Kumpulan Berita Kemanusiaan

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

	Senin, 21 Februari 2000
	Australia dan HAM Aborigin
 
	ORANGTUANYA sudah meninggal dunia, sementara nenek yang
	mengasuhnya tergeletak di rumah sakit. Pada saat itu Johnno
	Warramarrba, remaja Aborigin Australia yang baru berusia 15
	tahun, ingin sekali mendapatkan pena, pensil, dan cat. Ketiga
	benda yang bernilai 90 dollar Australia (sekitar Rp 432.000)
	itu lantas dicurinya.
 
	Johnno tak tahu, undang-undang (UU) di negara bagian Northern
	Territory (NT)-di mana ia tinggal-bisa menjebloskannya ke
	penjara setelah seseorang (minimal berusia 15 tahun) tiga kali
	melakukan "kejahatan" sekecil apa pun. Ternyata benar, Johnno
	harus menjalani 28 hari masuk bui. Baru beberapa hari
	dipenjara, Johnno tewas bunuh diri dengan menggunakan kain
	seprai di selnya di Darwin, ibu kota Northern Territory (NT).
 
	Johnno tidak sendiri. Pekan lalu, Jamie Wurramara (21) juga
	dijatuhi hukuman penjara satu tahun, hanya gara-gara mencuri
	biskuit seharga 23 dollar Australia (Rp 110.000). Peristiwanya
	sendiri terjadi pada Natal 1998 di sebuah pertambangan di
	Groote Eylandt, NT. Dua teman Jamie lain juga kena hukuman,
	masing-masing setahun dan 90 hari. Kasus lain dialami James
	Newton (21) yang dihukum 14 hari karena memecahkan jendela
	rumah ibunya.
 
	Seluruh kasus di atas memang menimpa remaja Aborigin
	Australia. Tak heran kalau Komisi Hak-hak Asasi Manusia
	Australia berteriak: "Rasis!"
 
	Komisi HAM itu menilai, ada upaya untuk menjadikan orang
	Aborigin sebagai sasaran. Orang-orang Aborigin yang umumnya
	miskin selalu didekati dengan sikap curiga. "Selama negeri ini
	terus menghukum anak-anak Aborigin untuk pelanggaran
	kecil-kecilan, yakinlah kita ini akan melumuri tangan kita
	dengan darah," kata Bill Jonas dari Komisi HAM, Kamis (17/2)
	lalu.
 
	***
 
	DEMONSTRASI, kecaman, dan kritik soal pantas tidaknya
	undang-undang itu dipertahankan memang marak. Datangnya bukan
	hanya dari dalam negeri, tetapi juga dunia internasional.
	Amnesty International, Dana Anak-anak PBB (Unicef), Lembaga
	Hukum Australia, Dewan Gereja Northern Territory, serta Komisi
	Masyarakat Aborigin dan Penduduk Pulau Torres Strait, menuntut
	dihapuskannya UU itu.
 
	Koran-koran Australia juga berteriak lantang. Editorial The
	Age 14 Februari 2000, misalnya, diberi judul "Hari Memalukan
	buat Australia". Disebutkan bahwa tak ada bukti UU itu
	berdampak mengurangi tingkat kejahatan. Lagi pula, kalaupun
	sukses, apa pantas diberlakukan di negara yang mendukung
	sistem peradilan anak-anak yang humanis?
 
	Akan tetapi, pemerintah negara bagian NT menolak upaya untuk
	mengkaji ulang UU tersebut, dengan alasan memperoleh dukungan
	kuat warganya. Ketua Menteri NT Denis Burke pekan lalu
	bersikeras, warganya sudah lelah dengan kejahatan-kejahatan
	kecil, seperti rumah yang diterobos masuk orang begitu saja.
 
	Burke agaknya mendapat angin, setelah pemerintah federal
	pimpinan PM John Howard-yang didesak untuk menggunakan hak
	vetonya menghapuskan UU yang juga diberlakukan di negara
	bagian Australia Barat-WA itu-hanya sebatas membuat imbauan.
	Howard malah mengatakan, dirinya tidak yakin UU itu tidak
	adil. Lebih jauh lagi, ia meyakini semua itu adalah hak
	prerogatif negara bagian. Katanya, kalau pemerintah federal
	ikut mengubah UU seperti itu, berarti Australia harus mengubah
	seluruh aturan main.
 
	Menjelang kedatangan Sekretaris Jenderal Perserikatan
	Bangsa-bangsa Kofi Annan akhir pekan lalu, sempat tersiar
	kabar Annan-yang berkunjung untuk mengucapkan terima kasih
	pada Australia, yang berperan besar dalam intervensi militer
	ke Timtim-akan turut mempertanyakan masalah itu, karena ia
	sangat menaruh perhatian pada soal hak asasi manusia (HAM).
 
	Seperti kebakaran jenggot, Howard langsung meradang,
	"Australialah yang memutuskan apa yang terjadi di negeri ini
	melalui undang-undang dan parlemen Australia... kami tidak
	perlu diberi tahu apa yang harus kami lakukan oleh siapa pun.
	Kami yang membuat penilaian moral kami sendiri."
 
	Meski mengaku negerinya sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi
	manusia, agaknya Australia dan PM John Howard masih punya
	pekerjaan rumah besar: HAM dalam kaitan dengan masyarakat
	Aborigin. (fit)
 
	--------------------------------------------------------------
	http://www.kompas.com/kompas-cetak/0002/21/UTAMA/aust01.htm
 
	(berita sejenis: 1, 2, 3, karikatur)

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team