Rektor Universitas Gadjah Mada
Oleh Herman Cornelis Yohannes
Suatu hari saya mendapat WA berupa foto deretan gambar
Rektor UGM yang terdapat di tembok sisi selatan Balai Senat
UGM, yang sudah dilengkapi dengan gambar pak Pratikno (Prof.
Dr. Pratikno,
M.Soc.Sc., Rektor UGM ke-14) dan bu Dwikorita (Prof. Ir.
Dwikorita
Karnawati, M.Sc., Ph.D., Rektor UGM ke-15). Si pengirim
adalah Helmi Johannes yang bekerja di Voice of America,
Washington DC. Saya sendiri belum mengetahui bahwa gambar
tersebut sudah terpasang, karena sudah lama tak diundang ke
acara di Balai Senat. Tetapi gambar-gambar itu memicu saya
untuk menulis tentang pertemuan saya dengan beliau-beliau
Rektor UGM.
Rektor Pertama
Kenangan saya tentang pak Sardjito (Prof. Dr. M.
Sardjito, M.D., M.P.H.) adalah bahwa beliau selalu
memakai stelan jas putih dan pantalon putih dan dengan
rambutnya yang seluruhnya sudah putih beliau adalah tokoh
yang anggun berwibawa. Kalau saya mengingat pak Sardjito
saya selalu membayangkan beliau sedang berjalan, dan
jalannya selalu dengan langkah yang cepat. Beliau adalah
Rektor pertama tetapi pada waktu menjabat dari tahun 1949
sampai dengan 1961 istilah yang dipakai adalah Presiden
Universitas jadi beliau adalah Presiden Universitas Gadjah
Mada. Istilah Rektor baru dipakai setelah tahun 1961.
Saya ingat ketika beliau memberi wejangan kepada kami
kelompok kecil mahasiswa baru (1958) yang ditugaskan untuk
meminta tandatangan beliau di rumah dinas di Sekip 1,
sekarang Sekip Blok L-6 dan berubah menjadi Bank Mandiri
UGM.
Kita mahasiswa baru duduk di lantai di selasar sebelah
selatan rumah. Sisi yang dekat dengan Fakultas Pertanian
dulu. Sekarang Sekolah vokasi.
Pak Sardjito dengan suara yang sabar dan kebapak-bapakan,
memberikan nasehat yang sejuk. Setelah itu buku plonco kita
dikumpulkan dan beliau memberi tanda tangan satu per satu.
Ini terjadi pada tahun 1958. Pada waktu itu semua mahasiswa
baru wajib ikut perploncoan. Nama plonco adalah nama yang
jelas. Tidak menutup-nutupi fakta seperti yang mulai terjadi
tahun 1970-an dan seterusnya, saat mahasiwa baru mengalami
perlakuan yang sama tetapi kata perploncoan tak boleh
dipakai dan diganti dengan nama-nama eufimistis, nama yang
muluk, indah tetapi perlakuan terhadap mahasiswa baru sama
kerasnya.
Rektor Kedua
Rektor UGM yang kedua adalah pak Johannes (Prof. Dr. Ir.
Herman
Johannes), beliau adalah rektor UGM yang paling saya
kenal karena saya nunut tinggal di rumah beliau di jalan
Sekip 3. Alamat ini kemudian diubah menjadi Sekip Blok L-4.
Saya dititipkan ke pak Johannes oleh ayah saya yang adalah
kepala SMP di Mataram, Lombok. Saya lulus SMP pada tahun
1955. Pada waktu itu di seluruh pulau Lombok belum ada SMA
jadi semua lulusan yang ingin meneruskan sekolah mencari SMA
di Bali, atau di Jawa. Ada yang ke Denpasar ada yang ke
Singaraja ada yang ke Malang dan Surabaya. Ayah saya
kemudian menulis surat ke saudaranya yaitu pak Johannes yang
di Yogya memohon apakah saya boleh ikut beliau dan sekolah
di Yogya. Beliau menyetujui, maka berangkatlah saya ke Yogya
naik kapal KPM dari Ampenan ke Surabaya diteruskan kereta
api Surabaya-Yogya dan tidak lupa membawa sepeda saya yang
dipakai sehari-hari di Mataram. Ketika turun dari kereta api
di stasiun Tugu maka saya dijemput oleh keponakan pak
Johannes yang lain, yang sudah lebih dahulu menemani pak
Johannes di Sekip 3. Sepeda diturunkan, sepeda Gazelle, lalu
saya langsung bersepeda lewat Jln. Tugu Kidul (dulu masih
dua arah), Jln. Gondolaju, Jln. Terban (sekarang Jln.
Simanjuntak) ke batas kota lalu sampai di Sekip 3.
Pak Johannes suka menanam pohon buah di halaman rumahnya.
Ada beberapa varian mangga dikebunnya seperti misalnya
mangga Golek, mangga Manalagi dan dua macam mangga lagi yang
juga favorit. Ada juga Jambu Klutuk Susu, yaitu jambu tanpa
biji, yang ada bijinya juga ada, ada Jambulang, ada Delima,
ada Belimbing buah. Bayangkan senangnya keponakan-keponakan
pak Johannes yang nunut tinggal di Sekip 3 tinggal memetik
buah-buahan langsung dari pohon.
Diantara mereka yang tinggal di Sekip itu ada yang kuliah
di Fakultas Hukum. Fakultas Hukum masih tergabung dalam
Fakultit HESP atau Fakultit Hukum, Ekonomi, Sosial dan
Politik, dan kuliahnya di Pagelaran, Kraton Yogyakarta, jauh
dari Sekip. Ada juga yang menjadi mahasiswa Fakultas
Kedokteran yang kuliahnya di Ngasem yang letaknya lebih jauh
lagi. Kendaraan yang dipakai hanya sepeda. Mobil jarang dan
sepeda motor apalagi lebih jarang lagi. Hanya ada motor
buatan Eropah seperti Ducati, Jawa, DKW, Zundapp. Mereknya
banyak tetapi dijalanan tidak kelihatan, yang ada sepeda,
becak dan andong. Motor Jepang belum hadir di jalanan Yogya
waktu itu.
Malioboro masih dua arah, semua jalanan masih dua arah.
The good old days.
Untuk melanjutkan sekolah, tersedia SMA-1-A (Bahasa), SMA
3-B ( Ilmu Pasti dan Alam) dan SMA 6-C (ilmu sosial). Saya
mendaftar di SMA 3-B. Waktu itu masih ada ujian Negara, jadi
walaupun saya ujian Negara SMP di Mataram, Lombok, tetapi
nilai SMP saya laku di Yogya. Karena jumlah penduduk belum
banyak dan istilah sekolah favorit belum ada maka saya
dengan mudah berlabuh di SMA 3, Padmanaba. Pak Johannes
menjadi Rektor UGM dari tahun 1961 sampai dengan tahun
1966.
Rektor Keempat
Yang menjabat Rektor UGM ke-empat adalah pak Soepojo
Padmodipoetro (Drs. Soepojo
Padmodipoetro, M.A.). Beliau istimewa karena sebagai
pimpinan universitas kedudukannya adalah Ketua Presidium
(Rektor) Universitas Gadjah Mada. Inilah pertama kali dan
satu-satu kalinya UGM dipimpin oleh Presidium. Buat saya pak
Soepojo juga istimewa karena beliau adalah guru saya. Ya
betul, guru saya di SMA 3/B Padmanaba Yogyakarta.
Mengajar mata pelajaran Ekonomi di kelas tiga pada tahun
1958. Orangnya simpatik dan mengajar dengan gaya yang
menarik. Dari beliau kami pertama kali mengetahui adanya
grafik permintaan dan penawaran. Rasanya asyik ada grafik
begini, mata pelajaran Ekonomi jadi mudah dimengerti.
Walaupun tentu ada cabang ilmu ekonomi yang rumit seperti
Econometrics dll.
Pengalaman lain dengan pak Soepojo juga unik. Dalam
rangka Dies Natalis UGM tahun 1967/1968 dilaksanakan
bridge drive UGM atau turnamen bridge UGM. Pada
periode itu turnamen diadakan tiap tahun dan dilaksanakan di
Sekip Unit V saat itu Perpustakaan Pusat UGM. Turnamen
diikuti puluhan pasangan bridge, ada yang dari Magelang dan
Sala tetapi yang terbanyak dari Yogya. Saya memang suka main
bridge dan sering berlatih dengan klub bridge di Yogya.
Untuk turnamen kali ini saya berpartner dengan mas Semedi,
yang mahasiswa Teknik Sipil UGM. Turnamen bridge memakan
waktu lama. Biasanya dua hari dan berakhir malam sekitar jam
23.00.
Kelihatannya saya dan Semedi lagi mujur. Di final yang
diikuti 12 pasangan, lawan demi lawan membuat kesalahan saat
berhadapan dengan kami. Ketika pada sekitar jam 23.00
diadakan rekapitulasi point yang dikumpulkan setiap
pasangan, ternyata hasilnya adalah pasangan Semedi- Harry
yang mengumpulkan point tertinggi dan menjadi juara. Banyak
pemain tenar yang sudah mengenal kita tidak bisa percaya
bahwa kita juaranya. Saya dan Semedi juga heran sendiri.
Tetapi senangnya hati ini tak terkira. Apalagi pemberian
hadiah dilaksanakan oleh, tidak lain daripada, pak Soepojo
Rektor UGM. Bangga rasanya.
Karena Semedi pulang ke tempat kos naik motor maka piala
bergilir yang cukup besar dititipkan pada diriku. Jadi pada
hampir tengah malam itu, saya berjalan dari Sekip Unit V ke
Sekip L4 rumah pak Johannes, sambil memeluk piala dan
ditemani tidak lain adalah beliau guru saya dan Rektor UGM
pak Soepojo yang juga tinggal di Sekip tak jauh dari rumah
pak Johannes. Entah apa yang kami bincangkan di malam itu
tetapi saya kira pak Soepojo juga senang bahwa piala tsb.
dimenangkan warga UGM.
Pak Soepojo satu tahun menjadi Rektor karena pada tahun
1968 menjadi Sekretaris Jendral Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kemudian menjadi Duta besar/Wakil tetap RI di
Unesco berkedudukan di Paris (1972-1976).
Rektor Keenam
Pak Sukadji Ranuwihardja, (Prof. Dr. Sukadji
Ranuwihardjo, M.A.) menjadi Rektor UGM yang keenam dan
menjabat dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1981. Dalam
masa jabatan beliau, sistem kredit pertama kali diterapkan
di UGM. Saya ingat pak Sukadji pernah datang ke Fakultas
Teknik untuk mensosialisasikan perubahan sistem akademik
dari sistem lama atau sistem Eropah menjadi sistem kredit
yang mirip sistem yang dipakai di Amerika. Sistem ini
dipakai sampai sekarang. Putera pak Sukadji menjadi
mahasiswa Jurusan Teknik Elektro. Kalau bertemu pak Sukadji
di ruang tunggu bandara maka kami saling mengangguk dan
kadang berbincang sedikit tetapi beliau tokoh yang banyak
kenalannya jadi lebih sering beliau di kelilingi oleh dosen
dan tokoh yang lain dan merekalah yang asyik berbincang
sambil menunggu pesawat untuk pulang ke Yogya. Pak Sukadji
menjadi Rektor dari tahun 1973 sampai dengan 1981. Kemudian
pada tahun 1984 beliau diangkat menjadi Direktur Jendral
Direktorat Pendidikan Tinggi dan menjabat sampai tahun
1990.
Ketika Badan Akreditasi Nasional baru dibentuk pak
Sukadji menjabat sebagai Kepala BAN. Kantor BAN masih di
kompleks Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), Pintu Satu
Senayan. BAN didirikan pada tahun 1994.
Rektor Ketujuh
Pak Teuku Jacob, (Prof. Dr. Teuku
Jacob) Rektor UGM yang ketujuh, menjadi Rektor dari
tahun 1981 sampai dengan 1986. Selain terkenal sebagai
paleo-antropolog, antropolog ragawi, beliau juga luas
pengetahuannya. Saya suka membaca tulisan-tulisan beliau di
harian Kedaulatan Rakyat. Tulisannya memperluas
pengetahuanku dan enak dibaca. Ternyata pak Jacob juga
membantu Pusat Bahasa untuk menciptakan istilah bidang
arkeologi. Jadi ketika wakil dari beberapa universitas,
termasuk UI, UGM dan IPB diundang untuk lokakarya MABBIM di
Kuala Lumpur, Malaysia beliau diangkat menjadi Ketua
rombongan Indonesia. Saya juga katut menjadi anggota
kelompok istilah fisika sedang pak Jacob kelompok istilah
arkeologi. MABBIM adalah singkatan dari Majelis Bahasa
Brunei, Indonesia dan Malaysia suatu badan yang tugasnya
merancang dan memantau perkembangan bahasa Melayu
/Indonesia.
Pertemuan di Kuala Lumpur ini adalah untuk menyelaraskan
istilah Indonesia-Malaysia dalam berbagai bidang ilmu. Saya
ingat ada juga pakar Biologi dari IPB dan pakar Hukum Laut
dari UI.
Saya sampai di Kuala Lumpur lebih dahulu dari pak Jacob
karena beliau masih ada kesibukan lain. Setelah sampai hotel
di pusat kota Kuala Lumpur yang tak seberapa jauh dari KLCC
Park atau Taman Kuala Lumpur City Center, barulah saya
mengetahui bahwa oleh panitia, peserta dari tiap universitas
dipesankan kamar yang sama. Dua peserta di satu kamar. Nah
lu, aku akan sekamar dengan tokoh senior seperti pak Jacob.
Aku khawatir beliau akan terganggu kalau kita sekamar,
apalagi pak Jacob adalah Ketua rombongan Indonesia jadi
seharusnya diberi kamar sendiri. Bagaimana jalan keluar Saya
menghubungi panitia dan meminta kamar sendiri. Untungnya
dari sejumlah kamar yang sudah dipesan dan berada dalam
penguasaan panitia, dan dengan harga istimewa, yaitu lebih
murah dari harga resmi hotel, masih ada kamar yang kosong,
tak terpakai. Lega rasanya mendapat kamar sendiri. Selama
lokakarya berlangsung saya bangga melihat dan mendengar pak
Jacob berpidato, memberi sambutan pembukaan sebagai Ketua
rombongan Indonesia.
Selama lokakarya saya sibuk dengan kelompok fisika
bersama pakar dari Malaysia dan Brunei. Jadi tidak
mengetahui bagaimana perasaan pak Jacob ditinggal pergi oleh
orang yang telah dirancang untuk sekamar dengan beliau.
Terkadang kalau kelompok fisika terlalu rajin dan bekerja
terlalu lama dan terlambat makan malam maka sesampainya di
ruang makan mendapatkan pak Jacob masih di ruang makan
memberi wejangan kepada pensyarah-pensyarah Malaysia yang
datang ke meja pak Jacob penuh hormat dan perhatian
mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh pak Jacob.
Beliau betul-betul pakar berpengetahuan luas membagi ilmunya
di mancanegara.
Bangga untuk Indonesia.
Bangga UGM.
Ketika pulang ke Indonesia panitia sekali lagi check
in pesawat berdasar universitas peserta. Jadi saya duduk
berdampingan dengan pak Jacob. Ternyata beliau juga senang
bahwa kita mendapat kamar sendiri-sendiri dan juga
mengatakan bahwa biaya kamar juga sama saja dengan peserta
yang lain, tidak lebih mahal. Mungkin ini cara beliau untuk
mengapresiasi inisiatif saya untuk pindah kamar.
Rektor Kedelapan
Prof. Dr. Koesnadi
Hardjasoemantri, S.H., M.L. menjadi Rektor UGM yang
kedelapan. Saya bertemu pak Koesnadi di Kupang. Ya betul, di
Kupang, NTT dimana beliau ikut Pengerahan Tenaga Mahasiswa
(PTM) menjadi guru di SMA di Kupang, Timor. Saya baru saja
lulus propadeuse di FIPA, Fisika, UGM dalam waktu 9 bulan
jadi ada waktu banyak sebelum kuliah tahun berikutnya
dimulai. Jadi saya 'terbang' dari Yogya ke Surabaya lalu
terus ke Kupang. Waktu itu tahun 1959, murid pak Koes di
Kupang a.l. Willy Toisuta yang kemudian menjadi Rektor
Universitas Satya Wacana di Salatiga, Adrianus Mooy, yang
kemudian menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi UGM dan kemudian
menjadi Gubernur Bank Indonesia dan W.I.M. Poli yang
kemudian menjadi Profesor di Fakultas Ekonomi Universitas
Hasanuddin di Makassar. Saya ingat datang di SMA di Kupang
bertemu dengan pak Koesnadi dan ikut upacara bendera dengan
pak Koes sebagai Komandan Upacara. Selanjutnya pak Koes
kembali ke UGM dan pada tahun 1986 sampai dengan 1990
menjadi Rektor UGM. Beliau sangat peduli pada kegiatan
kesenian mahasiswa dan pernah memimpin rombongan kesenian ke
Jawa Barat untuk menghibur masyarakat dan tentara di daerah
yang masih belum aman. Dalam rombongan tersebut ikut mas
Adhi Susanto yang saat itu menjadi gitaris band Gama. Suatu
saat nanti pak Adhi Susanto akan menjadi Dekan Fakuktas
Teknik UGM. Karena cintanya pada Seni dan jasa-jasa beliau
maka ada gedung kesenian di Kampus UGM yang dinamakan
Koesnadi Hardjasoemantri Cultural Center.
Rektor Kesebelas
Pak Amal (Prof. Dr. Ichlasul
Amal, MA) menjadi Rektor UGM ke 11, menjabat dari tahun
1998 sampai dengan tahun 2002. Dengan beliau saya tidak
ingat bepergian bersama tetapi pak Amal memberikan saya dua
SK. Yaitu surat keputusan yang menunjuk saya sebagai Wakil
Ketua KSPO (2000) dan SK sebagai anggota Kantor Jaminan Mutu
(2001-2006).
KSPO adalah Kantor Sekretariat Pelaksana Otonomi-UGM.
Pada awal tahun 2000, UGM belum otonom dan masih berstatus
Universitas Negeri. KSPO bekerja dibawah pengarahan dan
bimbingan pak Anwar yaitu Prof Dr.H. Moch Anwar, M
Med.Sc.,Sp.OG (K). Walaupun KSPO adalah Kantor Pelaksanaan
Otonomi tetapi KSPO tidak melaksanakan otonomi tetapi hanya
membantu menyelenggarakan lokakarya untuk mensosialisasikan
dan menyebarluaskan arti otonomi pada sivitas akademika.
KSPO juga menyelenggarakan ceramah-ceramah dari ahli tentang
otonomi. Mengumpulkan tulisan-tulisan ahli-ahli UGM (dari
Fakultas Hukum dan Fakultas lain) tentang Anggaran Rumah
Tangga. Salah seorang penceramah adalah professor dari
universitas di Australia, dari beliau pertama kali kita
mendengar bahwa Senat Akademik Universitas di Universitasnya
beranggautakan selain Guru Besar, Pengurus Universitas dan
dosen Senior juga wakil dari dosen muda, wakil pegawai,
wakil mahasiswa bahkan janitor yaitu perawat/ pembersih
gedung pun dapat menjadi anggota senat. Mereka pun mempunyai
sesuatu yang bijaksana yang perlu diketahui oleh lembaga
Senat yang mungkin penting bagi pengembangan
universitas.
Kantor KSPO berada di lantai dua Sayap Selatan Gedung
Pusat UGM, ruangan yang sekarang dipakai oleh Kantor Jaminan
Mutu. Rapat Pengurus Universitas biasanya dilaksanakan di
Ruangan di sayap utara gedung pusat. Satu-satunya rapat
Pengurus Universitas yang dilaksanakan di sayap selatan
adalah yang dilaksanakan di KSPO. Pada kesempatan itu pak
Amal dan wakil-wakil rektor serta sekretaris senat lama
hadir. Dalam rapat ini, yang khusus membicarakan Senat UGM,
pak Amal dengan jiwa besar melepaskan jabatannya sebagai
ketua Senat. Dalam era otonomi Ketua Senat tidak boleh
dirangkap oleh rektor. Jadi pak Amal menunjuk pak Boma
(Prof. Ir. Boma Wikan Tyoso, MSc., Ph.D.) sebagai Ketua
Senat Sementara. Anggota Senat Sementara sama saja dengan
anggota senat yang lama hanya Ketua Senat tidak dirangkap
oleh Rektor. Senat Akademik UGM yang baru keanggotaannya
akan berubah . Tidak semua profesor dari fakultas menjadi
anggota tetapi dikurangi menjadi wakil fakultas dari unsur
dosen guru besar dan wakil fakultas dari unsur dosen bukan
guru besar. Hasilnya adalah Senat Universitas yang jumlah
anggotanya berkurang tetapi yang unsur keanggotaanya
diperluas. Dalam masa peralihan inilah terjadi perubahan
Senat Akademik yang lama menjadi Senat Akademik Sementara
dan kemudian menjadi Senat Akademik UGM yang keanggautaannya
diperluas mencakup perwakilan fakultas dari unsur dosen Guru
Besar, perwakilan fakultas dari unsur dosen bukan Guru Besar
dan juga unsur lain seperti misalnya Kepala Perpustakaan dan
Direktur Direktorat Sistem dan Sumber Daya Informasi. Pada
bulan Desember tahun 2000, UGM menjadi Perguruan
Tinggi-Badan Hukum Milik Negara dengan otonomi dalam
mengelola Anggaran Rumah Tangga dan Keuangan. (Perkembangan
mencapai otonomi penuh masih perlu waktu dan baru pada tgl.
14 Oktober 2013, UGM menjadi PTN-BH dengan otonomi
penuh)
Setelah UGM menjadi Perguruan Tinggi BHMN yang berarti
sudah otonom walaupun terbatas maka pak Yon (Ir Haryana
Soeroer, M.Arch.) dan saya dipanggil oleh pak Anwar. Beliau
mengatakan bahwa tugas di KSPO sudah selesai, tetapi masih
ada pekerjaan yang penting yaitu penyusunan dan pengembangan
Jaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang akan berawal di UGM dan
UGM sudah masuk dalam organisasi regional jaminan mutu yaitu
ASEAN University Network Quality-Assurance. Tidak
lama kemudian pada tanggal 27 November 2001, keluarlah S.K
pembentukan Kantor Jaminan Mutu. Ketua KJM adalah pak Toni
(Dr.Ir. Toni Atyanto Dharoko, M.Phil.), pak Yon menjadi
Wakil Ketua dan saya dan beberapa rekan menjadi anggota.
Maka mulailah perjalanan panjang yang menyenangkan dalam
kegiatan penjaminan mutu Perguruan Tinggi. Tugas ini akan
membawa kita tim KJM berkeliling di Fakultas dan Jurusan di
UGM, bahkan membawa kami semua ke berbagai Perguruan Tinggi
di seluruh Indonesia dan ke beberapa kota di ASEAN. Nasib
manusia siapa tahu! Saya masih ingat ketika lokakarya
Penjaminan Mutu pertama diadakan dengan keynote speaker
bapak Suprodjo Pusposutardjo (Prof. Dr. Ir. Suprodjo
Pusposutardjo, M.Eng.) Direktur Direktorat Pembinaan
Akademis dan Kemahasiswaan, Ditjen Dikti dan juga Guru Besar
di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, yang memulai ceramahnya
sebagai berikut: "Quality in education is what makes
learning a pleasure and a joy." Sungguh suatu ajakan
yang sejuk untuk memulai dan mengajak semua peserta untuk
melaksanakan Jaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Setelah terbentuknya KJM maka diadakan awareness
seminar Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi untuk semua
Pimpinan Universitas, Fakultas dan Jurusan dan untuk dosen
mahasiswa dan pegawai. Pada tanggal 19 Januari 2002 Rektor
UGM, Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA, mencanangkan tahun 2002
sebagai tahun diterapkannya sistem Penjaminan Mutu di
Universitas Gadjah Mada.
Rektor Keduabelas
Prof. Dr. Sofian
Effendi, MPIA, menjadi Rektor UGM ke 12. Pada saat
pelantikannya tanggal 23 Maret 2002 beliau menetapkan
diberlakukannya Total Quality Culture and System pada
semua unit kerja di UGM. Kegiatan persiapan Jaminan Mutu
ditingkatkan dan pada bulan Maret 2002 itu juga terbitlah
Buku Panduan Jaminan Mutu Pendidikan Tinggi - UGM dan
dibagikan ke seluruh fakultas. Dalam bulan Juni-Agustus
2002, KJM mengadakan Sosialisasi Penjaminan Mutu dengan cara
mengirim tim dari KJM ke fakultas di lingkungan UGM. Anggota
KJM dibagi menjadi beberapa tim yang ditugaskan ke Fakultas.
Diantara fakultas yang saya kunjungi adalah Fakultas ISIPOL.
Disinilah pertama kali saya bertemu dengan pak Pratikno
(Prof.Dr. Pratikno, M.Soc.Sc.) yang waktu itu menjadi Wakil
Dekan bidang Akademik. Kami diterima dengan baik sekali dan
dalam pertemuan dan diskusi ternyata mahasiswa juga
diikutsertakan. Ini berbeda dengan fakultas lain dimana yang
hadir dalam sosialisasi hanya dosen. Memang ini cara FISIPOL
untuk melatih mahasiswa ikut dalam diskusi. Bahkan dalam
pertemuan ini muncul ungkapan Skeleton in the Closet
yang dikemukakan oleh peserta diskusi yang khawatir bahwa
QA dan audit mutu akan mengungkap hal yang
disembunyikan, yaitu mengungkap Skeleton in the
closet. Memang setelah adanya QA dan Audit Mutu Akademik
seyogya tak ada lagi Skeleton in the Closet atau
Skeleton in the cupboard. Tak ada lagi rahasia yang
mengagetkan apabila terungkap. Pak Pratikno kemudian menjadi
Rektor UGM dan sebelum masa jabatan selesai beliau diangkat
menjadi Menteri Sekretaris Negara.
Ketika semua organisasi jaminan mutu sudah terbentuk di
tingkat Universitas, Fakultas, Jurusan dan Program Studi dan
dokumen mutu di setiap tahap sudah ditentukan maka pada
tanggal 11 Oktober 2004, pak Sofian sebagai Rektor UGM
mendeklarasikan pelaksanaan menyeluruh Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan Tinggi di UGM. Deklarasi diadakan secara
besar-besaran di Graha Sabha Pramana, di depan tamu undangan
yaitu Pimpinan Universitas di Yogyakarta dan tamu dari
pelbagai instansi. Acara deklarasi diramaikan oleh orkes
dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan pada kesempatan
itu diadakan jamuan makan siang dan dibagikan kantong atau
tas kain berisi brosur, leaflet tentang penyelenggaraan
Penjaminan Mutu di UGM dan juga contoh dokumen mutu. Acara
itu layaknya seperti launching suatu produk industri
tetapi dalam hal ini merupakan peluncuran suatu produk
akademik yang penting, yang memberi ajakan kepada
universitas lain untuk juga melaksanakan Penjaminan Mutu
Pendidikan Tinggi. Demikianlah pertemuan saya dengan dua
Rektor yang keduanya berasal dari fakultas ISIPOL dan
menjadi rektor UGM secara berturutan yaitu rektor ke-11 dan
ke-12.
Ada tiga Rektor UGM yang berasal dari Fakultas Teknik
yaitu Prof. Ir. Sudjarwadi,
M.Eng.,Ph.D. Rektor ke-13, Prof. Ir. Dwikorita
Karnawati, M.Sc. Ph.D., Rektor ke- 15 dan Prof. Ir.
Panut
Mulyono, M.Eng., D.Eng., Rektor UGM ke-16. Karena saya
juga pensyarah di Fakultas Teknik maka saya kenal baik
dengan beliau bertiga. Prof. Panut Mulyono saat tulisan ini
diterbitkan masih menjabat sebagai Rektor UGM dan bu
Dwikorita masih menjadi Kepala BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika).
Catatan: Tulisan ini saya peroleh melalui email dari Bapak
Herman Cornelis Yohannes <hcyyo@yahoo.com>.
Yogyakarta, 20 September, 2020
Halo pak Djoko Luknanto,
Ini saya kirim tulisan tentang Rektor UGM yang saya kenal.
Dari sisi personal. Sedikit sejarah yang mungkin menarik bagi Muda UGM.
Mudah-mudahan pak Luk dapat terhibur membaca ini.
Salam,
HCY
|