diperlakukan sangat istimewa oleh anggota ABRI.
* Setiap penyiksaan yang dilakukan oleh anggota ABRI
terhadap umat Kristen yang tidak melakukan kesalahan atau
yang ditangkap membawa senjata tajam, atau yang diperiksa
oleh penyidik; sedang dilain pihak bagi umat Islam yang
ditahan atau disidik dapat dengan mudah bebas, tidak
diungkapkan oleh media massa; sehingga menjadi kesan
masyarakat umum seolah-olah umat Kristen diperlakukan sama
dengan umat Islam didepan hukum oleh aparat. Setiap kali
penyerangan diseluruh tempat yakni di desa Kariu (desa
Kristen) oleh penduduk desa Pelau, Kabau, Ori, Kailolo
(desa-desa Islam), di desa Waai (desa Kristen) oleh penduduk
desa Tulehu dan desa Liang termasuk dusun-dusun yang
berpenduduk Islam, di pulau Banda, di pulau Buru, di
Kecamatan Kairatu, di Dobo, di dusun Benteng Karang, desa
Nania, desa Negeri Lama (desa-desa Kristen) dan beberapa
tempat di Pulau Ambon; inisiatif penyerangannya adalah umat
Islam (kecuali di Pasar Gambus/ pertokoan Pelita);
dimanipulir oleh media massa sehingga telah menjadi kesan
masyarakat umum bahwa umat Kristen yang setiap saat
berinisiatif melakukan penyerangan.
* Umat Kristen banyak yang hijrah ke beberapa tempat di
Maluku karena desa dan lingkungan mereka dibumi hanguskan
oleh penyerang (Islam), tidak pernah disinggung oleh media
massa. Yang selalu disinggung dan dikomentari hanyalah umat
Islam asal Bugis, Buton dan Makassar yang kembali ke daerah
mereka dengan menggunakan kapal laut. Dengan pemberitaan
yang tidak seimbang oleh media massa akan menjadi kesan
masyarakat umum bahwa umat Kristen telha melakukan
pengusiran terhadap umat Islam dari Maluku.
* Dalam peristiwa kerusuhan di Maluku, telah 5 (lima)
buah desa adat/ desa asli (Kristen) yang dibumi hanguskan
yakni : desa Hila Kristen, Kariu, Nania, Negeri Lama dan
Tomahelu Timur; ditambah dengan banyak perkampungan Kristen
di kota Ambon yang hancur. Pada pihak lain, tidak satupun
desa adat/ asli Islam hancur. Kenyataan ini tidak pernah
diungkapkan oleh media massa, malahan sebaliknya diputar
balikkan sehingga menjadi kesan masyarakat umum bahwa
desa-desa yang paling banyak hancur akibat perbuatan biadab
umat Kristen adalah desa dan perkampungan Islam.
* Gedung gereja di desa/jemaat Hila Kristen dan gedung
gereja di Ai-Banda merupakan kebanggaan budaya bangsa,
karena berusia lebih dari 450 tahun; dibakar dan dihancurkan
oleh massa penyerang Islam, tidak pernah disinggung
sedikitpun oleh media massa. Sebaliknya media massa
mengangkat dan memutar balikkan fakta untuk mengundang
simpati umat Islam di tempat lain.
* Berbagai komentar di media massa yang mengarah pada
pemutar balikkan fakta dan upaya promosi diri. Antara lain
dengan mengatakan bahwa: " Kerusuhan di Ambon disebabkan
adanya kesenjangan dan kecemburuan di bidang ekonomi, karena
pendatang telah memiliki status ekonomi yang lebih baik dari
penduduk asli " padahal dalam kenyataannya para pendatang
khususnya suku Buton, Bugis, dan Makassar lebih banyak
menjadi gelandangan, tukang becak, penyapu jalanan, penjual
tas kresek dan pedagang kecil yang selalu menjadi beban
pembangunan daerah Maluku.
Berbagai manipulasi fakta lainnya. Bahwa apabila umat
Kristen dituduh merencanakan kegiatan kerusuhan di Maluku,
maka hal ini tidak dapat diterima karena:
1. Pada saat peristiwa kerusuhan terjadi di Ambon tanggal
19 Januari 1999, terdapat beberapa orang Kristen yang
sementara berada di desa Islam antara lain:
64 (enam puluh empat) orang Kristen dari
Gereja Kristen Perjanjian Baru melaksanakan kegiatan
Pemahaman Alkitab; berlangsung di daerah Hila Islam. Di
antara mereka ada yang diperkosa, disiksa dan dibunuh. Kaum
wanita di perkosa secara sadis. Ada pula diantara mereka
yang dapat meloloskan diri lari masuk ke dalam hutan.
8 (delapan) orang Kristen dari desa Ulath (pulau Saparua)
sementara membersihkan lahan cengkih, mereka akhirnya
dibunuh dan mayat mereka sampai sekarang tidak diketahui.
68 (enam puluh delapan) orang Kristen dari desa Ouw
(P.Saparua) berada di desa Seit (Islam).
Banyak orang Kristen yang berkunjung ke rumah-rumah umat
Islam untuk menyampaikan ucapan selamat hari Raya Idul
Fitri. Di antara mereka ada yang terjebak dan terbunuh.
Di daerah Batu Merah Dalam (kelurahan Amantelu) di gedung
gereja Bethebara terjadi persidangan Gereja pada tingkat
Klasis Kota Ambon. Yang berada pada persidangan gereja itu
adalah seluruh pimpinan gereja pada tingkat klasis kota,
seluruh pendeta di klasis kota Ambon, seluruh Majelis Jemaat
dan tokoh gereja yang diundang menjadi peserta persidangan.
Banyak orang Kristen yang membantu di rumah-rumah orang
Islam, dan lain-lainnya.
Apabila umat Kristen sebagai perencana, maka tidak
mungkin umat Kristen melakukan kegiatan dan berada pada
daerah-daerah tersebut.
2. Pada saat penyerangan dilakukan oleh kelompok Islam
dari desa Batu Merah (termasuk Gang Banjo) kepada masyarakat
di daerah perkampungan Kristen di daerah Mardika pada
tanggal 19 Januari 1999 (awal kerusuhan Ambon),
mengakibatkan 6 (enam) buah rumah terbakar, 6 buah rumah
rusak, melukai 1 orang, dan telah berada pada sekitar 50
meter dari garis batas; pelaku penyerang telah mempersiapkan
diri dengan alat-alat tajam yang hampir sejenis dengan
menggunakan ikat kepala putih oleh sebagian besar penyerang,
mengindikasi bahwa penyerang telah mempersiapkan diri
sebelumnya untuk penyerangan itu.
3. Bahwa adanya persiapan yang rapih dari penyerang
(Islam) pada tanggal 19 Januari 1999, dapat dibuktikan pula
pada saat yang hampir bersamaan dengan peristiwa Batu Merah
terjadi pula di Waihaong (jarak kurang lebih 4 km dari Batu
Merah). Pelaku menggunakan tanda-tanda yang sama dengan
pelaku penyerang di Batu Merah; menyerang, menjarah dan
membakar rumah keluarga Nikijuluw dan keluarga-keluarga
Kristen lainnya di daerah Waihaong dan Silale. Waktu yang
digunakan dan indentitas pelaku yang sama ditemui juga saat
pelemparan gedung Gereja Bethlehem.
4. Bahwa dengan pemberitaan media massa dan berbagai
komentar dari berbagai pihak yang sering tidak jujur dan
tidak bermoral, telah membangkitkan amarah sebagian umat
Islam yang berada di luar Maluku yang tidak memahami masalah
Maluku secara objektif sehingga menimbulkan reaksi keras
dengan cara jihad yang jahat.
5. Bahwa reaksi keras dari sebagian umat Islam yang
berada di luar Maluku yang tidak memahami masalah Maluku
secara objektif itu dapat diterima sebagai hal yang kurang
wajar.
6. Bahwa adalah sangat patut dan bijaksana bila
pemerintah termasuk ABRI dipercaya untuk bertindak secara
sungguh, jujur dan adil untuk menyelesaikan kerusuhan dan
memulihkan keamanan di Maluku; serta adanya itikad baik dan
upaya masyarakat Maluku untuk menyelesaikannya secara bijak
oleh Pemerintah Daerah, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh
masyarakat dan tokoh-tokoh adat Maluku dengan berpedoman
pada berbagai norma yang ada; sehingga kita semua terhindar
dari berbagai kemungkinan buruk yang lebih parah.
7. Bahwa dengan adanya upaya yang dilakukan oleh sebagian
umat Islam di luar Maluku (yang tidak memahami kerusuhan dan
kondisi Maluku) dengan menggunakan perekat persamaan agama
Islam yang mengabaikan peran Pemerintah dan aparat ABRI/
penegak hukum, dapat membuka peluang bila umat Kristen di
Maluku berupaya memperoleh bantuan dari sesama umat Kristen
di seluruh dunia dalam rangka penyelesaian masalah. Umat
Kristen di Maluku tidak akan meminta bantuan pemerintah atau
rakyat negara asing. Umat Kristen di Maluku dapat meminta
bantuan bantuan dari sesama umat Kristen di seluruh dunia
dengan menggunakan perekat persamaan agama Kristen. Sehingga
apapun yang dilakukan oleh umat Kristen di luar negeri
terhadap umat Kristen yang lain dimana saja, haruslah
diterima oleh semua pihak dengan lapang dada.
8. Bahwa negara Indonesia dibangun dengan perjuangan
bersama adalah milik bersama warganya. Tidak adanya pemeluk
agama dari agama-agama yang ada di Indonesia termasuk dalam
klarifikasi yang paling istimewa dibandingkan dengan pemeluk
agama yang lain. Dengan kata lain, didalam negara Indonesia
ini tidak ada perbedaan adanya agama nomor 1 atau agama
nomor 2 dan seterusnya, atau adanya agama yang hanya sekedar
numpang di dalam negara ini, atau adanya agama yang
mayoritas dan agama yang minoritas. Dengan demikian bila
perangkat kesamaan agama yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan bangsa dan negara termasuk kerusuhan Maluku;
dapat dipastikan bahwa negara Indonesia milik seluruh rakyat
Indonesia yang sama-sama kita cintai ini akan menjadi hancur
berkeping-keping dan terus menerus.
9. Bahwa kebijakan-kebijakan aparat yang kurang simpatik
antara lain:
A. Penerimaan pegawai negeri dan anggota ABRI
serta penempatan pejabat dalam jabatan yang tidak jujur,
termasuk kesempatan bekerja dan berusaha.
B. Pengiriman transmigrasi yang akhirnya menimbulkan
masalah. Contoh kasus nyata yakni: ada warga transmigran
yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) menunjuk agama
Islam, namun setelah yang bersangkutan tiba di lokasi
barulah identitas kristennya dinampakkan; berindikasi bahwa
yang bertransmigrasi itu diprioritaskan kepada yang beragama
Islam.
C. Warga pendatang yang tidak memiliki ketrampilan
khususnya mereka yang berasal dari suku Buton, Bugis dan
Makassar yang setiap saat menggunakan setiap rute kapal
laut, tidak pernah dicegah sehingga mereka selalu menjadi
beban masyarakat dan dimanfaatkan sebagai potensi permainan
untuk bargaining politik.
D. Komentar menyangkut Republik Maluku Selatan (RMS)
dimaksudkan agar umat Kristen di Maluku disudutkan
E. Berbagai ketidak-adilan lainnya; Semuanya telah
berlangsung lama dan dilakukan secara sistematis.
10. M. NOUR TAWAINELA dalam makalahnya tanggal 14 Januari
1994 yang disampaikan pada "Temu kaji ilmiah budaya Islam
Maluku Forum Kajian Qalfir HMI cabang Ambon" tentang
perkembangan Budaya Islam di Kotamadya Ambon Dalam
Transformasi Budaya Dewasa ini dan Masa Datang, dengan tegas
mengatakan antara lain: "Karena antara ajaran-ajaran Islam
dan Kebudayaan, tidak dapat dipilah-pilah, maka upaya
meng-Islam-kan Ambon dimasa depan, haruslah tetap menjadi
idealisme yang suci bagi setiap intelektual dan cedikiawan
Muslim hari ini, kini dan disini".
11. Dengan memperhatikan berbagai fakta yang ada, dapat
kami simpulkan bahwa: " Penyebab Timbulnya kerusuhan di
Maluku adalah kelompok separatis untuk meng-Islam-kan
Maluku". Upaya separatis ini dilawan dengan keras oleh umat
Kristen di Maluku dan sebagian umat Islam Nasionalis yang
ada di Maluku. Karena dilawan dengan keras, maka akibat yang
ditemui adalah jatuhnya korban jiwa dan harta yang sangat
banyak, memakan waktu yang panjang dan membutuhkan
penyelesaian yang rumit.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itulah maka kami
TIM PENGACARA GEREJA merasa perlu menghimbau dan
mengingatkan saudara-saudari umat Islam yang berada di luar
Maluku yang tidak memahami secara obyektif kerusuhan dan
kondisi daerah Maluku, dan telah memberikan andil sehingga
timbulnya berbagai suasana keruh di Maluku agar:
1. Segera menghentikan berbagai upaya dalam
bentuk apapun termasuk jihad, yang dapat memperkeruh suasana
dan yang sangat menyinggung perasaan umat Kristen.
2. Agar segera membangun suasana pergaulan yang simpatik,
membangun semangat hidup bersama dan saling menghargai dalam
negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila, dan menghindari diri dari segala bentuk separatis
yang berakibat kerugian dan kehancuran kepada semua pihak.
3. Berikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
pelaksanaan hukum yang seadil-adilnya oleh aparat
pemerintaha pusat dan ABRI, dan kepada masyarakat Maluku
untuk menyelesaikan kerusuhan di Maluku dengan dukungan
norma/ kaidah yang berlaku.
4. Membantu dan mendorong pemerintah termasuk ABRI dalam
menentukan kebijakan-kebijakan yang jujur dan adil bagi
kepentingan seluruh warga negara. Praktek ketidak jujuran
dan ketidak adilan yang selama ini ada dalam upaya
mendiskreditkan pemeluk agama tertentu kiranya dapat
dihilangkan.
Demikian himbauan dan harapan kami, atas perhatian
saudara secara sungguh terhadapnya kami sampaikan terima
kasih teriring salam dan doa.
Ambon, 22 Oktober 1999
- TIM PENGACARA GEREJA,
- SEMMY WAILERUNY, SH (Koordinator)
- NOIJA FILEO PISTOS, SH (Anggota)
- NY. ELDA L. LOUPATTY, SH (Anggota)
- ANTHONI HATANE, SH (Anggota)
- RICHARD RAHAKBAUW, SH (Anggota)
- HELEN S. DE LIMA, SH (Anggota)
- BLANDINA MOLLE, SH (Anggota)
- EDWIN A, HUWAE, SH (Anggota)
- LENARKI LATUPEIRISSA, SH (Anggota)
- FIREL SAHETAPY, SH (Anggota)
- WILLY BRORDUS RENYAAN, SH (Anggota)
Tembusan disampaikan kepada Yth :
- 1. Pimpinan Sipil/Militer
- 2. Pimpinan Gereja/Organisasi Keagamaan/LSM (dalam
dan luar negeri)
- 3. Pimpinan Media Massa (dalam dan luar negeri)
- 4. Masyarakat Umum
|