Islam dalam Lintasan Sejarah
Hamilton Alexander Rosskeen Gibb

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Kutipan dari buku Islam dalam Lintasan Sejarah
Oleh Sir Hamilton Alexander Rosskeen Gibb
Penerbit Bhratara Karya Aksara - Jakarta 1983

 

BAB 2 MUHAMMAD SAW. (1/3)

Islam, telah berkembang di bawah sinar terang sejarah. Dalam waktu seusia orang, cahaya ini telah berangsur-angsur suram. Dengan pengupasan secara kritis, asas-asas tradisi lama telah lebur menjadi teka-teki. Quran kini keluar tanpa cacat dan ragangan sejarah dapat diselamatkan. Tetapi, celah antara fakta-fakta sewajarnya dan hasil yang sangat besar antara sebab dan akibat harus diisi. Dalam pada itu, teori tentang Muhammad saw. jumlahnya sebanyak jumlah penulis riwayat hidup beliau. Misalnya, ada yang menggambarkan beliau sebagai orang yang sakit sawan, ada sebagai seorang penghasut sosialis, ada sebagai seorang proto-Mormon. Pandangan yang demikian subyektif, umumnya ditolak oleh sebagian besar para sarjana, walaupun hampir tidak mungkin menghindarkan unsur subyektif dalam memberikan gambaran tentang riwayat hidup dan karya beliau.

Muhammad saw., sebagaimana tiap-tiap orang yang berbakat pembina dan pencipta, pada suatu pihak menderita ketegangan keadaan, suasana saluran, pada lain pihak beliau telah mendobrak saluran baru dalam cita-cita, kebiasaan zaman, dan tempat kediaman beliau. Sekarang tugas penyelidik sejarah untuk mempelajari, menjelaskan, dan menerangkan selingan antara bakat utama beliau dan keadaan sekelilingnya. Dalam hubungan tersebut, buku ini harus membatasi pembahasannya pada tugas beliau sebagai perutusan agama, yang merupakan segi asasi dari riwayat Muhammad saw. Fakta satu-satunya yang pasti bahwa ilham beliau adalah keagamaan. Sejak beliau bekerja sebagai penyebar agama, pandangan dan pertimbangannya mengenai orang dan peristiwa yang dikuasai oleh paham beliau tentang pemerintah dan maksud Allah bagi umat manusia.

Sangat sedikit yang diketahui dengan pasti tentang kehidupan dan keadaan beliau waktu masih muda. Adapun yang menjadi pengetahuan umum ialah beliau dilahirkan (tahun 570 M. menurut ahli sunah) dalam suatu cabang muda dari salah satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi anak piatu waktu masih muda, kemudian diasuh oleh seorang paman beliau yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Kemudian menjadi wakil niaga seorang janda bernama Chadijah ra. yang kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri (di antaranya empat putri masih hidup waktu beliau wafat). Fakta-fakta tersebut biasa dan tidak menunjukkan kebesaran beliau di kemudian hari. Keterangan tentang pasal-pasal kecil yang dimuat dalam ceritera pendek dan hadis sebagai penghias garis besar riwayat tersebut, hendaklah untuk sementara dikesampingkan. Lebih penting adalah latar belakang sosial beliau. Muhammad saw. adalah seorang penduduk kota. Tidak ada keterangan yang lebih jauh dari kebenaran, apabila beliau digambarkan sebagai seorang Badui yang memiliki cita-cita dan pandangan sebagai orang Badui biasa.

Pada zaman itu, Mekkah bukan merupakan suatu desa yang terpencil jauh dari keramaian dan kesibukan dunia. Sebagai kota dagang yang ramai dan makmur, hampir memonopoli pusat perdagangan antara Lautan India dan Laut Tengah, Mekkah boleh dibandingkan dengan Palmira (Tadmur), tetapi tanpa sepuhan keemasan Yunani. Penduduk Mekkah, walaupun mempertahankan kesederhanaan Arab asli dalam tindak-tanduknya dan lembaga-lembaganya, telah memperoleh pengetahuan luas tentang orang dan kota dalam hubungan dagang dan diplomatik dengan suku Arab dan pembesar-pembesar Rumawi. Pengalaman tersebut telah mengembangkan bakat intelektual, sifat berhati-hati, dan mengekang diri; di antara para pemimpin di Mekkah yang jarang didapati di Arabia.

Penguasaan taraf moral yang diperoleh orang Mekkah atas kawan sebangsa dari suku-suku, diperkuat dengan beberapa sanggar pemujaan di dalam dan dekat kota menjadi milik mereka. Kesan latar belakang yang luar biasa ini boleh dijumpai sepanjang riwayat Muhammad saw. Dalam logat manusia biasa, boleh dikatakan bahwa Muhammad saw. telah berhasil dan jaya karena beliau adalah seorang Mekkah.

Dalam kemakmurannya Mekkah memiliki segi yang suram juga. Kota itu menunjukkan juga keburukan-keburukan yang biasa melekat pada masyarakat niaga yang kaya, di satu pihak terdapat kekayaan yang sangat besar, dan di lain pihak terdapat kemelaratan; neraka dari budak belian dan orang-orang sewaan, juga rintangan-rintangan antara golongan sosial. Jelaslah, pernyataan-pernyataan beliau yang bersemangat tentang ketidakadilan sosial dan kejahatan bahwa keadaan tersebut, antara lain, menyebabkan beliau merasa risau dan cemas. Kerisauan hati beliau bukannya untuk mengajarkan revolusi sosial, melainkan dorongan lewat saluran agama dipancarkan dalam suatu kesadaran yang dalam dan teguh, bahwa beliau mendapat tugas dari Allah untuk menyampaikan kepada kawan senegaranya untuk mengingatkan nabi-nabi bangsa Semit: "Tobatlah, sebab hari kiamat telah dekat!"

Kemudian yang terjadi ialah hasil bentrokan antara keyakinan tadi dan ketidakpercayaan serta perlawanan dari kelompok-kelompok berturut-turut. Muhammad saw. bukanlah pengajar yang sadar dari suatu agama baru. Perlawanan dan pertengkaran dengan penduduk Mekkah itulah yang memaksakan beliau maju dari masa ke masa, sebagaimana sesudahnya adalah perlawanan di Madinah yang menyebabkan Islam muncul sebagai suatu umat agama baru dengan iman, dan lembaga-lembaga yang tegas dan nyata.

Perlawanan penduduk Mekkah bukannya semata-mata karena mereka berpegang teguh pada adat-istiadatnya ataupun ketidakpercayaan agama (meskipun mereka mencemoohkan ajaran Muhammad saw. tentang kebangkitan), akan tetapi karena alasan politik dan perekonomian. Mereka takut akibat ajaran beliau atas kemakmuran mereka. Merekat takut kepercayaan murni terhadap Allah yang tunggal akan merugikan penghasilan yang mereka peroleh dari sanggar pemujaan mereka. Ditambah pula, mereka menginsafi secara cepat dari Muhammad saw. sendiri, bahwa penerimaan ajaran beliau akan mendatangkan suatu kekuasaan politik yang baru dan kuat dalam masyarakat mereka, yang merupakan keprajaan kelompok seketurunan (oligarki).

Muhammad saw. berjuang sia-sia terhadap perlawanan untuk kepentingan pribadi mereka. Setelah berjuang sepuluh tahun, beliau hanya dapat mengumpulkan sekelompok kecil penganut yang berbakti. Kemudian menghentikan perjuangannya scmentara. Pada titik tersebut, beliau terpaksa menimbang kedaruratan, menjalankan langkah yang menentukan, dan revolusioner. Beliau hendak memutuskan pertalian kekeluargaan yang suci, hingga waktu itu telah dapat melindungi beliau dan memindahkan penyiaran agamanya ke pusat baru. Usaha beliau mula-mula hanya mendatangkan gangguan dan kekesalan. Secara mendadak dan tidak dikira-kira terbukalah jalan bagi beliau. Dua ratus mil sebelah Utara dari Mekkah terletak kota Madinah yang sedang menderita karena peperangan saudara yang tidak kunjung padam antara suku-suku Arab yang bersaingan. Suku-suku Arab ini, setelah kehabisan tenaga dan merasa takut bahwa suku-suku Yahudi yang dikuasainya akan mempergunakan kelemahan mereka untuk berontak, memohon kepada Muhammad saw. datang ke Madinah untuk menjadi wasit dan juru damai. Scsuai dengan kebijaksanaan beliau, beliau minta jaminan keamanan bagi kedudukannya sendiri dan minta agar penganut beliau diperbolehkan mendahului datang ke Madinah. Perundingan dilangsungkan sampai satu, dua tahun, tetapi akhirnya pada musim rontok tahun 622M Muhammad saw. melarikan diri dengan sembunyi-sembunyi meninggalkan Mekkah. Beliau dapat meloloskan diri dari kejaran pemburunya. Lalu menetap di pangkalannya yang baru.

About Gibb, The Articles: Muhammad: Part 1, Part 2, Part 3


Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team