Enam Perioda Penciptaan
Langit dan Bumi

Indeks Islam | Indeks Bucaille | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

ENAM PERIODE DARIPADA PENCIPTAAN
 
Riwayat Bibel9 menyebutkan  secara  tegas  bahwa  penciptaan
alam  itu  terjadi selama enam hari dan diakhiri dengan hari
istirahat, yaitu hari Sabtu, seperti  hari-hari  dalam  satu
minggu.   Kita  telah  mengetahui  bahwa  cara  meriwayatkan
seperti ini telah dilakukan  oleh  para  pendeta  pada  abad
keenam  sebelum  Masehi,  dan dimaksudkan untuk menganjurkan
mempraktekkan istirahat hari Sabtu; tiap orang Yahudi  harus
istirahat  pada  hari  Sabtu sebagaimana yang dilakukan oleh
Tuhan setelah bekerja selama enam hari.
 
Jika kita mengikuti faham Bibel, kata  "hari"  berarti  masa
antara   dua  terbitnya  matahari  berturut-turut  atau  dua
terbenamnya  matahan  berturut-turut.  Hari  yang   difahami
secara  ini  ada  hubungannya  dengan peredaran Bumi sekitar
dirinya sendiri. Sudah terang  bahwa  menurut  logika  orang
tidak  dapat memakai kata "hari" dalam arti tersebut di atas
pada waktu mekanisme yang menyebabkan munculnya hari,  yakni
adanya   Bumi   serta  beredarnya  sekitar  matahari,  belum
terciptakan pada  tahap-tahap  pertama  daripada  Penciptaan
menurut  riwayat Bibel; ketidak mungkinan hal ini telah kita
bicarakan dalam bagian pertama daripada buku ini.
 
Jika kita menyelidiki  kebanyakan  terjemahan  Qur-an,  kita
dapatkan,  seperti  yang  dikatakan  oleh  Bibel, bahwa bagi
wahyu Islam, proses penciptaan berlangsung dalam waktu  enam
hari.  Kita  tidak dapat menyalahkan penterjemah-penterjemah
Qur-an karena mereka memberi arti "hari"  dengan  arti  yang
sangat lumrah.
 
Kita dapatkan terjemahan Surat 7 (A'raf) ayat 54:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan
          bumi dalam enam hari."
 
Sedikit  jumlah   terjemahan   atau   tafsir   Qur-an   yang
mengingatkan   bahwa  kata  "hari"  harus  difahami  sebagai
"periode."
 
Ada  orang  yang  mengatakan  leahwa  teks  Qur-an   tentang
penciptaan  alam  membagi  tahap-tahap  penciptaan itu dalam
"hari-hari" dengan sengaja dengan maksud  agar  semua  orang
menerima hal-hal yang dipercayai oleh orang-orang Yahudi dan
orang-orang Kristen pada permulaan lahirnya Islam  dan  agar
soal penciptaan tersebut tidak bentrok dengan keyakinan yang
sangat tersiar luas.
 
Dengan tidak menolak  cara  interpretasi  seperti  tersebut,
apakah kita tidak dapat menyelidiki lebih dekat dan meneliti
arti yang mungkin diberikan oleh  Qur-an  sendiri  dan  oleh
bahasa-bahasa  pada waktu tersiarnya Qur-an, yaitu kata yaum
(jamaknya ayyam).
 
Arti yang paling terpakai  daripada  "yaum"  adalah  "hari,"
tetapi  kita  harus  bersikap lebih teliti. Yang dimaksudkan
adalah  terangnya  waktu  siang  dan  bukan   waktu   antara
terbenamnya  matahari  sampai  terbenamnya  lagi. Kata jamak
"ayyam" dapat berarti beberapa hari akan tetapi  juga  dapat
berarti  waktu  yang  tak  terbatas,  tetapi lama. Arti kata
"ayyam" sebagai periode juga tersebut di tempat  lain  dalam
Qur-an, surat 32 (Sajdah) ayat 5:
 
     "Dalam suatu hari yang panjangnya seribu tahun dari
     perhitungan kamu."
 
Dalam ayat lain, surat 70 (Al-Ma'arij) ayat 4, kita dapatkan:
 
     "Dalam suatu hari yang panjangnya lima puluh ribu
      tahun."
 
Bahwa kata  "'yaum"  dapat  berarti  "periode"  yang  sangat
berbeda  dengan  "hari"  telah  menarik  perhatian ahli-ahli
tafsir kuno yang  tentu  saja  tidak  mempunyai  pengetahuan
tentang tahap-tahap terjadinya alam seperti yang kita miliki
sekarang.
 
Maka  Abussu'ud,  ahli  tafsir  abad  XVI  M.  tidak   dapat
menggambarkan  hari  yang  ditetapkan  oleh  astronomi dalam
hubungannya dengan berputarnya  bumi  dan  mengatakan  bahwa
untuk  penciptaan  alam  diperlukan  suatu  pembagian waktu,
bukan dalam "hari" yang biasa kita fahami, akan tetapi dalam
"peristiwa-peristiwa" atau dalam bahasa Arabnya "naubat."
 
Ahli-ahli  Tafsir  modern  mempergunakan  lagi  interpretasi
tersebut. Yusuf Ali (1934) dalam tafsirnya (bahasa Inggris),
selalu    mengartikan   "hari"   dalam   ayat-ayat   tentang
tahap-tahap penciptaan alam, sebagai periode  yang  panjang,
atau "age."
 
Kita dapat mengakui bahwa untuk tahap-tahap penciptaan alam,
Qur-an menunjukkan jarak  waktu  yang  sangat  panjang  yang
jumlahnya  enam.  Sains  modern  tidak  memungkinkan manusia
untuk mengatakan bahwa proses kompleks yang berakhir  dengan
terciptanya  alam dapat dihitung "enam." Tetapi Sains modern
sudah menunjukkan secara formal  bahwa  persoalannya  adalah
beberapa  periode  yang sangat panjang, sehingga arti "hari"
sebagai yang kita fahami sangat tidak sesuai.
 
Suatu  paragraf  yang  sangat   panjang   dan   membicarakan
penciptaan     alam     merangkaikan     riwayat     tentang
kejadian-kejadian  di  bumi  dengan   kejadian-kejadian   di
langit;  yaitu  surat 41 (Fussilat) ayat 9 sampai 12 sebagai
berikut:
                                              [Tulisan Arab]
 
Artinya: "Katakanlah Hai Muhammad, sesungguhnya patutkah
          kamu tidak percaya kepada zat yang menciptakan
          bumi dalam dua periode, dan kamu adakan
          sekutu-sekutu bagiNya. Ia adalah Tuhan semesta
          alam. Dan Ia menciptakan di bumi itu gunung-gunung
          yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia
          menentukan padanya kadar makanan-makanan
          (penghuni)-nya dalam empat masa yang sama (cukup)
          sesuai bagi segala yang memerlukannya.
 
Kemudian  Dia  menuju  kepada  penciptaan  langit,  dan  dia
(langit itu masih merupakan) asap lalu Dia berkata kepadanya
dan kepada bumi 'Datanglah kamu keduanya menurut  perintahKu
dengan   suka   hati   atau  terpaksa.'  Keduanya  menjawab:
'Kamidatang-dengan suka hati.'
 
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa  dan  Dia
mewahyukan  pada  tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang  dan
Kami   memeliharanya   dengan   sebaik-baiknya.  Demikianlah
ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."
 
Empat ayat  dari  Surat  41  tersebut  menunjukkan  beberapa
aspek; bentuk gas yakni bentuk pertama daripada bahan samawi
serta pembatasan  secara  simbolis  bilangan  langit  sampai
tujuh.  Kita  akan  melihat  nanti  apa arti angka tersebut.
Percakapan antara Tuhan di satu pihak dan langit dan bumi di
pihak   lain   adalah   simbolis;   maksudnya  adalah  untuk
menunjukkan bahwa setelah  diciptakan  Tuhan,  langit-langit
dan bumi menyerah kepada perintah-perintah Tuhan.
 
Ada  orang-orang  yang  mengatakan  bahwa  paragraf tersebut
bertentangan dengan ayat yang  mengatakan  bahwa  penciptaan
itu  melalui  enam  periode. Dengan menjumlahkan dua periode
yang merupakan  penciptaan  bumi  dan  empat  periode  untuk
pembagian  makanan  bagi  penduduknya  dan dua periode untuk
penciptaan langit, kita akan  mendapatkan  delapan  periode,
dan  hal  ini  merupakan  kontradiksi  dengan  enam  periode
tersebut di atas.
 
Sesungguhnya teks  yang  dimaksudkan  untuk  mengajak  orang
berfikir  tentang  kekuasaan Tuhan dengan memulai memikirkan
bumi sehingga nanti dapat memikirkan langit,  teks  tersebut
merupakan  dua  bagian yang dipisahkan dengan kata: "tsumma"
yang berarti: di samping itu (selain daripada  itu).  Tetapi
kata tersebut juga berarti: kemudian daripada itu. Maka kata
tersebut dapat mengandung  arti  urut-urutan.  Yakni  urutan
kejadian   atau   urutan  dalam  pemikiran  manusia  tentang
kejadian yang dihadapi. Tetapi juga  mungkin  hanya  berarti
menyebutkan    beberapa   kejadian-kejadian   tetapi   tidak
memerlukan arti:  urut-urutan.  Bagaimanapun  juga,  periode
penciptaan  langit  dapat terjadi bersama dengan dua periode
penciptaan  bumi.  Sebentar  lagi  kita  akan   membicarakan
bagaimana  Qur-an  menyebutkan  proses  elementer penciptaan
alam dan bagaimana hal tersebut  dapat  terjadi  pada  waktu
yang sama untuk langit dan bumi sesuai dengan konsep modern.
Dengan   begitu   kita   akan   mengerti   benar   kebolehan
menggambarkan simultanitas kejadian-kejadian yang disebutkan
dalam fasal ini.
 
Jadi  tak  ada  pertentangan  antara  paragraf   yang   kita
bicarakan  dengan  konsep yang terdapat dalam teks-teks yang
lain yang ada dalam Qur-an, yakni teks yang mengatakan bahwa
penciptaan alam itu terjadi dalam enam periode.


BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern Dr. Maurice Bucaille   Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi Penerbit Bulan Bintang, 1979 Kramat Kwitang I/8 Jakarta

 

Indeks Islam | Indeks Bucaille | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team