X KONDISI UMAT ISLAM PASCA PERANG
Umat Islam di Maluku telah 5 kali (periode) diperangi
oleh kaum Nashrani karena kekejian mereka. Kita mencatat 5
periode permusuhan Kristen terhadap Islam sebagai
berikut:
- Periode perang oleh penjajah yang dibantu masyarakat
Kristen terhadap kerajaan-kerajaan Islam di Maluku.
- Periode perang-perang tanpa senjata setelah
dikalahkannya kerajaan-kerajaan Islam oleh penjajah
Belanda dimana Umat Islam terus dimusuhi dan diperlakukan
seperi anak tiri.
- Periode perang terhadap umat Islam selama berdirinya
RMS.
- Periode perang bernuansa politik setelah RMS sampai
pecahnya perang agama pada 19 Januari 1999.
- Periode perang fisik bersenjata yang dilancarkan
Kristen/RMS pada tanggal 19 Januari 1999 sampai
sekarang.
Kelima periode perang itu telah melemahkan kodisi umat
Islam sehingga seperi apa yang kita rasakan sekarang ini.
Persitiwa pembantaian 19 Januari 1999 bisa terjadi karena
Umat Islam lemah, dianggap mudah dihancurkan yang nyatanya
telah menjadi bulan-bulanan pihak Kristen. Dan hal seperti
itu telah lama dialami Umat Islam.
Untuk melihat kondisi Umat Islam pasca perang agama, kita
mencoba melihat kondisi nyata kehidupan ke dua masyarakat
yang berbeda agama ini sebelum peristiwa 19 Januari
1999.
Seperti penjelasan diatas bahwa niat dan tekad Kristen
mendirikan RMS dengan memanfaatkan jalur Gereja karena RMS
dan Gereja mempunyai kepentingan sama sehingga terjadi
saling mendukung. Karena itu sejak lama kita lihat
kehadiran GPM yang tampil sebagai ujung tombak dalam proses
melemahkan Umat Islam yang telah berlangsung begitu lama
dengan hasil kondisi Umat Islam yang jauh tertinggal.
Mari kita melihat sejauh mana hak Umat Islam diperkosa
pada instansi Pemerintah dibawah ini:
- Di Universitas Pattimura (Unpatti) Umat Islam ibarat
anak tiri disingkirkan hak-haknya sehingga pada konflik
ini Umat Islam menyerang dan membakar lembaga itu.
- Di jajaran Kanwil Depdikbud sampai dengan unsur di
tingkat kecamatan telah mengatur berbagai kebijaksanaan
di bidang pendidikan yang merugikan sekali Umat
Islam.
- Kesempatan untuk menduduki jabatan Kepala Sekolah di
tingkat SD sampai dengan SMU/SMA tidak melebihi 15 persen
dari 50 persen yang menjadi haknya. Bedanya fasilitas
pendukung pendidikan yang dialokasikan secara berbeda dan
amat mencolok kepada sekolah-sekolah yang diperuntukan
kepada desa-desa Islam dan desa-desa Kristen.
- Pada jajaran Kanwil Depsos juga ditemukan hal-hal
yang sama dalam mengatur kebijaksanaan pelaksanaan
kegiatan program sosial. Apa yang kita saksikan
seakan-akan jajaran kanwil Depsos dan dinas-dinas tingkat
daerah selalu berorentasi pada program GPM yang lebih
mementingkan masyarakat Kristen.
- Di jajaran Pemerintahan Kotamadya Ambon ternyata 90
persen dikuasai para pejabat dan pegawai di bawahnya yang
beragama Kristen memberikan efek langsung pada
terlantarnya pelayanan umum dan berbagai kebijakan yang
tidak menguntungkan Umat Islam. Pelayanan umum baik
instansi Pemerintah maupun instansi swasta tetap
menampakan ketidak adilan terhadap pihak Islam dan
memajakan pihak Kristen.
Bila kenyataan-kenyataan di atas diangkat lebih jauh maka
akan tersusun suatu daftar kesedihan Umat Islam yang panjang
sebagai akibat perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh para
pejabat dan tokoh Kristen dibawah kendali dan komando
GPM.
Dari gambaran apa yang telah disampaikan diatas tentang
kondisi masa lalu Umat Islam maka marilah kita coba
mereka-reka betapa kondisi Umat Islam yang mungkin terjadi
setelah perang berakhir. Perang Islam Kristen ini akan dapat
berakhir dalam 3 kenungkinan sebagai berikut:
- Umat Islam berhasil dikalahkan oleh pihak Kristen
baik secara fisik maupun politis sehingga Umat Islam
ditempatkan pada posisi sebagai pihak yang bersalah.
Karena itu berbagai konskuensi yang akan mempersulit
keberadaan Umat Islam di Maluku terpaksa harus diterima
sebagai suatu kenyataan padahal Umat Islam adalah pihak
yang didhalimi.
- Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah (draw)
yaitu kondisi yang kita rasakan sekarang ini. Posisi Umat
Islam dan Kristen dinyatakan sebagai pihak-pihak yang
sama-sama bersalah, sehingga tidak ada penyelesaian
apapun secara hukum, saling membunuh dan membakar menjadi
redup karena melemahnya kondisi masing-masing. Hal
seperti ini bukanlah bentuk penyelesaian yang benar,
pihak Kristen akan membangun diri dan akan segera
melakukan pembantaian kembali. Dalam hal seperti itu
sudah dapat kita bayangkan nasib umat Islam akan sama
saja ketika mereka dikalahkan.
- Pihak Islam berhasil sebagai pemenang secara fisik
bersenjata dan tentunya dapat juga memenangkan posisi
politik dan hukum. Dalam kondisi seperti ini Umat Islam
berhasil merawat posisi tawar-menawar (bargaining) yang
kuat sehingga mampu memaksakan pihak Kristen untuk lebih
berlaku adil dalam memberikan hak-hak Umat Islam.
Kemenangan Umat Islam ini harus diekploitir oleh para
tokoh dan elit sebab kelemahan Umat Islam yang paling
mendasar adalah keterbatasan kemampuan dan jumlah elit,
apalagi pihak Kristen sudah lama mengusai posisi-posisi
kunci dalam kehidupan masyarakat di Maluku.
Gambaran ke 3 kemungkinan kondisi Umat Islam seperti
diuraikan diatas bukanlah hal yang berlebihan mengingat
kenyataan-kenyataan kita di Maluku yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
- Watak Kristen dan rencana membangun RMS yang tetap
laten dan potensial akan menjadi ancaman berat terhadap
Umat Islam. Untuk ini dapat kita kaji program GPM untuk
melemahkan Umat Islam.
- Kondisi dendam masa lalu dan akibat perang agama ini
akan sulit mengharapakn pihak Kristen memberikan hak-hak
hidup Umat Islam secara adil.
- SDM Kristen yang begitu banyak dan berkualitas tinggi
akan mampu membangun kembali kondisi Kristen akibat
perang lebih cepat sehingga mereka segera siap melakukan
aksi pembalasan di segala bidang sedangkan yang Islam
belum amapu membenahi diri.
- Pemerintah yang tidak bersikap adil akan terus
menempatkan Umat Islam pada posisi yang tidak mampu
mendapatkan hak-haknya. Pelaksanaan undang-undang no
22/99 tentang otonomi seluas-luasnya yang dilaksanakan
mulai tanggal 1 Januari 2001 akan membatasi ruang gerak
Umat Islam dalam membangun dirinya karena
peraturan-peraturan daerah yang diproduk oleh DPRD akan
membatasi ruang gerak Umat Islam.
Kondisi persatuan dan kesatuan tokoh/elit di Maluku yang
apabila tidak segera dapat diperbaiki maka Umat Islam akan
terpaksa menerima nasibnya. Karena itu tidak ada pilihan
lain bagi umat Islam kecuali harus menyatukan diri dalam
persatuan dan kesatuan yang utuh untuk sama-sama berjuang
mendapatkan keadilan dan kebenaran melalui forum perjuangan
politis/hukum maupun dibidang fisik bersenjata. Kedua ujung
tombak yang saling mendukung ini akan mendatangkan
keberhasilan perjuangan Umat Islam mendapatkan hak-haknya
diwaktu yang akan datang karena itu peranan elit dan tokoh
sangat didambakan, peranan itu amat strategis dan menentukan
masa depan keberadaan Umat Islam di Maluku.
|