VII AJARAN ISLAM TENTANG DAMAI
Islam selalu mengajarkan kedamaian bagi pemeluknya dan
diamalkan dengan sebaik-baiknya seperti yang kita saksikan
di berbagai negara di dunia dimana Islam mayoritas maka
agama yang pemeluknya minoritas selalu dilindungi, mereka
hidup damai didalam negeri tersebut, sebaliknya akan terjadi
apabila Islam yang minoritas. Begitu juga di Indonesia,
golongan agama minoritas secara maksimal dilindungi tetapi
perlindungan itu justru membuat golongan minoritas itu
menjadi tidak tahu diri, menjadi besar kepala dan seenaknya
berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum,
kepentingan bangsa maupun norma hukum dan agama.
Konflik Islam Kristen di Maluku harus dilihat dalam
konteks yang benar sebab di era Indonesia merdeka saja pihak
Kristen dan RMS telah dua kali memberontak dan membantai
umat Islam untuk membentuk negara RMS merdeka terpisah dari
Negara Kesatuan RI. Ancaman RMS itu laten dan potensial
seperti dijelaskan pada bagian awal naskah ini. Karena itu
ajaran Islam tentang damai yang biasanya kita utamakan dalam
bentuk Islah dan dengan memberi maaf kepada lawan harus
dipertimbangkan dan konflik Islam Kristen di Maluku ini
sebab pembantaian terhadap umat Islam telah berlangsung
beberapa kali dan dari periode ke periode dalam bentuk yang
semakin keras. Gejala ini akan lebih mengancam umat Islam di
waktu yang akan datang mengingat kepentingan politik besar
Kristen masih akan dipaksakan.
Islam mengajarkan apabila ditempeleng agar segera
membalasnya dengan kadar yang sama sementara ajaran agama
lain mengajarkan lebih lunak. Bagaimana jika orang Islam
ditempeleng lagi dan lebih keras bahkan ia merencanakan
untuk membunuh. Benarkan ajaran Islam akan memberi maaf
setiap terjadi aksi yang akan menghancurkan Islam dan
ancaman itu akan terus berkelanjutan sampai cita-cita mereka
tercapai karena itu umat Islam di Maluku selalu berada
didalam ancaman RMS dengan segala perlakuannya yang
mencampakkan hak-hak umat Islam.
Ajaran Islam justru mengajarkan umatnya untuk selalu
waspada terhadap ancaman Kristen seperti yang dapat kita
simak dalam surat Al-Baqarah ayat 120 dimana Allah
mengingatkan bahwa ancaman Yahudi dan Kristen terhadap umat
Islam adalah laten dan potensial karena itu kewaspadaan
tetap harus dipelihara. Bentuk kewaspadaan itu bukan saja
tidak mudah mempercayai mulut manis tetapi juga harus tidak
mudah memberikan maaf terhadap perbuatan yang secara
terus-menerus merugikan umat Islam.
Ancaman Kristen/RMS yang laten dan potensial itu telah
kita rasakan kita buktikan dan akan kita rasakan lagi pada
periode berikut.
Walaupun pemerintah belum menyatakan bahwa RMS itu ada
dan mereka adalah otak dan pelaku pemberontakan pada 19
Januari 1999, umat Islam sudah mempunyai sejumlah bukti kuat
bahwa RMS-lah pelaku pemberontakan itu dengan dukungan luas
masyarakat Kristen Maluku karena pemberontakan ini dikemas
dengan isu ancaman Islam terhadap Kristen di Maluku sebagai
suatu bentuk penipuan yang menyesatkan umat Kristen di
Maluku pada umumnya.
Deklarasi Forum Kedaulatan Maluku pada tanggal 11
Desember 2000 di Hotel Amboina di Kota Ambon telah
memperjelas keberadaan RMS dan tuntutan Kristen untuk
membangun negara RMS. Aktivitas di bidang politik dengan
intensitas tinggi melakukan penipuan dan pemutar balikan
fakta untuk mendapatkan dukungan negara-negara Christiandom
untuk mendapatkan dukungan politik internasional dalam
rangka RMS merdeka. Mereka mematok masyarakat Maluku sebagai
suku Alifuru yang berhak mutlak atas tanah Maluku
mengabaikan keberadaan umat Islam yang tidak kalah
jumlahnya. Karena itu aksi-aksi umat Islam yang terbuai dan
terseret oleh kepentingan Kristen sehingga melalukan
aktivitas untuk mencapai rekonsiliasi seperti kelompok kerja
Maluku di Jakarta, Baku Bae Maluku ala Jusuf Eli di
Yogyakarta, rekonsiliasi ala Komnas HAM di Ambon dan
berbagai gagasan Maluku yang terus gagal, keseluruhan
kegagalan itu disebabkan karena masyarakat bawah (grassroot)
Islam tidak dapat menerima penyelesaian konflik Islam
Kristen ini tanpa menyelesaikan Peristiwa 19 Januari 1999
karena itu umat Islam belum bersedia damai dengan pihak
Kristen dan terus memaksakan pemerintah untuk segera
menuntaskan Peristiwa 19 Januari 1999 tersebut sehingga
terbongkar semua kerahasiaan yang berada tersimpan di balik
peristiwa itu. Sejumlah pertanyaan prinsip harus terjawab
seperti: Apa tujuan pemberontakan/pembantaian itu?
Organisasi mana saja yang terlibat? Tokoh-tokoh mana saja
yang menjadi otak dan pelaku serta negara besar mana yang
telah ikut membantu pihak pemberontak? Begitu juga harus
terjawab apa sesungguhnya sasaran jangka panjang mereka?
Sehingga terjawab semua ancaman yang terus membayangi umat
Islam di Maluku serta kedaulatan RI di kepulauan Jaziratul
Mulluk ini. Setelah itu barulah umat Islam mengulurkan
tangannya dengan senyum keikhlasan untuk berdamai dengan
masyarakat Kristen yang hanya terbawa-bawa, tertipu dan ikut
memberontak tanpa sadar.
Barangkali kita perlu menyadari ajaran Islam tentang
Ishlah yang mengandung persyaratan-persyaratan berat untuk
mencegah terulang konflik berikut sebab Islam tidak akan
memberikan maaf atas pelanggaran yang sama dan disengaja
untuk kali berikutnya. Ajaran saling maaf di kalangan umat
Islam sendiri adalah untuk memperkokoh Ukuwah Islamiyah
dalam rangka membangun benteng kedalam, menyusun kekuatan
dan membangun diri yang akhirnya merupakan kekuatan
penangkalan yang memberikan jaminan kedamaian di masa depan
dari ancaman pihak luar. Jadi Ishlah bukan ajaran untuk
menempatkan umat Islam sebagai pihak yang lemah berada di
bawah telapak kaki kamum nasrani di Maluku. Islah adalah
ajaran yang berkaitan dengan Hidup Mulia atau mati
syahid.
|