Damai Sekarang atau Perang Berlanjut

Rustam Kastor

XI DAMAI SEKARANG ATAU BERPERANG DAHULU

 

Pertanyaan di atas terasa keras tidak sepantasnya, akibat Perang dengan penderitaan yang berat seperti yang dirasakan sekarang ini akan terus ditingkatkan. Tetapi mengapa para Mujahidin menjadi murka apabila ada para elit yang memprakarsai Rekonsiliasi? Akhirnya kitapun dapat mengerti perasaan para Mujahidin yang tidak dapat menerima Pembataian yang dilakukan terhadap umat Islam pada saat umat Islam tengah merayakan hari kemenangannya. Para Mujahidin merasa terhina diperlakukan ibarat hewan tak punya harga diri.

Merekalah yang paling pertama berkorban untuk perjuangan membela diri dan agamanya serta berkorban untuk kemuliaan hidup di hari depan. Keselamatan yang kini kita nikmati tidak lain adalah pertaruhan hidup-mati oleh para Mujahidin. Karena itu damai sekarang atau tidak harus kita dengar suara hati mereka. Bila mereka menunjuk penyelesaian peristiwa tanggal 19 Januari sebagai persyaratan pokok proses perdamaian tiada lain karena mereka bertanggung jawab atas keselamatan kita semua dimasa depan dan mereka menghayati benar makna Al Islamu yakluu Walaa Yuklaa Alaih.

Perang kini telah memasuki periode penyelesaian damai yang menggunakan bahasa rekonsiliasi. Aksi rekonsiliasi ini diprakarsai pemerintah dengan meminjam tangan sejumlah tokoh dengan arahan tertentu. Yang jelas langkah yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini Penguasa Darurat Sipil adalah keliru lagi dan akan berulang kegagalan karena tetap tidak berkehendak menyentuh akar permasalahan dengan membongkar peristiwa 19 Januari 1999. Kristen memang tidak menghendaki penyelesaian konflik ini dengan memulainya dari mengangkat peristiwa tanggal 19 Januari 1999. Ummat Islam seharusnya lebih mewaspadai manuver yang memaksakan rekonsiliasi yang gencar dilakukan oleh orang-orang tertentu yang oleh Ummat Islam dikatakan telah menjual diri kepada kaum nasrani demi kepentingan materi.

Mengapa istilah rekonsiliasi yang kita pakai bukan perdamaian, Ummat Islam jangan mau dibodohi lagi oleh tipu muslihat Kristen yang dibawakan oleh sejumlah elit Islam. Rekonsiliasi yang dalam bahasa aslinya reconsiliation berarti kembali bersahabat, dua pihak yang telah saling bunuh kini bermaksud membangun persahabatan kembali. Ummat Islam perlu melihat jeli sesuatu yang berada di balik manuver rekonsiliasi ini.

Pertama, apakah benar ada persahabatan dalam arti yang sesungguhnya antara Kristen dan Islam pada waktu yang lalu sebelum terjadi pembantaian atau persahabatan yang tampak pada waktu itu persahabatan pura-pura untuk suatu tujuan tertentu yang akan dipulihkan, bila persahabatan pura-pura lagi yang akan dibangun maka Ummat Islam akan terbantai lagi untuk kesekian kali.

Rekonsiliasi juga memberikan pengertian saling maaf atas kesalahan pihak masing-masing, tidak ada dan tidak boleh ada saling tuntut akan perbuatan salah pihak manapun. Betapa besar kesalahan satu pihak harus bersedia dimaafkan, dilupakan bahkan harus menganggap bahwa hal seperti itu tidak pernah terjadi. Jelasnya Ummat Islam harus melupakan penderitaan dan penghinaan terhadap Agamanya, Rasulnya serta mengaggap hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh pihak Kristen. Ummat Islam juga dipaksa harus yakin bahwa RMS itu sudah tidak ada, begitu juga harus percaya bahwa tidak ada lagi ancaman masa depan, hal-hal yang merupakan hak Ummat Islam juga akan diberikan oleh pihak Kristen secara ikhlas dan mereka akan membantu Ummat Islam membangun diri tidak lagi ada rencana membantai untuk kesekian kali. Ummat Islam akan dipaksa untuk bersikap bodoh, percaya mati tanpa curiga barang sedikitpun. Pernahkah para tokoh rekonsiliasi dari pihak Islam menjelaskan makna dan apa yang akan diterima Ummat Islam setelah rekonsiliasi itu dicapai?

Ummat Islam seharusnya diajak mengerti dan dimintakan persetujuan dulu tentang rekonsiliasi yang dirancang para elit itu. Seharusnya ada forum diskusi membicarakan bentuk rekonsiliasi yang dituntut Ummat Islam bukan para elit itu memaksakan kehendak sebab penentunya ada pada para mujahidin di lapangan yang kokoh pendiriannya membela Islam tidak akan tertembus oleh upeti dan janji seperti apapun. Mereka perlu dan harus dilibatkan sekurang-kurangnya di dengar pendapat dan sikapnya terhadap rencana rekonsiliasi karena merekalah yang paling menderita akibat perbuatan Kristen, banyak diantara mereka yang telah tiada lagi bersama kita karena tidak menghendaki lagi Ummat Islam hidup dibawah hinaan pihak Kristen.

Apa yang disampaikan saudara Bambang Suharto wakil ketua Komnas HAM ketika membuka pertemuan para kepala desa kedua belah pihak (Islam-Kristen) dengan mengajak para hadirin untuk menjemput hari depan yang gilang gemilang adalah pernyataan tokoh yang tidak bertolak dari pemahaman duduk permasalahan yang sesungguhnya. Ia terjebak pada rekayasa Kristen, sedangkan Ummat Islam tidak melihat jalan yang bisa ditempuh kearah itu, pengalaman pahit di bawah penindasan Kristen membuat Ummat Islam tidak mudah dibohongi lagi. Pertemuan itu segera dibubarkan karena telah terjadi saling ancam, di forum tokoh itu karena masih terlalu jauh perbedaan diantara mereka dalam melihat langkah yang seharusnya ditempuh. Pada dasarnya apapun langkah kearah rekonsiliasi harus menghitung dengan tepat apa yang akan didapat Umat Islam nanti, sebab penderitaan berikut dibawah tekanan pihak Kristen akan jauh lebih berat dari yang pernah kita rasakan pada waktu lalu. Ummat Islam tidak berbuat kesalahan apapun sejak nenek moyangnya sampai pecah perang agama ini. Sepenuhnya rekayasa dan direncanakan oleh pihak Kristen untuk mencapai tujuan politik tertentu. Ummat Islam dibantai begitu kejam sehingga sulit untuk dipaksakan memberikan maaf begitu saja yang dikemas dalam bahasa rekonsiliasi.

Karena itu rekonsiliasi bukan bahasa yang tepat untuk menyelesaikan konflik kedua belah pihak yang berat ini. Ummat Islam harus menggunakan istilah damai sebab damai harus diproses lewat penyelesaian sejumlah persyaratan berat di meja perundingan. Kedua belah pihak mengajukan tuntutan untuk dibicarakan walau harus bersitegang berhari hari karena pertemuan itu bukan acara basa basi seperti yang sering kita saksikan selama ini.. Bentuk win-win solution dalam pengertian yang adil adalah cara yang tepat, dimana RMS dan para tokoh pemberontak harus dihukum berat, tidak boleh ambil keuntungan dan berlindung di balik kesepakatan win-win solution itu. Apa tuntutan Ummat Islam untuk sampai pada proses kesepakatan damai? Selesaikan tuntas secara hukum dan politik peristiwa 19 Januari 1999. Tuntutan yang satu ini merupakan harga mati tidak dapat ditawar lagi. Apabila pemerintah tidak berkehendak menyelesaikan peristiwa 19 Januari 1999 apalagi hanya memenuhi tuntutan pihak Kristen untuk menyelesaikan rangkaian peristiwa selama tahun 2000 dengan alasan apapun, maka keputusan Pemerintah yang tidak adil itu harus ditolak karena umat Islam adalah pihak yang teraniaya. Karena itu perang terpaksa harus berlanjut sampai Pemerintah menyadari akan kebenaran tuntutan umat Islam yang tiada lain adalah untuk membangun perdamaian yang sesungguhnya. Atas dasar kesadaran itulah diharapkan Pemerintah mau menyelesaikan konflik besar ini dengan cara yang benar. Mudah-mudahan saja pemerintah masih berdaulat untuk menangani masalah berat ini; tidak berada dibawah tekanan kekuatan luar yang telah membuat Pemerintah menjadi terpuruk seperti sekarang ini. Tuntutan Ummat Islam untuk menyelesaikan tuntas peristiwa 19 Januari 1999 akan memberikan jawaban yang terbuka kepada dunia internasional tentang duduk permasalahan yang sebenarnya.

Pihak Islam juga harus obyektif bila nanti dari hasil peradilan diketahui sebagai pihak yang bersalah, maka kitapun harus dapat menerima sanksi hukum yang dijatuhkan termasuk akibat politiknya..

Hal serupa juga berlaku bagi pihak Kristen, mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung sebagai otak dan aktor intelektual para perencana tingkat bawah dan para pelaku utama harus dihukum dan disingkirkan dari posisi-posisi di pemerintahan maupun di luar pemerintahan yang mempunyai akses untuk ikut menentukan/mempengaruhi kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan ber agama di Maluku maupun di tingkat nasional.

Apabila dari hasil pengusutan terbukti pihak Kristen yang bersalah dan RMS terlibat langsung dalam pemberontakan ini maka setelah para tokoh pemberontakan dan organisasi yang terlibat diselesaikan secara politis maka Ummat Islam siap untuk memulai perundingan-perundingan dengan pihak Kristen yang tidak terlibat RMS dan pemberontakan pada umumnya untuk sampai pada suatu perdamaian yang sesungguhnya.

Ummat Islam tidak akan pernah bersedia berdialog dengan pihak pemberontak karena hal itu merupakan bagian dan tugas pemerintah RI. Ummat Islam akan membuka dialog dan berdamai dengan mereka yang bukan RMS.

Demikianlah persyaratan dan tuntutan Ummat Islam yang seharusnya dibawa para tokoh dan elitnya dalam proses penyelesaian perdamaian untuk dapat memberikan jaminan kehidupan masa depan yang adil.


"Damai Sekarang atau Perang Berlanjut"
oleh Rustam Kastor, tebal 82 halaman
Penerbit Forum Pembela Keadilan Maluku, Januari 2001
From: Wisnu Pramudya <birojkt@hidayatullah.com>
To: Mus-lim@isnet.org
 
Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | Pustaka Online Media

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.