Fatwa-fatwa Kontemporer

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN         Dr. Yusuf Qardhawi (1/2)
 
PERTANYAAN
 
Sebagian orang mengharamkan  semua  bentuk  nyanyian  dengan
alasan firman Allah:
 
"Dan   diantara  nnanusia  (ada)  orang  yang  mempergunakan
perkataan yang tidak  berguna  untuk  menyesatkan  (manusia)
dari  jalan  Allah  tanpa  pengetahuan  dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan. Mereka itu hanya memperoleh azab yang
menghinakan." (Luqman: 6)
 
Selain   firman   Allah  itu,  mereka  juga  beralasan  pada
penafsiran  para  sahabat  tentang  ayat  tersebut.  Menurut
sahabat,  yang  dimaksud  dengan  "lahwul hadits" (perkataan
yang tidak berguna) dalam ayat ini adalah nyanyian.
 
Mereka juga beralasan pada ayat lain:
 
"Dan  apabila  mereka   mendengar   perkataan   yang   tidak
bermanfaat,  mereka  berpaling daripadanya ..." (Al Qashash:
55)
 
Sedangkan  nyanyian,  menurut  mereka,   termasuk   "laghwu"
(perkataan yang tidak bermanfaat).
 
Pertanyaannya,   tepatkah  penggunaan  kedua  ayat  tersebut
sebagai dalil dalam  masalah  ini?  Dan  bagaimana  pendapat
Ustadz  tentang  hukum  mendengarkan  nyanyian?  Kami  mohon
Ustadz  berkenan  memberikan  fatwa  kepada  saya   mengenai
masalah  yang  pelik  ini, karena telah terjadi perselisihan
yang tajam di antara manusia mengenai masalah ini,  sehingga
memerlukan  hukum yang jelas dan tegas. Terima kasih, semoga
Allah  berkenan  memberikan  pahala  yang  setimpal   kepada
Ustadz.
 
JAWABAN
 
Masalah nyanyian, baik dengan musik maupun tanpa alat musik,
merupakan masalah yang diperdebatkan oleh para  fuqaha  kaum
muslimin sejak zaman dulu. Mereka sepakat dalam beberapa hal
dan tidak sepakat dalam beberapa hal yang lain.
 
Mereka sepakat mengenai haramnya  nyanyian  yang  mengandung
kekejian,   kefasikan,   dan   menyeret   seseorang   kepada
kemaksiatan, karena pada hakikatnya nyanyian itu  baik  jika
memang mengandung ucapan-ucapan yang baik, dan jelek apabila
berisi ucapan yang jelek. Sedangkan  setiap  perkataan  yang
menyimpang  dari  adab  Islam  adalah  haram. Maka bagaimana
menurut kesimpulan Anda jika perkataan seperti itu  diiringi
dengan  nada  dan  irama yang memiliki pengaruh kuat? Mereka
juga sepakat tentang  diperbolehkannya  nyanyian  yang  baik
pada  acara-acara  gembira, seperti pada resepsi pernikahan,
saat menyambut  kedatangan  seseorang,  dan  pada  hari-hari
raya. Mengenai hal ini terdapat banyak hadits yang sahih dan
jelas.
 
Namun demikian, mereka berbeda  pendapat  mengenai  nyanyian
selain   itu  (pada  kesempatan-kesempatan  lain).  Diantara
mereka ada yang memperbolehkan semua  jenis  nyanyian,  baik
dengan   menggunakan   alat   musik   maupun  tidak,  bahkan
dianggapnya mustahab.  Sebagian  lagi  tidak  memperbolehkan
nyanyian  yang  menggunakan  musik  tetapi memperbolehkannya
bila tidak menggunakan musik. Ada pula yang melarangnya sama
sekali,  bahkan  menganggapnya haram (baik menggunakan musik
atau tidak).
 
Dari  berbagai  pendapat  tersebut,  saya  cenderung   untuk
berpendapat  bahwa nyanyian adalah halal, karena asal segala
sesuatu adalah  halal  selama  tidak  ada  nash  sahih  yang
mengharamkannya.  Kalaupun ada dalil-dalil yang mengharamkan
nyanyian, adakalanya dalil itu sharih (jelas)  tetapi  tidak
sahih,  atau  sahih  tetapi  tidak sharih. Antara lain ialah
kedua ayat yang dikemukakan dalam pertanyaan Anda.
 
Kita perhatikan ayat pertama:
 
"Dan  diantara  manusia  (ada)  orang   yang   mempergunakan
perkataan yang tidak berguna ..."
 
Ayat  ini  dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi'in
untuk mengharamkan nyanyian.
 
Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimana
yang  dikemukakan  Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla. Ia
berkata: "Ayat tersebut tidak dapat dijadikan alasan dilihat
dari beberapa segi:
 
Pertama:  tidak  ada  hujah bagi seseorang selain Rasulullah
saw. Kedua:  pendapat  ini  telah  ditentang  oleh  sebagian
sahabat  dan tabi'in yang lain. Ketiga: nash ayat ini justru
membatalkan   argumentasi    mereka,    karena    didalamnya
menerangkan kualifikasi tertentu:
 
"'Dan   diantara  manusia  (ada)  orang  yang  mempergunakan
perkataan yang tidak berguna  untulc  menyesatkan  (manusia)
dari  jalan  Allah  tanpa  pengetahuan  dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan ..."
 
Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat  ini,
maka  ia  dikualifikasikan  kafir  tanpa diperdebatkan lagi.
Jika  ada  orang  yang  membeli  Al  Qur'an  (mushaf)  untuk
menyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya bahan
olok-olokan, maka jelas-jelas dia  kafir.  Perilaku  seperti
inilah  yang  dicela  oleh  Allah.  Tetapi Allah sama sekali
tidak pernah mencela orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan hatinya - bukan
untuk menyesatkan manusia dari jalan  Allah.  Demikian  juga
orang  yang  sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membaca
Al Qur'an atau membaca  hadits,  atau  bercakap-cakap,  atau
menyanyi  (mendengarkan  nyanyian), atau lainnya, maka orang
tersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah. Lain
halnya   jika  semua  itu  tidak  menjadikannya  mengabaikan
kewajiban kepada  Allah,  yang  demikian  tidak  apa-apa  ia
lakukan."
 
Adapun ayat kedua:
 
"Dan   apabila   mereka   mendengar   perkataan  yang  tidak
bermanfaat, mereka berpaling daripadanya ..."
 
Penggunaan  ayat  ini  sebagai  dalil   untuk   mengharamkan
nyanyian  tidaklah  tepat,  karena  makna zhahir "al laghwu"
dalam ayat ini ialah perkataan tolol yang berupa  caci  maki
dan  cercaan,  dan sebagainya, seperti yang kita lihat dalam
lanjutan ayat tersebut. Allah swt. berfirman:
 
"Dan  apabila  mereka   mendengar   perkataan   yang   tidak
bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata:
"Bagi  kami   amal-amal   kami   dan   bagimu   amal-amalmu,
kesejahteraan  atas  dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan
orang-orang jahil." (A1 Qashash: 55)
 
Ayat   ini   mirip   dengan   firman-Nya   mengenai    sikap
'ibadurrahman  (hamba-hamba  yang  dicintai  Allah Yang Maha
Pengasih):
 
"... dan apabila orang-orang jahil  menyapa  mereka,  mereka
mengucapkan kata-kata yang baik." (Al Furqan: 63)
 
Andaikata  kita  terima  kata  "laghwu"  dalam ayat tersebut
meliputi  nyanyian,  maka  ayat  itu  hanya  menyukai   kita
berpaling  dari  mendengarkan  dan  memuji  nyanyian,  tidak
mewajibkan berpaling darinya.
 
Kata "al laghwu" itu seperti kata al bathil, digunakan untuk
sesuatu  yang  tidak  ada  faedahnya, sedangkan mendengarkan
sesuatu yang tidak berfaedah  tidaklah  haram  selama  tidak
menyia-nyiakan hak atau melalaikan kewajiban.
 
Diriwayatkan   dari   Ibnu   Juraij  bahwa  Rasulullah  saw.
memperbolehkan mendengarkan sesuatu. Maka ditanyakan  kepada
beliau:  "Apakah  yang  demikian  itu  pada hari kiamat akan
didatangkan dalam kategori kebaikan atau keburukan?"  Beliau
menjawab,  "Tidak  termasuk kebaikan dan tidak pula termasuk
kejelekan, karena ia  seperti  al  laghwu,  sedangkan  Allah
berfirman:
 
"Allah  tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang
tidak dimaksud (untuk bersumpah) ..." (Al Ma'idah: 89)
 
Imam Al Ghazali berkata: "Apabila menyebut nama Allah Ta'ala
terhadap  sesuatu  dengan jalan sumpah tanpa mengaitkan hati
yang sungguh-sungguh dan  menyelisihinya  karena  tidak  ada
faedahnya  itu  tidak dihukum, maka bagaimana akan dikenakan
hukuman pada nyanyian dan tarian?"
 
Saya katakan bahwa tidak semua nyanyian itu  laghwu,  karena
hukumnya  ditetapkan  berdasarkan niat pelakunya. Oleh sebab
itu, niat yang baik menjadikan sesuatu  yang  laghwu  (tidak
bermanfaat)  sebagai qurbah (pendekatan diri pada Allah) dan
al mizah (gurauan) sebagai ketaatan.  Dan  niat  yang  buruk
menggugurkan  amalan yang secara zhahir ibadah tetapi secara
batin  merupakan  riya'.  Dari  Abu  Hurairah   r.a.   bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
 
"Sesungguhnya  Allah  tidak  melihat  rupa  kamu,  tetapi ia
meIihat hatimu." (HR Muslim dan Ibnu Majah)
 
Baiklah saya kutipkan di  sini  perkataan  yang  disampaikan
oleh Ibnu Hazm ketika beliau menyanggah pendapat orang-orang
yang  melarang  nyanyian.   Ibnu   Hazm   berkata:   "Mereka
berargumentasi   dengan   mengatakan:  apakah  nyanyian  itu
termasuk kebenaran, padahal tidak ada  yang  ketiga?1  Allah
SWT berfirman:
 
"...   maka  tidak  ada  sesudah  kebenaran  itu,  melainkan
kesesatan ..." (Yunus, 32)
                                            (bersambung 2/2)
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team