|
PEMAHAMAN MARITIM AGRARIS NIAGA DI
D.I.Y
Melalui Pemahaman Maritim-Agraris-Niaga
(MAN) pada era Kerajaan Medang,
untuk merumuskan orientasi Keistimewaan Yogyakarta.
Keistimewaan adalah terobosan sekaligus
akselerator dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat,
sedangkan Medang Kamulan adalah akar budaya sebagai sumber
inspirasi arah pengembangannya.
Kajian Sejarah
Kajian Sejarah dimaksudkan untuk menemukan Akar Budaya,
yang terbangun sejak jaman Medang Kamulan (Mataram Kuno),
Majapahit, Dulangmas, Mataram Baru, Mataram era NKRI sampai
menjadi DIY, sekaligus sebagai pembelajaran untuk
merealisasikan masa depan yang lebih baik. Nyala api atau
pijar kejayaan kerajaan Medang Kamulan merupakan sumber
semangat sekaligus bermakna sebagai penunjuk arah dan modal
sosial untuk maju. Sedang abunya yang berupa ratusan candi
dengan segala muatan pesan jaman yang terkandung didalamnya,
merupakan bukti sejarah yang harus dilestarikan
keberadaannya demi menjaga keberlanjutan hubungan batin
dengan generasi penerus.
Pendahuluan
Dalam sejarah kehidupan manusia interaksi antara alam dan
manusia telah mendidik manusia menjadi semakin beradap dan
didalam kurun waktu yang panjang telah menghasilkan kuncup
budaya yang selanjutnya akan mekar menjadi bunga budaya.
Proses selanjutnya berupa dialog interaktif antara
"nature and culture" atau alam dengan perilaku
kelompok manusianya (masyarakat) dalam keterikatan tempat,
waktu dan kecerdasan juga kearifan kolektifnya. Meskipun
tidak berlaku untuk semua kuncup bunga budaya, tetapi salah
satunya akan mekar, berubah dan berkembang menjadi buah yang
akhirnya matang. Sebagai buah matang hal tersebut berupa
kerajaan yang merupakan konsensus diantara masyarakatnya
yang ditandai dengan adanya berbagai ketentuan tersirat ,
tersurat maupun yang nyata secara fisik maupun non
fisik.
Di tengah pulau Jawa, tepatnya didaerah Kedu Jawa Tengah,
terdapat gunung Merapi yang secara alami sangat produktif
menghasilkan pasir maupun batu. Hal ini merupakan material
alami yang ketersediaannya nyaris tanpa henti dan menjadikan
masyarakat disekitarnya terbiasa dengan pemberdayaan bahan
tersebut sebagai modal usaha untuk mendukung pengembangan
budayanya. Dalam hal ini sebagai bukti nyata adalah
keberadaan ratusan candi yang masih kokoh sampai sekarang.
Sebagai maha karya budaya adi luhung dari kerajaan "Bhuumi
Maata Ramya" yang didirikan oleh dinasti Sanjaya, yang
dikenal sebagai "Raka i Bhumi Mataram" pada tahun 644 Saka
atau 732 Masehi. Candi-candi tersebut menjadi indikator
tentang kejayaan kerajaan pada masa itu. Dalam
perkembangannya dikenal sebagai kerajaan "Mdhang Kamuulan"
atau kerajaan "Mataram Kuno" yang wilayahnya mencakup pulau
Jawa bagian tengah. Istilah Medang dikenal sejak dari
berdirinya kerajaan ini yang ditandai dengan adanya artefak
Lingga-Yoni (simbol pria & wanita) di Candi Canggal
Gunung Wukir Kedu dengan koordinat 78 38' 03'' LS dan 110
17' 48'' BT.
Dari "logical frame work" yang dibangun oleh
beberapa ahli yang berasal dari disiplin ilmu yang jamak,
diakui bahwa kerajaan "Mdhang Kamuulan" atau sering disebut
sebagai "Medang Kamulan", yang artinya "awal paro tengah",
selanjutnya diartikan sebagai "Pakuning Jagad". Wilayah
utamanya mencakup seluruh pulau Jawa Dwipa dan merupakan
cikal bakal kerajaan Mataram Baru atau setidaknya mempunyai
kaitan benang merah yang terhubung sebagai kesatuan mata
rantai sejarah kerajaan di Jawa.
Pengaruh "nature" sebagai representasi keberadaan
Sang Pencipta (Hablul Min Allah juga Hablul Min Alami)
sangatlah besar dan mengingat naturenya yang beraneka ragam,
maka dalam perjalanan sejarahnya membentuk keaneka ragaman
budaya yang warna coraknya terpengaruh oleh hubungan
interaksi antar manusianya (Hablul Min Annas). Pulau Jawa
sebagai bagian dari Benua Maritim Nusantara (Antar Pulau)
atau Kepulauan yang terbentuk dari ribuan pulau, terletak
diantara dua samudera dan dua benua, menjadikan kerajaan
Medang berada dilintas Niaga Global yang berarti menjadi
titik silang interaksi antar budaya dunia sehingga pada
jamannya dapat tumbuh berkembang menjadi pusat budaya
dunia.
Dari runutan Galur-Galuh (mata rantai hubungan pertalian
darah para penguasa kerajaan) Nusantara, dalam waktu/masa
panjang selalu mengalami pergeseran tempat, menjadi bukti
bahwa kerajaan kerajaan tempo dulu berjaya dengan budaya
terkait dengan jati dirinya. Sejak dari era Tarumanegara -
Sriwijaya - Kutai - Medang (Mataram Kuno) - Majapahit -
Demak - Mataram Baru, hubungannya merupakan "Sawer selendang
pelangi budaya Nusantara" yang patut menjadi akar budaya dan
sedang dicari saat ini oleh banyak pihak, yang
keseluruhannya bercirikan budaya Maritim-Agraris-Niaga
(MAN).
Dengan demikian wajar sekiranya kerajaan "Medang Kamulan"
berkembang menjadi kerajaan Maritim-Agraris-Niaga (MAN),
yang selanjutnya menjadi pusat budaya Nusantara. Hal ini
selain didukung oleh "logical frame work" para ahli sejarah,
juga dibuktikan dari keberadaan makna relief yang terdapat
pada ratusan Candi yang ratusan tahun kemudian masih tegak
berdiri. Dengan demikian wajar sekiranya kerajaan Medang
Kamulan dijadikan asal usul akar budaya Jawa.
Kecelakaan sejarah
Menurut para ahli vulkanologi, pada tahun 1006 terjadi
peristiwa alami maha dahsyat berupa letusan gunung Merapi
yang menyebabkan terjadinya Maha Pralaya. Peristiwa ini
mendorong terjadinya eksodus besar-besaran dari masyarakat
lereng Gunung Merapi menuju ke arah timur (sekarang Jawa
timur). Lereng Gunung Merapi saat itu merupakan pusat
kerajaan Medhang Kamulan, sehingga peristiwa tersebut
mengakibatkan runtuhnya kerajaan Medang Kamulan.
Di wilayahnya yang baru, melalui proses panjang, para
pengungsi tersebut mulai bangkit kembali dan mampu
mendirikan kerajaan Majapahit yang sempat jaya dalam kurun
waktu 230 tahun sebagai negara Maritim-Agraris-Niaga (MAN).
Adapun wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh wilayah
Nusantara dan pengaruhnya jauh menjangkau sampai wilayah
Asia Tenggara sekarang ini.
Pergeseran pusat Niaga terjadi ketika bangsa asing mulai
berinteraksi dalam bentuk perdagangan antar bangsa sehingga
memunculkan kerajaan Demak selama + 175 tahun, sebagai pusat
perdagangan baru yang dampaknya berpengaruh pada
kelangsungan kerajaan Majapahit. Hukum persaingan dalam
perdagangan terjadi pada era tersebut, sehingga pada masa
kerajaan Demak harus mengakui kekalahannya dalam perebutan
dominasi perdagangan Global dengan dikuasainya wilayah
pesisir utara Jawa oleh bangsa asing. Dengan demikian pusat
kerajaannya yang juga menjadi pusat budaya, pindah bergeser
ke pedalaman yang akhirnya menjadi cikal bakal kerajaan
Mataram Baru yang mencakup wilayah "Dulangmas"
(Kedu-Gegelang-Banyumas), yang berada membentang di sisi
pulau Jawa bagian selatan, yang mana relatif secara
geografis terpisah dari jalur perdagangan dunia poros Jalur
laut Maluku-Malaka.
Kecelakaan sejarah yang sekaligus juga menjadi kecelakaan
budaya tersebut semakin parah ketika para pedagang asing
melakukan taktik monopoli dagang sekaligus didukung nafsu
kolonialnya, maka terjadilah masa penjajahan selama lebih
dari 3 abad atas bangsa Indonesia. Dimasa penjajahan ini
meskipun perlawanan banyak dilakukan oleh kerajaan-2 yang
ada, tetapi dengan strategi pecah belah dan didukung
kesuksesan penanaman mindset sebagai bangsa agraris semata
kepada bangsa Indonesia, maka terjadi kecelakaan budaya
sekaligus mindset bangsa Indonesia sehingga melupakan
jatidiri akar budaya MAN. Bukti untuk hal ini nyata
kelihatan dari isi beberapa perjanjian yang dilakukan oleh
para raja dengan pihak penjajah yang sarat dengan tipu daya
dan selalu mendorong pribumi untuk tidak berkuasa di wilayah
pesisirnya, sehingga semakin tersudut dipedalaman sebagai
bangsa agraris. Sebagai contoh antara lain dapat dilihat
pada perjanjian Bongaya dan Giyanti. Khusus perjanjian
Giyanti, menjadi cikal bakal berdirinya DIY hingga era
keistimewaan dalam rengkuhan NKRI. Meskipun telah
mendapatkan kemerdekaan secara politik, namun belum banyak
terasa dalam kemerdekaan budayanya, karena ternyata masih
erat melekat dalam mindset budayanya yang belum MAN alias
agraris semata.
Untuk itu dalam membangun Indonesia kembali harus
dilakukan perubahan mindset, yang berdasar pada hasil dialog
antara "nature dan culture" yang berupa perubahan budaya
untuk kembali ke akar budaya MAN. Hal ini berarti harus
mampu menembus masa penjajahan dan harus mengenali secara
tepat kodrat jatidirinya sebagai negara Maritim yang
disinergikan dengan potensi Agraris dan Tata letak
Geografisnya yang berada di lintas perdagangan Niaga Global.
Hal ini penting karena sekaligus mengantisipasi perkembangan
Pasific Rim dan kemajuan Teknologi. Untuk itu cara pandang
dan perilaku masyarakatnya dalam berbudi daya memerlukan
pendidikan yang menyeluruh sehingga mampu menemukan
jatidirinya sebagai bangsa MAN dalam wujud "kharakter MAN"
yang mampu menjawab tantangan jaman.
Untuk itu DIY yang ingin menjadi sumber inspirasi dalam
pembangunan Nasional, harus menjadikan keistimewaan sebagai
modal sosial dalam memelopori kembalinya budaya MAN sebagai
orientasi pembangunan Nasionalnya. Dengan demikian dalam
mengisi keistimewaannya "Pembangunan Manusia Berkharakter
MAN" harus menjadi inti Keistimewaannya dan sangat tepat
sekiranya semangat pergeseran dari "among tani menjadi
dagang layar" dijadikan orientasi pembangunan DIY, berakar
pada budaya Medang Kamulan.
Pengertian MAN
Pengertian MAN dari aspek budaya dapat diartikan dari
perilaku masyarakatnya dalam bermata pencaharian pokok,
melalui pemanfaatan potensi lokalnya secara bijak dan saling
mengisi-memperkuat. Hasilnya suatu "mixed income" dari
masyarakatnya yang bersumber dari aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam baik yang berada di kawasan laut maupun
daratannya yang dikelola menjadi komoditas perdagangan yang
bernilai tambah. Adapun gambaran secara rinci adalah sebagai
tersebut dibawah.
- Maritim, budaya cinta laut dan pembangunan dengan
memberdayakan seluruh potensi laut dengan segala
sumberdayanya yang terdapat didalamnya baik yang berupa
Sumberdaya alam, sumberdaya hayati, sumberdaya geografis
dlsb.
- Daratan,yang mengandung potensi agraris-tropis basah
dalam mendukung terselenggaranya kehidupan yang harmonis
dan berkelanjutan serta tercukupinya segala kebutuhan
primer yang berupa ketahanan pangan, kesehatan
lingkungannya lingkungan termasuk rasa aman dari segala
gangguan kencananya.
- Niaga, termasuk jasa mendukung kebutuhan dinamika
sosial dalam penyelenggaraan perdagangan komoditas juga
Pariwisata dengan segala keperluan pendukungnya.
Ketiga hal tersebut secara berimbang harus memberikan
peluang bagi warga masyarakat DIY dalam meraih
kesejahteraannya. Untuk menuju kesana persyaratan utamanya
terletak pada budaya masyarakatnya yang untuk ini perlu
dibentuk melalui "Pendidikan Masyarakat" dengan muatannya
yang terarah dan tersusun secara tepat. Dengan demikian
program pendidikan secara utuh perlu dijadikan strategi
utama didalam pengembangan budaya MAN sekaligus merupakan
gerakan masyarakat yang mandiri berdasar kesadaran dan
keinginan kolektif sehingga menghasilkan kecerdasan dan
kearifan kolektif bagi seluruh pemangku kepentingannya.
Konsep Pembangunan DIY (RPJM, RPJP) yang berbudaya
MAN
Adapun konsep Pembangunan DIY yang tertuang didalam RPJM
& RPYP yang mendasarkan pada budaya MAN dapat diuraikan
secara rinci seperti tersebut dibawah.
- "Nation & Character Building" dalam bentuk
Pendidikan secara utuh yang mampu mensinergikan sistem
formal, nonformal & informal dalam bentuk muatan
lokal yang berintikan pengetahuan, ketrampilan dan
perilaku tentang MAN dan membentuk profil masyarakat MAN
yang bermartabat. Untuk ini berdasar pengalaman perlu
diselenggarakan secara terintegrasi dimulai sejak usia
dini sampai lanjut sehingga mampu menghasilkan manusia
"makaryo-produktif" yang profesional-tangguh.
Untuk itu Semangat Tahta untuk Rakyat perlu diterjemahkan
menjadi IPTEKS untuk Kesejahteraan Rakyat yang intinya
membudayakan IPTEKS sebagai perangkat untuk meraih
kesejahteraan.
- Tata Ruang, berbasis Manfaat & Bencana alam yang
didukung konsep tata ruang wilayah yang bertumpu pada
"functional design" yang harmonis dengan kodrat fisik
lingkungannya. Untuk itu orientasi pengembangan wilayah
kearah selatan perlu mendapatkan perhatian, disamping
perlunya usaha konservasi untuk wilayah utara yang
diharapkan secara lestari mengikuti kodrat hukum alam
sebagai sumber kehidupan.
- "Community Development" yang berorientasi pada
program (bukan proyek), yang berarti mengedepankan
kecerdasan, kearifan dan komitmen kolektif sebagai
andalan pembangunan dari semua pihak yang berkepentingan.
Dengan demikian diharapkan pembangunan DIY akan berbasis
budaya adi luhung untuk menciptakan "Living harmony
with the Environment", dengan semangat "sepi ing
pamrih, rame ing gawe" yang berkeadilan, demi kehidupan
generasi penerus agar semakin lebih baik keadaannya.
- Didalam pemanfaatna & pemberdayaan SDA yang ada
perlu memperhatikan kelangsungan kehidupan. Untuk itu
Kelestarian Lingkungan Hidup harus menjadi perhatian
bersama dan perlu diatur dalam mengeksploitasi
"renewable resources" agar tidak mengalami
kerusakan permanen. Disamping itu diusahakan untuk
menghindari tindakan yang menyebabkan kerentanan
masyarakat meningkat baik akibat bencana alam maupun
bencana sosialnya.
- Networking dalam kerangka Mutual Benefit
Cooperation antar ruang/wilayah bahkan dengan daerah lain
diluar DIY perlu diperhatikan, sekaligus menjadikan DIY
sebagai sumber inspirasi untuk kembalinya NKRI sebagai
negara MAN. Dalam hal ini faktor aksesibilitas, prasarana
& sarana komunikasi lengkap dengan pengetahuan,
ketrampilan juga perilakunya yang mendukung harus menjadi
kecerdasan kolektif masyarakatnya.
- Menjadikan perjuangan secara bertahap berdasar skala
prioritas dan bergulir dengan menempatkan pemenuhan
"community basic need" sebagai sasaran pertamanya.
Dalam hal ini RPJM maupun RPJP harus saling terkait dan
terumuskan dalam tahapan yang realistis sesuai dengan
kondisi dan situasi modal sosialnya.
Sebagai pemicu pemikiran, perlu dipertanyakan Indikator
apa yang tepat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan DIY
yang istimewa?, dapatkah salah satunya berupa struktur
income masyarakatnya yang dikembangkan menjadi
keadaan outcome yang terukur dari kehidupan masyarakat
DIY?.
Aplikasi Lesson Learnt Kunjungan Cilacap &
Pacitan dalam Konsep MAN - DIY
Dari studi banding yang dilakukan DRD baik ke Cilacap
maupun Pacitan, diperoleh butir-2 pemikiran sebagai tersebut
dibawah.
- Perlu disadari bahwa Perubahan Budaya perlu waktu
& strategi tepat untuk itu perlu pendekatan
pendidikan, yang harapannya untuk menghasilkan tenaga
makarya. Hal itu perlu melalui pendidikan formal,
nonformal maupun informal yang tersinergi dalam satu
kebijakan utuh dan bergulir semakin membesar,
menghasilkan manusia entrepreneur, jujur,
bertanggungjawab, melaksanakan HAM & KAM nya secara
berkeadilan dan berjiwa nasionalis bermotivasi demi
kemajuan generasi penerus.
- Untuk itu perlu Pendekatan serba cakup berbasis
perkembangan IPTEKS yang lahir dari interakasi antar
disiplin jamak yang perlu dibina dan difasilitasi secara
konsisten
- Konsep "Triple E problem vs Triple E solution"
yang berorientasi pada mata pencaharian yang
adaptif-mitigatif terhadap lingkungannya yang berarti
terciptanya kondisi "Living harmony with the local
environment", perlu dikaji secara bijak dan
dikembangkan sesuai dengan kondisi tahap perkembangannya.
Untuk itu implementasinya perlu berdasar pada cara kerja
"End to End problem-solution" pada setiap masalah
yang ada.
- Perlu usaha pergeseran budaya pemanen SDA menjadi
berbudi daya dengan melipatgandakan nilai manfaat SDA
melalui budaya produksi dengan nilai tambah terhadap SDA
yang ada. Untuk ini penguasaan IPTEKS akan sangat
strategis diperlukan.
- Budaya "Quadruple C" (Communication,
Coordination, Cooperation and Commitment),
perlu dijadikan suatu konsep gerakan publik dalam
pembangunan daerah termasuk DIY. Hal ini dari pengalaman
merupakan batu sandungan didalam pembangunan daerah yang
bersifat kompleks dan komplikatif. Untuk itu Budaya
"Quadruple C" perlu dikembangkan bagi semua pemangku
kepentingan dalam pembangunan DIY agar dapat dihasilkan
keistimewaan yang berkualitas unggul.
- Dari pengalaman yang ada "Business Plan",
"Institutional Planning" dan "Man Power
Planning" harus dilakukan secara simultan dengan
berbasis pada budaya lokal dan modal Fisik Lingkungannya
sebagai sumberdaya alaminya.
Yogyakarta, 13 Juni 2013
Darmanto
DRD DIY
|