Damai Sekarang atau Perang Berlanjut

Rustam Kastor

II APA SESUNGGUHNYA
PERANG ISLAM KRISTEN DI MALUKU

 

Perang Islam Kristen di Maluku yang pecah pada tanggal 19 Januari1999 sesungguhnya merupakan kelanjutan dari konflik masa lalu serta perang kerajaan-kerajaan Islam melawan penjajah Belanda yang didukung oleh masyarakat Kristen Maluku. Penindasan terhadap Ummat Islam selama dibawah penjajahan belum terpuaskan karena cita-cita membangun negara sendiri (RMS) belum kesampaian. Dengan kalkulasi bantuan berbagai pihak baik kekuatan dalam negeri maupun luar negeri yang semakin kuat apalagi terprovokasi oleh cerita bohong bahwa Maluku adalah tanah yang dijanjikan Tuhan mereka di dalam kitab suci Injil maka hampir-hampir keseluruhan Ummat Islam Kristen di Maluku dan sebagian yang ada di luar Maluku mendukung aksi pemberontakan sebagai suatu hasil konspirasi. Politik untuk menghabiskan Ummat Islam dari bumi Maluku dalam rencana membentuk negara RMS berdiri sendiri, mengakibatkan Ummat Kristen terjebak melakukan pembantaian terhadap Ummat Islam pada tanggal 19 Januari 1999 bertepatan hari raya Idul Fitri 1419 H.

Pembantaian itu untuk mencapai tujuan politik Kristen baik pada pihak internasional, nasional maupun Maluku dalam rangka kepentingan RMS sebagai pelaku pemberontakan.

Pemberontakan besar kedua di Maluku yang dilakukan oleh pihak Kristen ini hampir saja berhasil mencapai tujuan tetapi Ummat Islam masih tetap mendapatkan perlindungan dan rahmat Allah sehingga untuk kedua kalinya pemberontakan Kristen gagal.

Pembantaian yang dilakukan pihak Kristen ini ternyata tanpa batas, tidak bermoral, biadab dan tak berperikemanusiaan itu telah melanggar hak asasi Ummat Islam secara serius. Mereka melakukan aksi penghancuran dan penghinaan terhadap segi-segi rawan pada ajaran Islam sehingga ditanggapi oleh para mujahiddin sebagai ajakan dan pemaksaan terhadap Ummat Islam untuk berperang agama.

Islam Yang Memulai?

Sehari setelah penyerangan besar-besaran dan serentak untuk membantai dan membakar perkampungan dan pasar serta toko-toko Ummat Islam pada tanggal 19 Januari 1999 di kota Ambon, masyarakat Kristen dimana-mana di seantero kota Ambon mengumandangkan tuduhan bahwa kerusuhan (istilah yang digunakan pada waktu itu) dimulai oleh pihak Islam. Mereka menunjuk kasus perkelahian sopir angkutan kota Nursalim dengan Yopie sebagai penyebab utama. Tuduhan itu terus berkembang dan terjadi di mana-mana. Dengan mudah kita mengetahui bahwa rencana pihak Kristen memberontak itu telah disiapkan sebaik-baiknya sampai dengan merencanakan alasan mengapa pihak Kristen menyerang seperti itu. Peristiwa penyerangan itu sungguh luar biasa karena penggunaan massa pemuda Kristen yang begitu besar (puluhan ribu), menyerang serentak terkoordinir pada sasaran-sasaran Islam secara tepat, teriakan yel-yel yang sama di seluruh sektor serangan begitu juga dengan pembakaran kendaraan-kendaraan Ummat Islam yang terjebak di sektor Kristen yang meninggalkan bekas cacat/kerusakan pada permukaan aspal jalan raya tersebut.

Korban manusia Ummat Islam, rumah/bangunan serta masjid yang terbakar keseluruhannya terjadi di wilayah yang dihuni Ummat Islam sedangkan kendaraan yang terbakar terletak di jalan raya dalam sektor Kristen. Hal seperti itu menunjukkan dengan jelas bahwa pihak Islam yang diserang di hampir keseluruhan perkampungan masyarakat Islam. Kenyataan dengan bukti-bukti itu telah menunjukkan bahwa pihak Kristenlah yang merencanakan aksi pemberontakan itu. Jadi kalau sampai 2 tahun peristiwa tanggal 19 januari 1999 berlalu pihak Kristen tetap berkeras kepala menuduh pihak Islam yang mulai, maka tampak besar keputus asaan mereka mencari pembenaran dengan melampiaskan tuduhan tak bermoral. Tuduhan Islam yang memulai ini dimotori oleh Semmy Wailenury Ketua Tim Pengacara Gereja (TPG) yang dibentuk oleh Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Keuskupan Amboina. Sangat disayangkan, pihak Kristen yang membanggakan diri mereka sebagai golongan yang lebih intelek dari Ummat Islam ternyata berpendapat sebodoh itu dengan menggeneralisasikan perbuatan Nursalim sebagai perbuatan Ummat Islam, Nursalim dianggap telah berbuat mewakili Ummat Islam di kota Ambon di hari lebaran dimana Ummat Islam sedang membersihkan dirinya dari dosa yang telah diperbuat diantara sesama manusia.

Dari bukti-bukti yang ada kitapun mengerti bahwa perkelahian antara Nursalim dengan Yopie itu direkayasa oleh pihak Kristen. Keputusan Pengadilan Negeri Ambon menyatakan Nursalim bersalah karena memulai mengancam Yopie. Pengadilan yang tidak ada seorangpun hakim dan jaksa penuntut beragama Islam itu sudah dapat diperkirakan keputusannya sebelum sidang selesai. Tetapi Ummat Islam tidak memerlukan penegakkan keadilan dan kebenaran kasus Nursalim vs Yopie, sebab kedua oknum ini tidak mewakili pihak manapun kecuali direkayasa untuk memulai aksi pembantaian yang telah direncanakan secara sempurna oleh pihak Kristen.

Jadi pemberontakan Kristen dengan RMS-nya ini direncanakan oleh pihak Kristen dan dimulai oleh Nursalim beserta Yopie, sekali lagi oleh Nursalim beserta Yopie, sesuai dengan skenario yang telah dirancang oleh para tokoh Pemberontak.

Perang Agama

Penyerangan yang dimulai pada 19 Januari 1999 oleh massa Kristen yang massif dan dahsyat itu tidak saja ditujukan untuk membunuh Ummat Islam sebagai subyek maupun obyek politik serta harta bendanya tetapi mereka juga menyerang dengan biadab mesjid yang kemudian dibakar, pada kubahnya dipasangkan salib, membunuh para imam masjid, menginjak-injak dan membakar Al-Quran serta yang paling biadab mereka juga menghina Rasulullah dan agama Islam dengan tulisan di jalan raya dan tembok-tembok. Karena itu Ummat Islam merasa amat terhina dengan pelecehan terhadap sendi-sendi kesucian agama Islam. Itulah sebabnya para mujahiddin menyatakan bahwa Kristen menantang dan memaksakan perang agama terhadap Ummat Islam. Jadi untuk jelasnya agar umat Islam tidak dibohongi terus menerus tentang mengapa perang ini terjadi maka perlu dijelaskan sekali lagi bahwa tujuan utam pihak Kristen adalah maendirikan RMS, untuk itu umat Islam harus dikurangi jumlahnya di Kota Ambon dan Maluku pada umumnya dengan jalan membantai. Bila umat Islam sudah sedikit jumlahnya maka dengan bantuan negara tertentu bisa memaksakan PBB untuk melaksanakan Referendum seperti yang terjadi dengan nasib Timtim. Akibat perang agama itu maka mengalirlah belasan ribu mujahidin dari pedesaan di Maluku ke kota Ambon untuk melakukan pembelaan terhadap agama Islam dan ikhwannya sesama muslim. Semangat jihad berkecamuk menangkis serangan pihak Kristen sampai berhasil keluar dari masa kritis dan arus pengungsian Ummat Islam pun berhasil dihentikan. Bila pada beberapa bulan pertama setiap kapal Pelni penuh sesak dengan umat Islam yang terpaksa eksodus keluar Maluku, maka setelah kehadiran para mujahidin, eksodus seperti itu terhenti.


"Damai Sekarang atau Perang Berlanjut"
oleh Rustam Kastor, tebal 82 halaman
Penerbit Forum Pembela Keadilan Maluku, Januari 2001
From: Wisnu Pramudya <birojkt@hidayatullah.com>
To: Mus-lim@isnet.org
 
Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | Pustaka Online Media

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.