Doa Sang Katak

oleh Anthony de Mello SJ

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota


RYONEN SEORANG PETAPA BUDDHA

Ryonen, seorang petapa Buddha dilahirkan pada tahun 1779. Ia adalah cucu Shingen, seorang prajurit terkenal. Ia dianggap sebagai seorang yang tercantik di seluruh Jepang, sekaligus seorang penyair berbakat besar. Maka sejak usia tujuh belas tahun ia telah dipilih menjadi pelayan istana. Di situ tumbuh dengan hangat rasa cintanya yang mendalam kepada Ratu Putri. Ternyata Ratu Putri wafat secara mendadak. Ryonen memperoleh pengalaman batin yang sangat mendalam: ia menjadi benar-benar sadar bahwa segala sesuatu akan berlalu. Pada saat itulah ia memutuskan untuk mempelajari Zen.

Akan tetapi keluarganya tidak mau tahu. Mereka memaksa untuk menikah. Namun Ryonen menuntut agar mereka dan calon suaminya berjanji, sesudah ia melahirkan tiga anak bagi suaminya, ia bebas untuk menjadi petapa. Syarat ini dipenuhi ketika ia berusia dua puluh lima tahun. Pada waktu itu baik bujukan suaminya maupun semua hal lain di dunia tidak dapat menghalanginya untuk melaksanakan ketetapan hatinya. Ia mencukur rambutnya, mengambil nama Ryonen (yang artinya memahami dengan jelas) dan mulai pencariannya.

Ia sampai ke kota Edo dan memohon kepada Guru Tetsugyu untuk menjadi muridnya. Guru itu memandangnya sekilas dan menolaknya karena ia terlalu cantik. Maka ia pergi ke Guru yang lain yang bernama Hakuo. Ia ditolak dengan alasan yang sama: kecantikannya, kata Guru itu, hanya akan menjadi sumber masalah. Maka Ryonen membakar wajahnya dengan besi panas dan dengan demikian merusakkan kecantikannya seumur hidupnya. Ketika ia kembali menghadap Hakuo ia diterima sebagai murid.

Untuk mengenang pengalaman itu Ryonen menulis sebuah puisi di balik sebuah kaca kecil:

Sebagai hamba Ratu Putri aku membakar dupa untuk mengharumkan pakaianku yang indah Sekarang sebagai pengemis tak berumah aku membakar wajahku untuk memasuki dunia Zen.

Ketika ia menyadari bahwa saatnya telah tiba untuk meninggalkan dunia ini ia menulis puisi lagi:

Enam puluh kali mata ini telah memandang keindahan musim gugur ... Tak usahlah menginginkan lebih daripada itu. Hanya dengarlah suara gemerisik pohon-pohon cemara saat angin tak berhembus.

(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team