Fatwa-fatwa Kontemporer

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PERANAN HAWA DALAM PENGUSIRAN ADAM DARI SURGA
Dr. Yusuf Qardhawi

PERTANYAAN

Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibu kita, Hawa, merupakan
penyebab diusirnya bapak kita, Adam, dari surga. Dialah yang
mendorong Adam untuk memakan buah terlarang, sehingga mereka
terusir  dari  surga  dan  menyebabkan penderitaan bagi kita
(anak cucunya) di dunia.

Pendapat ini dijadikan sandaran untuk merendahkan  kedudukan
kaum  wanita. Berlandaskan peristiwa tersebut, wanita sering
dituding sebagai cikal bakal datangnya segala  musibah  yang
terjadi  di  dunia,  baik  pada  orang-orang  dahulu  maupun
sekarang.

Pertanyaan saya, apakah benar semua pendapat di atas? Adakah
dalam   Islam   dalil   yang   menunjukkan   hal  itu,  atau
kebalikannya?

Kami harap  Ustadz  berkenan  menjelaskannya.  Semoga  Allah
memberikan pahala kepada Ustadz dan menolong Ustadz.

JAWABAN

Pendapat  yang  ditanyakan  saudara  penanya,  tentang  kaum
wanita -seperti ibu kita Hawa - yang harus bertanggung jawab
atas  kesengsaraan  hidup  manusia,  dengan mengatakan bahwa
Hawa yang menjerurnuskan Adam untuk memakan  buah  terlarang
...  dan  seterusnya,  tidak  diragukan lagi adalah pendapat
yang tidak islami.

Sumber pendapat ini ialah Kitabb Taurat dengan segala bagian
dan  tambahannya.  Ini  merupakan pendapat yang diimani oleh
kaum  Yahudi  dan  Nasrani,  serta  sering   menjadi   bahan
referensi  bagi  para  pemikir, penyair, dan penulis mereka.
Bahkan tidak sedikit (dan ini  sangat  disayangkan)  penulis
muslim yang bertaklid buta dengan pendapat tersebut.

Namun,  bagi  orang  yang membaca kisah Adam dalam Al-Qur'an
yang ayat-ayatnya (mengenai kisah tersebut) terhimpun  dalam
beberapa  surat,  tidak  akan bertaklid buta seperti itu. Ia
akan menangkap secara jelas fakta-fakta seperti berikut ini.

1. Taklif ilahi untuk tidak memakan buah terlarang itu
   ditujukan kepada Adam dan Hawa (bukan Adam saja). Allah
   berfirman:
   
   "Dan Kami berfirman, 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan
   istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
   banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah
   kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk
   orang-orang zalim.'" (al-Baqarah: 35)
   
2. Bahwa yang mendorong keduanya dan menyesatkan keduanya
   dengan tipu daya, bujuk rayu, dan sumpah palsu ialah setan,
   sebagaimana difirmankan Allah:
   
   "Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan
   dikeluarkan dari keadaan semula ..." (al-Baqarah: 36)
   
   Dalam surat lain terdapat keterangan yang rinci mengenai
   tipu daya dan bujuk rayu setan:
   
   "Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
   menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup bagi mereka
   yaitu auratnya, dan setan berkata, Tuhan kamu tidak
   melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu
   berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orangyang
   kekal (dalam surga).' Dan dia (setan) bersumpah kepada
   keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orangyang memberi
   nasihat kepada kamu berdua.' Maka setan membujuk keduanya
   (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya
   telah merasakan buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya
   aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan
   daun-daun surga. Kemudian Tuhan rnereka menyeru mereka,
   'Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu
   berdua?' Keduanya berkata, 'Ya Tuhan kami, kami telah
   menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
   mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami
   termasuk orang-orangyang merugi.'" (al-A'raf: 20-23)
   
   Dalam surat Thaha diceritakan bahwa Adam a.s. yang pertama
   kali diminta pertanggungjawaban tentang pelanggaran itu,
   bukan Hawa. Karena itu, peringatan dari Allah tersebut
   ditujukan kepada Adam, sebagai prinsip dan secara khusus.
   Kekurangan itu dinisbatkan kepada Adam, dan yang
   dipersalahkan - karena pelanggaran itu - pun adalah Adam.
   Meskipun istrinya bersama-sama dengannya ikut melakukan
   pelanggaran, namun petunjuk ayat-ayat itu mengatakan bahwa
   peranan Hawa tidak seperti peranan Adam, dan seakan-akan
   Hawa makan dan melanggar itu karena mengikuti Adam.
   
   Allah berfirman:
   
   "Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu,
   maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati
   padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami
   berkata kepada malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka
   mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang. Maka kami
   berkata, 'Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh
   bagimu dan bagõ istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai
   ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan
   kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan
   didalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu
   tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas
   matahari didalamnya. 'Kemudian setan membisikkan pikiran
   jahat kepadanya (Adam) dengan berkata, 'Hai Adam, maukah
   saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak
   akan binasa?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu,
   lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah
   keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga,
   dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesalah ia. Kemudian
   Tuhannya memilihnya. Maka dia menerima tobatnya dan
   memberinya petunjuk." (Thaha: 115-122)
   
3. Al-Qur'an telah menegaskan bahwa Adam diciptakan oleh
   Allah untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum
   diciptakannya. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin
   mengetahui tugas tersebut, bahkan mereka mengira bahwa
   mereka lebih layak mengemban itu daripada Adam. Hal ini
   telah disebutkan dalam beberapa ayat surat al-Baqarah yang
   disebutkan Allah SWT sebelum menyebutkan ayat-ayat yang
   membicarakan bertempat tinggalnya Adam dalam surga dan
   memakan buah terlarang.
   
   Firman Allah:
   
   "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
   'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
   bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan
   (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
   padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
   bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan
   befirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
   ketahui.' Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
   seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat
   lalu berfirman, 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
   jika kamu memang orang-orang yang benar?' Mereka menjawab,
   'Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
   apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
   Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.' Allah
   berfirman, 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama
   benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka
   nama-nama benda itu, Allah berfirman, 'Bukankah sudah
   Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia
   langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan
   apa yang kamu sembunyikan?'" (al-Baqarah: 30-33)
   
   Disebutkan pula dalam hadits sahih bahwa Adam dan Musa a.s.
   bertemu di alam gaib. Musa hendak menimpakan kesalahan
   kepada Adam berkenaan dengan beban yang ditanggung manusia
   karena kesalahan Adam yang memakan buah terlarang itu
   (lantas dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi
   sehingga menanggung beban kehidupan seperti yang mereka
   alami; penj.) . Kemudian Adam membantah Musa dan mematahkan
   argumentasinya dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi itu
   sudah merupakan ketentuan ilahi sebelum ia diciptakan, untuk
   memakmurkan bumi, dan bahwa Musa juga mendapati ketentuan
   ini tercantum dalam Taurat.
   
   Hadits ini memberikan dua pengertian kepada kita. Pertama,
   bahwa Musa menghadapkan celaan itu kepada Adam, bukan kepada
   Hawa. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan dalam
   Taurat (sekarang) bahwa Hawa yang merayu Adam untuk memakan
   buah terlarang itu tidak benar. Itu adalah perubahan yang
   dimasukkan orang ke dalam Taurat.
   
   Kedua, bahwa diturunkannya Adam dan anak cucunya ke bumi
   sudah merupakan ketentuan ilahi dalam takdir-Nya yang luhur
   dan telah ditulis oleh kalam ilahi dalam Ummul Kitab (Lauh
   al-Mahfuzh), untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
   melalui risalah-Nya di atas planet ini, sebagaimana yang
   dikehendaki Allah, sedangkan apa yang dikehendaki Allah
   pasti terjadi.
   
4. Bahwa surga (jannah), tempat Adam diperintahkan untuk
   berdiam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu
   pohon, dan disuruh hengkang dari sana karena melanggar
   larangan (memakan buah tersebut), tidak dapat dipastikan
   bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Allah
   untuk orang-orang muttaqin di akhirat kelak. Surga yang
   dimaksud belum tentu surga yang di dalamnya Allah
   menciptakan sesuatu (kenikmatan-kenikmatan) yang belum
   pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan
   tidak seperti yang terlintas dalam hati manusia.
   
   Para ulama berbeda pendapat mengenai "surga" Adam ini,
   apakah merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang
   mukmin sebagai pahala mereka, ataukah sebuah "jannah"
   (taman/kebun) dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah:
   
   "Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah)
   sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun
   (jannah), ketika mereka bersumpah bahwa mereka
   sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari."
   (al-Qalam: 17)
   
   Dalam surat lain Allah berfirman:
   
   "Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang
   laki-laki. Kami jadikan bagi seorang diantara keduanya (yang
   kafir) dua buah kebun (jannatain) anggur dan Kami kelilingi
   kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan diantara kedua
   kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu
   menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya
   sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua
   kebun itu." (al-Kahfi: 32-33)
   
   Ibnul Qayyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan
   dalil-dalilnya masing-masing dalam kitabnya Miftahu Daaris
   Sa'adah. Silakan membacanya siapa yang ingin mengetahui
   lebih jauh masalah ini. Wallahu a'lam.

-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team