Penentuan Akhir Ramadhan


Kompetisi Hilal Awal Syawal 1423 H
oleh Moedji Raharto

AYAT Al Quran (QS 2:189) mengisyaratkan hilal sebagai penentuan waktu ibadah. Hadis Nabi menegaskan bahwa hilal dipergunakan untuk menentukan awal dan akhir saum Ramadhan. Melalui hadis itu lahir tradisi merukyat hilal dan tradisi memprediksi kehadiran hilal awal Ramadhan, awal Syawal, dan awal Dzulhijjah dengan cara hisab.

Tradisi hisab dan rukyat telah ada dalam perjalanan Islam dari sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang, dari zaman konsep geosentris hingga zaman heliosentris. Dalam kedua tradisi itu ada kesamaan niat umat Islam dalam menggunakan hilal sebagai penentu awal bulan Islam. Kedua tradisi itu berkeinginan mendapatkan hilal yang presisi dan yang pasti. Kedua tradisi itu tidak ingin gegabah, kedua tradisi itu mengandung keseriusan dan kesungguhan untuk mengetahui kehadiran hilal awal bulan Islam untuk keperluan ibadah.

Terkesan kedua metode "berkompetisi" dalam mendapatkan hilal dengan cara yang relatif mudah dan andal, yang sebenarnya keduanya saling memperkuat satu terhadap yang lainnya. Hisab memperkuat rukyat dan sebaliknya rukyat memperkuat hasil pemahaman manusia memprediksi keberadaan hilal melalui hasil rukyat (pengamatan) hilal.

Konsep wujudul hilal, sabit Bulan sekecil apa pun termasuk yang belum bisa dirukyat, bisa dipergunakan sebagai acuan, asal posisi Bulan masih di atas ufuk saat Matahari terbenam dan hilal dalam tradisi umat Islam sabit Bulan yang dapat dirukyat. "Kompetisi" kehadiran hilal dalam konsepsi wujudul hilal bisa lebih cepat atau sama bergantung waktu ijtimak berlangsung.

Bila ijtimak berlangsung tengah hari, kemungkinan besar kompetisi kehadiran hilal dimenangkan oleh konsepsi wujudul hilal, hanya hasil rukyatul hilal yang keliru bisa mempunyai hilal yang sampai pada waktu bersamaan dengan wujudul hilal.

Kedua metode itu mendapatkan tantangan, dalam hal rukyatul hilal tantangan yang paling besar adalah meyakini bahwa obyek yang diamati memang benar-benar hilal, tidak salah obyek. Mengangkat sumpah bagi yang mengaku mengamati hilal memang cukup berat, diharapkan kekeliruan hilal yang disengaja atau kebohongan besar dari seorang pelapor bisa dihindari.

Kalau spriritnya adalah mencari kebenaran, selain bersedia mengangkat sumpah, juga perlu ada cek dan recek tentang pengamatan hilal di lapangan, perlu menghindari kekeliruan yang fatal. Selain peralatan yang membantu untuk pengamatan hilal, kalau perlu mengerahkan para ilmuwan Muslim (lebih dari seorang) untuk mendampingi di berbagai lokasi pengamatan sebagai saksi.

Perbaikan rukyatul hilal itu sangat perlu dan mendesak. Penyebarluasan informasi tentang hilal dan pendidikan luas tentang rukyatul hilal juga merupakan bentuk respons yang positif terhadap tantangan yang dihadirkan oleh hilal.

Tantangan dalam hisab adalah menentukan posisi hilal dan prediksi hilal dengan presisi sehingga ada jaminan keunikan visibilitas hilal. Presisi yang diharapkan agar tak ada keraguan seperti prediksi manusia terhadap waktu terbenam Matahari atau waktu mulai dan berakhirnya gerhana Bulan maupun gerhana Matahari.

Presisi untuk perhitungan posisi Bulan dan Matahari telah dicapai manusia sejak akhir abad ke-19 lalu. Posisi Bulan dan Matahari yang presisi ini sangat membantu dalam memahami model geometri visibilitas hilal dengan lebih baik. Variasi visibililitas hilal akibat posisi dan gerak (perubahan kecepatan dan jarak) Bumi dan Bulan berubah dalam satu hilal ke hilal yang berikutnya.

Masalah lainnya yang sulit diprediksi adalah ketebalan serapan angkasa Bumi yang bervariasi seiring dengan cuaca yang dibentuk musim global maupun anomali musim. Pemahaman variasi visibilitas hilal jangka panjang diperlukan dan oleh karena itu hasil rukyatul hilal yang lebih serius akan memberi kontribusi penelitian jangka panjang visibilitas hilal.

Dalam perjalanan implementasi hilal sebagai acuan dalam penetapan awal bulan Islam terdapat berbagai interpretasi di antaranya adalah berkeyakinan bahwa yang dimaksudkan Al Quran dan Hadis esensinya adalah kehadiran hilal, tidak harus rukyat tapi kehadiran hilal juga bisa melalui perhitungan atau hisab.

Selain itu juga ada reinterpretasi tentang hilal dengan istilah wujudul-hilal, sabit bulan sekecil apa pun sekalipun belum mencapai ukuran sabit bulan sehingga bisa disaksikan dengan mata bugil manusia sudah dianggap hilal, dan keberadaannya diyakini dapat dipergunakan untuk menetapkan awal bulan Islam. Oleh karena itu, ada yang berkeyakinan 1 Syawal 1423 H bertepatan dengan 5 Desember 2002.

Ada pandangan di masyarakat bahwa tradisi merukyat hilal sebaiknya digantikan dengan prediksi hilal melalui hisab, karena perhitungan tentang Bulan dan Matahari sudah sangat akurat.

Perlu diketahui bahwa pengetahuan manusia di planet Bumi tentang visibilitas hilal hingga sekarang ini belum sempurna. Masih terdapat kasus hilal yang tidak dapat diputuskan melalui ilmu pengetahuan visibilitas hilal, masalah batas ambang masih terlalu lebar untuk bisa memutuskan visibilitas hilal yang unik.

Di luar batas keraguan itu memang ada dan dengan "pasti" dapat diputuskan melalui perhitungan, misalnya bila fraksi sabit Bulan dibanding dengan seluruh bundaran Bulan mencapai 1 persen atau lebih dapat dipastikan hilal dapat diamati dalam keadaan cuaca cerah, sedang bila fraksi sabit Bulan belum mencapai 0,5 persen pasti hilal belum terbentuk. Sedang bila fraksi sabit Bulan antara 0,5 persen hingga 1 persen masih memerlukan konfirmasi bisa tampak dan bisa juga tidak tampak.

Pengetahuan yang telah sangat maju adalah pemahaman manusia tentang posisi Bulan dan Matahari. Namun, pengetahuan itu tidak cukup untuk bisa menyelesaikan persoalan ambang batas yang presisi tentang visibilitas hilal. Pengkajian ilmuwan "seluruh dunia" yang Muslim maupun non-Muslim di NASA (tempat berkumpul ilmuwan yang menyukseskan penerbangan ke Bulan) sekalipun pada abad ke-21 ini, belum bisa menjawab tantangan memprediksi visibilitas hilal yang presisi.

Pada pertemuan Internasional Islamic Calendar di Universitas Kebangsaan Malaysia sekitar 15 tahun yang lalu, para ulama sepakat untuk tidak menggantikan rukyatul hilal dengan hisab (imkan-rukyat) hingga manusia bisa mencapai pemahaman visibilitas hilal yang presisi. Kriteria visibilitas hilal yang ada sekarang merupakan solusi temporer menghadapi kebutuhan umat dalam menyambut Ramadhan, Syawal, dan Haji, atau ibadah lainnya sepanjang tahun.

"Kesepakatan" yang ada merupakan sebuah ikhtiar yang maksimal untuk menetapkan awal bulan Islam sesuai dengan Al Quran dan Hadis. Sebagai contoh misalnya bila pada hari terjadinya ijtimak ketinggian Bulan mencapai dua derajat atau lebih, saat Matahari terbenam di wilayah hukum RI dijadikan pedoman untuk penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah sehingga bisa dimengerti lebaran jatuh pada hari Jumat 6 Desember 2002.

Keputusan ber-Idul Fitri 1423 H pada tanggal 6 Desember 2002 mendapat dukungan pengetahuan empiris astronomi tentang visibilitas hilal. Secara astronomi, saat Matahari terbenam di wilayah hukum Indonesia sabit Bulan yang terbentuk setelah ijtimak akhir Ramadhan 1423 H, Rabu 4 Desember 2002, terlalu kecil (kurang dari 0,04 persen, sedang ukuran yang umum hilal dalah 1 persen) untuk dikatakan sebagai hilal. Oleh karena itu, Ramadhan belum berakhir pada tanggal 5 Desember 2002.

Penggenapan Ramadhan menjadi 30 hari merupakan alternatif untuk shaum Ramadhan 1423 H. Bila hilal diimplementasikan sebagai penetapan awal Syawal 1423 H, hilal baru akan tampak pada tanggal 5 Desember 2002, dan Idul Fitri bertepatan dengan 6 Desember 2002.

Penetapan awal bulan itu juga merupakan solusi sesaat dan seyogianya dievaluasi dan tidak menjadi harga mati, menjadikan umat Islam Indonesia dinilai menggunakan kriteria yang kurang presisi, kriteria yang diadopsi tanpa memperhatikan progress ilmu pengetahuan tentang visibilitas hilal. Pemikiran itu akan kontradiksi dengan semangat Islam yang mencintai dan menghargai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Hadis Nabi tentang penggenapan Ramadhan itu memang masih relevan di abad ke-21 ini, bila penampakan hilal terhalang atau hilal belum lahir maka Ramadhan digenapkan 30 hari.

Sidang itsbat penetapan awal bulan Islam (terutama awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah) juga menjadi fenomena dalam masyarakat Islam. Sidang itsbat untuk menetapkan awal Syawal 1423 H di Indonesia akan digelar pada hari Rabu 4 Desember 2002 untuk menetapkan apakah Ramadhan 1423 H akan berakhir 4 Desember 1423 H (shalat Ied 5 Desember 2002) atau akan berakhir 5 Desember 1423 H (shalat Ied 6 Desember 2002). Karena, di Indonesia menganut sistem Hisab-Rukyat , hasil rukyat baru bisa diperoleh pada tanggal 29 Ramadhan 1423 H yang bertepatan dengan Rabu 4 Desember 2002.

Berdasarkan ilmu pengetahuan visibilitas hilal, sebenarnya fisik sabit Bulan masih terlalu tipis tidak bisa diamati, di seluruh wilayah Indonesia hilal mustahil bisa diamati pada pengamatan hilal 4 Desember 2002. Bila ada yang mengaku berhasil melihat hilal dengan mata bugilnya, sudah dapat dipastikan salah obyek, pengakuan melihat hilal semacam ini harus ditolak.

Keputusan itsbat di Indonesia masih berhadapan dengan UUD 1945 Ayat 29 yang memberi kebebasan menjalankan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Fenomena dua hari raya di Indonesia memang belum bisa dihindari yang penting dan mendesak adalah menyikapi perbedaan itu diterima sebagai rahmat dan saling menghargai satu dengan lainnya.

Sidang itsbat masih diperlukan untuk melihat sikap dan konsistensi pemerintah sebagai lembaga yang mempunyai otoritas formal dalam pembinaan umat. Sikap yang tidak konsisten dari pemerintah tentu akan menurunkan kredibilitas, rasa hormat, dan tingkat kepercayaan lembaga pemerintahan di masyarakat.

Hal yang diinginkan masyarakat adalah pemerintah yang berwibawa mengajak masyarakat sehingga menjadi masyarakat yang maju dan berilmu pengetahuan dengan cara yang bijak. Akhirnya Ramadhan 1423 H akan kita tinggalkan dan Syawal 1423 H pun akan hadir, selamat ber Idul Fitri 1423 H, minal aidzin wal faidin, mohon maaf lahir batin.


Dr Moedji Raharto Staf Akademik Observatorium Bosscha Departemen Astronomi - FMIPA ITB
Kompas, Rabu, 4 Desember 2002


Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.