|
Mengenai Peristiwa Ambon |
|
BAB III KRONOLOGI IED BERDARAH HARI SELASA TANGGAL 19 JANUARI 1999 (1 SYAWAL 1419H) PUKUL 16.00 - 18.00 BTWI Sejumlah orang Suku ABORU NASRANI menggunakan mobil sewaan milik warga suku Bugis yang berdomisili di Batu Merah Bawah yang mayoritas muslim. Selama operasi mobil sewaan itu dikemudikan oleh YOPIE (teman Suku Aboru Nasrani) dibantu seorang kondektur yang juga warga Batu Merah Bawah. Setelah selesai pemakaian sewaan (carteran), sebagaimana perjanjian semula pemilik mobil yang diwakili si kondektur meminta uang sewaan (carteran), tetapi diluar dugaan ternyata YOPIE menolak membayar uang sewaan (carteran) dan bahkan mencoba menyerang si kondektur. Dengan dukungan beberapa penumpang (Suku Aboru Nasrani) mereka langsung menyerang. Pada saat tersebut kondektur berusaha menyelamatkan diri dengan meminta perlindungan kepada sekelompok pemuda warga Batu Merah Bawah. Akhirnya kedua belah pihak jadi saling berhadapan. Situasi menjalar makin panas dan perkelahian antara dua belah pihak tak terelakkan. Suasana berkembang cepat dan panas sampai terjadi pembakaran rumah penduduk. Peristiwa itu terjadi di sekitar Masjid Batu Merah Bawah sepanjang rute mobil Batu Merah menuju Jalan Raya Simpang Tiga. Insiden tersebut menimbulkan korban dua orang luka dan dilarikan ke RSU Ambon. PUKUL 18.00 - 21.00 BTWI Suasana panas merebak dan meluas dengan sangat cepat. Di Silale terjadi pembakaran mobil enam buah. Beberapa tempat di Kota Ambon mulai mengobarkan api dan mengepulkan asap tebal. PUKUL 21.00 - 24.00 BTWI Pukul 21.00 terjadi penyerangan terhadap perkampungan muslim di Batu Gantung dan sekitarnya. Penyerangan dilakukan oleh kelompok Nasrani dari Kudamati terhadap Kampung Batu Gantung. Masa Muslim terkonsentrasi di Masjid dan bertahan menjaga jiwa dan keluarga mereka masing-masing. Penyerangan pertama ini diikuti dengan penyerangan kedua dari berbagai arah pada pukul 23.00. Pada pukul 22.00 - 24.00 massa Nasrani berkumpul di Gereja GPM di Jalan Anthony Reebok. Massa membakar sejumlah warung kecil dipinggir jalan, sejumlah becak, dan sebuah mobil. Modus pembakaran becak adalah becak-becak dikumpulkan jadi satu dalam jumlah besar kemudian dibakar sehingga menimbulkan bubungan api yang cukup tinggi. SD dan TK Islam Al-Hilal juga dibakar dan dirobohkan. Kemudian massa Islam yang berdomisili di sekitar Masjid Raya Al Fatah berkumpul sampai ke sekitar Masjid An Nur di Jalan A.M. Sangaji. Dua Kelompok massa ini saling bertahan pada jarak 30 m. Masjid An Nur juga menjadi korban pelemparan hingga kaca-kacanya pecah. HARI RABU TANGGAL 20 JANUARI 1999 (2 SYAWAL 1419 H) PUKUL 01.00 BTWI Pada pukul 01.00 Dini hari kelompok massa dari Nasara dan Muslim sudah saling berhadapan dan adu fisik disekitar Jalan A.Y. Patty dan Simpang dekat Masjid AL-Fatah, dilaporkan satu orang dari kelompok muslim tertembak dan belum diketahui siapa pelakunya. Pukul 01.20 dilaporkan bahwa kampung Banda Islam didepan kompleks OSM Air Salobar dibakar oleh kelompok Nasara. PUKUL 02.00 BTWI Pukul 02.00 dilaporkan oleh posko umat, bahwa ada perluasan gerakan/kerusuhan dari Ambon ke Laha. Posko Keadilan telah meneruskan laporan tersbut ke Kompi C Waiheru (diterima oleh Petugas Piket). Pukul 02.30 Masjid As Sa'adah yang terletak di Desa Karang Panjang dibakar. Pemukiman penduduk muslim di sekita Jalan Diponegoro Atas dibakar. Ikut pula dibakar Masjid Al Huda yang ada disana. PUKUL 03.00 - 06.00 BTWI Pukul 03.00 Rumah Ustadz Abdurrahman Khou (Dewan Penasihat DPW Partai Keadilan Maluku) di Desa Air Salobar habis dibakar. Sekitar pukul 04.00 terjadi pembakaran di beberapa pasar yang mayoritas dimiliki oleh umat Islam pendatang dari BBM (Buton, Bugis, Makassar), yaitu: 1. Pasar Mardika, sebuah pertokoan besar yang menjual aneka kebutuhan masyarakat. Bila dibandingkan dengan skala Jakarta maka Pasar Mardika bagi penduduk Ambon seperti Pasar Tanah Abang bagi penduduk Jakarta. 2. Pasar Buah Mardika, sebuah pasar yang menyediakan aneka buah bagi kota Ambon. 3. Pertokoan PELITA, sebuah pertokoan yang menyediakan banyak kebutuhan harian terutama kebutuhan sandang dengan banyaknya toko bahan dan penjahit pakaian. Terdapat pula beberapa toko yang menjual peralatan bermotor (mobil dan motor) dan rumah-rumah-makan. 4. Pasar Gambus, pasar yang banyak menjual kebutuhan sandang, seperti pakaian, tas, sepatu, dll. 5. Pasar Cakar Bongkar, pasar rakyat yang menyediakan kebutuhan pangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Kerugian yang diakibatkan oleh pembakaran tersebut dipastikan mencapai ratusan milyar rupiah disamping puluhan nyawa yang melayang meninggalkan jasad yang terkapar di tanah. Ini belum termasuk kerugian berupa hilangnya lapangan usaha bagi ribuan kepala rumah tangga yang pasti membalurkan warna suram bagi masa depan puluhan ribu anggota keluarganya. Belum lagi kerugian inmaterial berupa rasa sakit hati yang sangat dalam menusuk perasaan yang entah dengan cara apa dapat dihapuskan. PUKUL 06.00 - 12.00 BTWI Pukul 06.00 banyak terdapat kobaran api yang terpantau di Posko Keadilan Wayame. Hampir sepuluh kobaran api dan kepulan asap terlihat menyebar di Kota Ambon. Sungguh suatu peristiwa ajaib yang tidak mungkin terjadi bila seluruh kejadian ini hanyalah disebabkan oleh kejadian yang sifatnya kebetulan. Pukul 07.00 terlihat kobaran api yang menjadi lebih besar di pasar dan pertokoan yang dibakar. Api di Pasar Mardika terus menyala dan membakar sampai Jumat dan terus berasap sampai Sabtu. Daerah Batu Gantung pagi hari lengang dari petugas sedangkan penyerangan dari daerah Kuda Mati masih berlangsung. Aparat (Polda dan Korem) dikontak tetapi tidak ada tindak lanjut. Sejak 06.00 - 12.00 (selama sekitar 6 jam) Masjid Raya Al Fatah dikepung dan diserang oleh ratusan antek-antek kafir lengkap dengan persenjataannya. Korban di pihak muslim berjatuhan karena tertembak senapan api (untuk berburu babi) dan anak panah. Ada beberapa orang korban insiden di daerah Silale dan Batu Merah yang dievakuasi ke Rumah Sakit Al Fatah. Satu orang meninggal dan empat belas orang luka-luka. PUKUL 12.00 - 15.00 BTWI Pukul 13.00 bantuan pasukan dari Ujung pandang telah sampai di Ambon menggunakan angkutan udara. Pukul 13.30 warga Batu Gantung Waringin kembali mendapat serangan besar dari Kuda Mati. Kondisi gawat. Posko Keadilan mencoba menghubungi Korem dan dijawab : "personel sudah tidak ada". Warga muslim Batu Gantung berusaha mempertahankan diri semampunya. Beberapa panah api terbang membakar rumah-rumah di Batu Gantung tetapi warga dapat memadamkannya. Hingga pukul 14.45 daerah Batu Gantung terbakarÉÉ.. Pembakaran bermula dengan cara warga Kuda Mati sengaja membakar rumah seorang Kristen (keluarga Rehata) yang letaknya berhimpitan dengan rumah warga Batu Gantung. Rumah tersebut sudah dikosongkan lebih dahulu. Angin ketika itu berhembus kencang ke arah perumahan warga Batu Gantung, hingga akhirnya rumah-rumah mereka terbakar. Rumah Wakil Ketua DPW Partai Keadilan Maluku, Drs. Budi Santosa, terbakar habis dan tidak ada harta yang terselamatkan kecuali pakaian yang melekat di badan. Setelah itu kelompok penyerang berusaha merusak Masjid Al Ikhlas dengan cara mengumpulkan kayu bakar dan membakarnya tetapi tidak berhasil. Upaya kedua dilakukan dan tetap tidak berhasil, yang rusak cuma sebuah pintu dan mimbar yang hancur diparang. Hingga sekarang Masjid Al Ikhlas masih berdiri tegak di tengah bangkai rumah-rumah muslim yang habis terbakar. Warga Batu Gantung berlarian untuk berlindung dan mengungsi di Asrama Polisi Parigi Lima. Kondisi tengah hari di Kota Ambon berubah panas dengan sangat cepat. Pukul 14.00 warga sekitar Masjid Al Fatah hampir semuanya mengungsi kedalam kompleks Masjid Al Fatah. Masjid dengan segera berubah fungsi menjadi tempat penampungan pengungsi yang padat. Demikian padatnya hingga pengungsi tidak tertampung di Masjid Al Fatah dan memadati Masjid Jami' Ambon yang terletak bersebelahan dengan Masjid Al Fatah. Pengungsi yang seluruhnya muslim ini juga tidur di emperan Islamic Center Komplek Masjid Al Fatah. Pada saat-saat tersebut kondisi Rumah Sakit Bersalin Al Fatah berubah fungsi menjadi Rumah Sakit Umum dan dipenuhi oleh pasien yang luka-luka. Disaat kapasitas maksimal jumlah pengungsi muslim dari Komplek Masjid Al Fatah ini mencapai 20.000 jiwa. Beralih ke seberang teluk kota Ambon tepatnya di Desa Rumah Tiga Kecamatan Teluk Ambon Baguala. Pukul 13.30 Warga Desa Rumah Tiga, Wailela, Poka dan sekitarnya sudah mengungsi ke Detasemen Zeni Tempur 5 (Denzipur) untuk mendapatkan keamanan. Warga Desa Hitu dan Mamala mendapatkan informasi bahwa Al-Fatah dikepung dan Umat Islam dibantai oleh orang Kristen sehingga mereka turun ke Ambon untuk membantu umat Islam. Dalam perjalanan mereka menuju Ambon, mereka dihadang oleh warga Nasara kampung Benteng karang. Menurut sumber yang dapat dipercaya warga kampung Benteng karang sudah bersiaga menunggu kedatangan warga muslim desa Hitu dan Mamala di atas Bukit benteng karang. Dari kontak fisik antara dua kelompok ini jatuh banyak korban dipihak warga Nasara benteng karang. Setelah sampai di Desa Nania mereka dihadang oleh Brimob dan ditenangkan dengan penjelasan bahwa kondisi Al-Fatah masih utuh. Kemudian mereka dipaksa kembali ke desanya masing-masing. Pada saat itu mereka sudah mendengar berita bahwa banyak jatuh kurban dipihak kaum Muslim. Kondisi ini membuat warga muslim Desa Hitu dan Mamala marah. Akibatnya terjadi perusakan beberapa rumah penduduk Nasara dan satu Gereja dibakar didesa Nania. Setelah itu Mereka kembali ke desanya. Sekembali warga Hitu dan Mamala dari Nania warga Nasara membalas serangan tadi dengan membakar rumah-rumah muslimin dan Masjid yang ada didesa Nania dan Hunut, termasuk kantor pengadilan Agama kecamatan teluk Ambon Baguala. Dari peristiwa peperangan di Benteng karang itu, pihak aparat mengevakuasi 6 (enam) jenazah warga Nasara Benteng Karang dan dimakamkan di desa Wailela. Pengungsian bertambah terus. Pukul 14.30 warga Daerah Rumah Tiga, wanita dan anak-anak diungsikan disatu tempat di Denzipur, sedangkan pria berjaga-jaga di sekitar masjid karena ada indikasi bahwa akan ada serangan kearah rumah tiga. Demikian pula warga muslim di Perumnas Poka mengungsi ke dalam masjid Al-Muhajirin Perumnas. PUKUL 15.00 - 24.00 BTWI Pukul 16.00 warga Waihaong yang mayoritas Muslim dikepung serbuan warga Talake (Nashara), dan terjadi saling bakar-membakar. Aparat hanya terlihat enam orang Polisi sehingga tidak mampu berbuat banyak. Kondisi ini terus berlangsung hingga menjelang Maghrib (pukul 18.00) ketika pasukan Kostrad dari Ujung Pandang ditempatkan di lokasi rawan kerusuhan di pusat Kota Ambon. Diperoleh kabar bahwa sebanyak 118 provokator dari Jakarta sudah dipantau. Pada saat yang sama, masuk informasi dari Tim Lapangan Pos Keadilan bahwa ada 76 korban, 66 orang luka berat dan 10 orang meninggal dunia. Rinciannya adalah sbb.: * di RS Alfatah 13 luka-luka 1 meninggal, * di RS Tentara 11 luka-luka 3 meninggal, * di RS Bakti Rahayu 2 luka-luka 2 meninggal, * di RS Perigi Lima 40 Luku-luka 4 meninggal (jumlah 76 orang tsb belum termasuk korban yang dirawat Di RSU Ambon). Kerusuhan menyeberang ke Desa Wailete dan Kamiri. Terjadilah tragedi berdarah. Desa Wailete yang muslim diserang oleh warga Desa Hative Besar yang Nasara. Tidak ada kesalahan warga Wailete kepada warga Hative Besar kecuali mereka muslim. Serangan ini mendapat perlawanan sengit warga Wailete sehingga warga Hative Besar mundur. Sambil mundur mereka mengancam akan kembali menyerang besok pagi. Para wanita dan anak-anak Desa Wailete dan Kamiri berbondong-bondong mengungsi ke Kompi Senapan C di Wayame, desa sebelah mereka. Kerusakan meluas ke Desa Passo yang berada di pojok Teluk Ambon Baguala. Pukul 18.45 Masjid Al Muhajirin di Batugong Passo dibakar. Pada saat yang bersamaan ada beberapa masjid yang dibakar, antara lain Masjid Jamiatul Islamiyah di Galala dan sebuah Mushalla juga di desa Galala. Malam hari dilewati seluruh warga dengan tegang. Semua berjaga-jaga. Senjata-senjata disiapkan, parang, tombak, panah, batu, ketapel, bambu runcing, balok kayu, potongan besi, dan lain-lain. HARI KAMIS TANGGAL 21 JANUARI 1999 (3 SYAWAL 1419 H) Subuh dibakar api di Desa Wailete. Pukul 05.00 Kondisi kerusuhan sudah mulai menyebar kedaerah pinggiran kota. Desa Wailete kembali diserang warga Hative Besar. Penyerangan dilakukan secara bergelombang dan menghantam semua yang ditemui. Karena besarnya masa penyerang maka warga Desa Wailete terpukul mundur, disusul Desa Kamiri. Kedua desa dibumihanguskan. Dua ratus lima puluh rumah dibakar, tempat-tempat usaha dijarah dan dibakar termasuk Kios Bahan Bakar milik orang Bugis yang menimbulkan kobaran api yang sangat besar. Masjid diserang, dibakar, dan dirobohkan. Alhasil semua bangunan hancur, kecuali empat rumah yang masih berdiri milik orang Nasrani yang tinggal disitu. Aparat keamanan sudah ada yang bertugas di sekitar lokasi, yaitu dari Kompi C733. Akan tetapi, aparat tersebut tidak diberikan wewenang menembak langsung. Dari Posko beberapa kali terdengar tembakan senapan mesin , tetapi disayangkan ternyata hanya tembakan peringatan. Perlawanan warga Muslim cukup maksimal, akan tetapi karena tanpa persiapan, akhirnya mundur dan mengungsi ke Markas Kompi C733 Wayame. Dari penyerangan ini didapati empat orang meninggal, tiga orang karena tercincang dan satu orang hangus terbakar. Tiga orang diantaranya dimakamkan sebagai syuhada tanpa dimandikan dan dikafani di kampung Kota Jawa. Luka parah tiga orang, ada yang tangannya putus, kepala terbelah, dan badan terbacok tetapi masih bisa bertahan hidup. Kondisi Kamtibmas benar-benar lumpuh total. Pukul 05.30 Seorang wanita memakai kerudung berusaha membakar masjid Al Fatah dengan bensin, tetapi segera diketahui oleh ibu-ibu yang lain. Wanita ini lolos melalui Jalan Baru (depan Masjid Al Fatah) dan bergabung dengan barisannya di Gereja Silo-depan kantor PLN. Pukul 10.00 Gereja Sumber Kasih di Silale dibakar massa . Pukul 12.00 Ada informasi bendera RMS sudah berkibar di Gunung Nona. Pukul 14.00 Pangdam Trikora, Mayjen A. Sembiring tiba di Ambon. Pukul 16.00 Ditemukan dokumen RMS bertanggal 22 Pebruari 1997 yang ditandatangani oleh KN-RMS, FLJ Tutuhatunewa di rumah tempat bantuan Edwin Manuputty (Pegawai Bappeda Tingkat I Maluku). HARI JUMAT TANGGAL 22 JANUARI 1999 (4 SYAWAL 1419 H) Pukul 01.00 Gubernur Maluku, beserta para pemuka agama berkeliling termasuk meninjau kamp pengungsi di Masjid Raya Al Fatah. Gubernur menghimbau agar semua pihak dapat menahan diri. Pukul 12.00 Pangdam VIII Trikora, Gubernur, Wakil Gubernur Maluku, Walikotamadya Ambon, serta rombongan meninjau camp pengungsi di Masjid Al Fatah. Pukul 13.00 Ummat Islam menjalankan shalat Jumat, termasuk di Masjid Raya Al Fatah. Sekelompok Muslim yang belum biasa Shalat berjaga-jaga. Di komplek-komplek perumahan para anggota gereja menawarkan diri untuk menjaga ummat Islam yang sedang shalat Jumat. Pukul 18.00 Pangab Jen. Wiranto tiba di Ambon. Diinstruksikan agar masyarakat tidak membawa senjata tajam di jalan-jalan. Bagi yang melawan akan ditembak. HARI SABTU TANGGAL 23 JANUARI 1999 (5 SYAWAL 1419 H) Pukul 16.35 BTWI Instruksi dari Pangdam Trikora "yang keluar dengan membawa senjata tajam akan disita bila melawan akan ditembak.". Pukul 21.30 BTWI, dilaporkan Seorang Anggota Kostrad dibunuh oleh kaum perusuh (Nasara) di daerah Gudang Arang Air Salobar dan senjatanya dirampas. Kerusuhan rupanya tidak hanya terjadi di Ambon tetapi merambat ke Kabuipaten Maluku Tengah. Ketegangan terus mencekam dan menyebar di beberapa tempat dan akhirnya terjadi peristiwa pertumpahan darah. Berikut kronologis peristiwa-peristiwa tersebut : KERUSUHAN DI KAIRATU (MALUKU TENGAH) HARI RABU TANGGAL 3 FEBRUARI 1999 Pukul 13.30 - 17.30 BTWI , terjadi perkelahian antara seorang pemuda Muslim dengan pemuda Nasrani di terminal Kairatu. Kemudian kasus ini berkembang karena sebelumnya sudah ada masalah antara pemuda Nasrani yang sementara mabuk dengan pemuda muslim. Pada saat yang sama terdengar satu letusan bom di perkampungan muslim. Suasana menjadi panas dan mulai nampak pembakaran yang dilakukan oleh kelompok nasrani yang menyebabkan 12 rumah penduduk warga Muslim asal Kailolo terbakar. Pukul 17.30 BTWI, pasar Kairatu ikut terbakar yang mayoritas penghuninya adalah muslim. Pada kejadian ini 1 orang meninggal dan 3 orang mengalami luka-luka. Kebakaran ini tak dapat dicegah sehingga menyebar ke rumah-rumah penduduk. Akibatnya penduduk dievakuasi ke Polres Kairatu yang tercatat sekitar 2.000 orang. Perkembangan selanjutnya sebagian besar korban mengungsi di beberapa tempat di Pulau Ambon dan Pulau Haruku yang jumlahnya lebih dari 1.500 orang. Pukul 18.00 dan 22.00 BTWI bantuan pasukan sampai di tempat kejadian antara lain dari Batalyon 731 dan Batalyon 731 Ambon HARI KAMIS TANGAL 4 FEBRUARI 1999 Pukul 10.00 BTWI, kerusuhan merembet ke desa Waitasi. Terjadi pembakaran rumah yang dilakukan oleh kaun nasara. Warga yang telah terbakar rumahnya kemudian mengungsi ke desa Liang (P. Ambon). HARI JUMAT TANGGAL 05 FEBRUARI 1999 Pukul 05.30 - 13.00 BTWI, desa Waralohi (muslim) diserang oleh warga nasrani desa Kamariang. Warga nasrani ini membakar beberapa rumah yang ada di ujung desa Waralohy. Terjadi bentrok fisik antara kedua warga yang masing-masing telah mempersenjatai diri. Dalam bentrokan ini yang meninggal 7 warga waralohy dan 1 orang warga Kamariang, sementara 30 rumah penduduk terbakar. Semua penduduk waralohy dengan menggunakan angkutan kapal mengungsi ke Pulau Ambon. KERUSUHAN DI PELAUW PULAU HARUKU (MALUKU TENGAH) PELAUW, HARI SABTU TANGGAL 13 FEBRUARI 1999 Pukul 03.00 BTWI dini hari, sebuah rumah diujung kampung Pelau (desa muslim) atas nama Yunus Sinai warga Aboru Nasrani) Pegawai Depdikbud Pulau Haruku terbakar. Belum jelas siapa pelaku pembakaran ini, namun diduga adalah warga Kariu (Nasrani) yang memancing kemarahan warga Aboru supaya menuduh orang Pelauw yang membakar rumah orang Aboru itu. Dan memang benar akhirnya Orang Pelauwlah yang dituduh membakar rumah itu. Tuduhan ini dilakukan oleh Oleh orang Aboru dan Orang Kariu (kedua kampung ini adalah kampung kristen). Kejadian ini mengakibatkan semua warga menjadi siaga. Kejadian tersebut semakin memanas akibat berkembangnya kejadian pelemparan terhadap beberapa warga Pelau oleh warga Kariu. HARI MINGGU TANGGAL 14 FEBRUARI 1999 Pukul 04.00 BTWI, terdengar bunyi tembakan dua kali dan salah satu rumah yang berada di ujung desa Kariu terbakar. Masing-masing desa saling menjaga-jaga. Muncul aparat keamanan yang mengamankan batasan kedua desa. Pukul 06.00 BTWI, konflik tersebut akhirnya berkembang dan masyarakat Pelauw (muslim) sudah berniat jihad dengan menggunakan baju adat jubah putih dan dilengkapi dengan peralatan perang, antara lain parang dan tombak. Penjagaan dilakukan dibatas desa dan demikian juga penduduk desa Kristen Kariu. Tiba-tiba mereka mendapat tembakan dari aparat kepolisian yang tidak menggunakan pakaian dinas kearah orang Pelau sehingga timbul beberapa korban, melihat saudara-saudara mereka tertembak kaum muslim Pelau yang dibantu oleh pemuda muslim Kailolo dan telah sudah siap dengan senjatanya marah dan menyerang Kariu yang berdiri dengan aparat Kristen, akhirnya sekitar pukul 08.00 korban yang tertembak dari warga muslim pelauw bertambah banyak. Sementara itu masyarakat Kariu mempersenjatai diri dengan senapan angin dan senapan api, mereka bertahan dengan melakukan penembakan terhadap warga Pelau. Semakin banyak korban berjatuhan pada peristiwa ini. Satu orang korban muslim meninggal terkena ledakan granat dan 2 warga muslim pelauw meninggal di tempat. Perkembangan selanjutnya pada pukul 10.30 masyarakat Pelauw berhasil membakar seluruh perkampungan Kariu. Sebagian masyarakat Kariu mengamankan diri masuk kedalam Gereja. Pihak keamanan langsung mengamankan geraja sehingga masyarakat menunda membakar gereja. Namun sekitar pukul 13.30 masyarakat Pelau telah membakar Gereja, dan sudah tidak menemukan satu orangpun warga Kariu yang sebelumnya telah mengamankan diri kedalam gereja. Sampai malam ini, kondisi sudah berangsur-angsur membaik, namun desa-desa muslim disekitarnya (antara lain Pelau, Kailolo, Rohomoni) menjaga-jaga. Aparat kepolisian yang melakukan penembakan diamankan oleh aparat keamanan lainnya yang berada di tempat kejadian, namanya adalah Serka Loupatty. Sementara itu aparat n yang terlibat dalam penembakan terhadap orang Pelauw berjumlah sekitar 4 orang yaitu ; Serka Loupatty, Serda Titir Loloby, Serda Hendrik Nandatu, Latumahina. Keempat polisi ini bertugas di Polsek Pelauw. Aparat kepolisian yang melakukan penembakan akhirnya diamankan oleh aparat keamanan yang menjaga batasan kedua desa, namanya adalah Serka Loupatty. Sementara itu aparat keamanan yang terlibat dalam penembakan terhadap orang Pelauw berjumlah 4 orang yaitu ; Serka Loupatty, Serda Titir Loloby, Serda Hendrik Nandatu, Latumahina. Keempat polisi ini bertugas di Polsek Pelauw. Jumlah korban yang dapat terpantau sampai saat ini adalah sebagai berikut : 16 orang muslim meninggal dunia dengan perincian 8 orang warga Pelau, 4 orang warga Kailolo dan 4 orang warga Ori, Sedangkan dipihak Nasrani 15 orang dengan perincian 9 orang warga Kariu dan 6 orang warga Hulaliu (warga Hulalui nasrani ini tewas karena menyerang desa Ori yang bertetangga). Korban luka terkena tembak dari warga muslim Pelauw jumlahnya 43 orang. |
|
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel |